3. KEBENARAN YANG MENYAKITKAN

39.2K 7.3K 1.2K
                                    

"Ni..." erang Rara melengking, ketika mereka sudah naik ke kereta kuda. "Kan Mbak udah berkali-kali bilang, kita itu masih dipingit, ndak boleh keluar tanpa ditemani. Kalau Rama tahu, kita ndak dibolehin keluar lagi, Ni."

"Maaf, Mbak," ucap Anjani penuh penyesalan.

"Mana Kangmas Surya lagi yang mergokin kamu," gumam Rara dengan panik.

"Nanti... nanti... Anjani yang bicara dengan Kangmas Surya," balas Anjani sambil memeluk kakaknya erat, karena merasa bersalah. "Jangan marah, Mbak..."

"Kamu ndak tahu, seberapa paniknya Mbak waktu Yu Marsinah bilang kamu kabur," ucap Rara dengan nadanya yang naik satu oktaf.

Anjani menoleh ke arah Yu Marsinah sambil menyipit tajam. Giliran Yu Marsinah yang cengengesan ke arah Anjani.

"Hanya sebentar..." Anjani berusaha membela diri sendiri sambil memeluk erat kakaknya. "Anjani tadi hanya ingin lihat pena."

"Ya tunggu dulu toh, Ni. Setelah Mbak beli benang, kita bisa ke tempat yang kamu mau," gumam Rara berusaha sabar. Rara merasa dirinya bertanggung jawab penuh atas Anjani, sehingga ketika gadis itu menghilang, ia panik setengah mati.

"Maaf, Mbak, maaf," gumam Anjani mengeratkan pelukannya. "Janji ini yang terakhir, Mbak."

Rara menghela nafas panjang, kemudian menepuk lengan adiknya yang memeluk lehernya erat. Meskipun berstatus adik tiri, namun Rara sangat menyayangi Anjani, sebab sejak dulu, ia memang menginginkan adik perempuan yang bisa diajak bermain. Rara juga dekat dengan Laras, hanya saja hubungannya dengan Laras lebih ke hubungan formal, sebab Laras nyatanya kakunya sama seperti Kangmas Surya. Sukar diajak bercanda.

"Setidaknya, Mbak bisa lihat yang ganteng," canda Rara sambil tertawa, membuat Yu menoleh kaget.

"Jaga mata, Mbak. Ganteng sedikit, langsung goyah," balas Anjani dengan tawa hangatnya.

"Ya gimana ndak goyah, kalau Raden Mas Reksanegara. Udah ganteng, baik, terhormat pula," jawab Rara sambil mengandaikan Raden Mas Reksanegara yang merupakan pujaan hatinya sejak dahulu.

"Tahu dari mana, Mbak?" tanya Anjani penasaran. Yu Marsinah pun juga ikut penasaran mendengarnya.

"Sudah bukan rahasia umum lagi, Ni," gumam Rara dengan tawa hangatnya. "Mbak, kenal dengan kakaknya Raden Mas Adipati Reksanegara. Sering bertukar surat juga. Informasinya dari situ juga, Ni."

"Dia anaknya siapa, Mbak?"

"Dia anaknya bupati Sleman, Ni. Sejak ayahnya meninggal, dia yang mengambil alih gelar bupati Sleman itu," balas Rara pelan. "Anehnya, sampai sekarang dia belum melamar siapa pun, padahal udah delapan tahun dia jadi Bupati Sleman."

"Sekarang umurnya berapa, Mbak?" tanya Anjani kaget.

"Mbak kurang tahu, Ni, mungkin 27 tahun?" gumam Rara menebak-nebak. "Ah... ya... dia juga kabarnya pernah mau dapat beasiswa di perguruan tinggi Belanda."

Anjani melebarkan matanya kaget. "Itu susah ndak sih, Mbak?"

Beasiswa dari pemerintah Belanda sangatlah susah didapatkan. Beasiswa hanya diberikan pada orang-orang yang memang pintar, berpengaruh dan hebat. Anjani selalu bermimpi bisa mendapatkan tawaran tersebut, namun apalah daya, orangtuanya pasti tidak merestuinya. Membaca saja harus dipilah. Tersebarnya berita Kartini yang menulis artikel emansipasi wanita dan kritik konstruksi sosial, membuat orangtuanya menjadi sangat khawatir jika salah satu dari anak perempuannya berubah menjadi Kartini yang lain. Orangtuanya yang konservatif menganggap Kartini terlalu liberalis, terlalu meniru pemikiran londo yang tidak cocok dengan pemikiran ningrat dan kurang ajar sebagai seorang perempuan. Sejak saat itu, orangtuanya menyembunyikan buku-buku yang dianggap 'berbahaya'.

KARSA ✔Where stories live. Discover now