Mencari

808 64 0
                                    

Happy reading ❤️

"Capek Vin. Gue capek di bilang bodoh sama orang-orang, akhirnya gue tahu kalau selama ini gue itu harusnya sadar bukan terus terusan sabar."

Ucapan Bianca terus terngiang-ngiang di telinga Levin. Satu minggu berlalu, seperti menghindar. Bianca sulit untuk di temui. Atau mungkin gadis itu memang benar benar menghindari dirinya?

Levin mencoba menepis segala anggapan buruk yang semakin membuat moodnya rusak, ternyata begini rasanya merindukan tanpa di rindukan.

"Ganteng doang, suka enggak berani bilang!"

Samar samar, Levin mendengar ocehan Bagas yang cukup jauh keberadaannya. Jangan tanyakan sedang apa Bagas sekarang? tentu saja sedang tebar pesona kepada ciwi ciwi cantik di kampusnya.

Ck ck jangan di tiru!

"Kamu udah makan?"

Levin sangat berharap jika gadis yang memberikan perhatian lebih adalah Bianca. Namun, yang ada hanya Ayra. Sang mantan terus saja menganggunya. Padahal jika Ayra tahu, cowok itu sudah benar-benar risih selalu di ikuti setiap hari.

"Udah." jawab Levin cuek, bodo amat jika Ayra akan marah karena sikapnya sekarang yang semakin cuek.

"Kapan?"

Levin menoleh, apa harus setiap makan Levin laporan kepada Ayra.

"Tadi."

"Kamu kenapa sih cuek gini? kamu tau kan aku enggak bisa di cuekin!"

Nah kan, Ayra marah karena sikapnya. Levin tetap cuek tidak ada yang bisa mengembalikan moodnya sekarang. Mungkin jika bertemu Bianca, semuanya akan berbeda. Sedang apa gadis itu sekarang?

"Ganteng doang, kangen enggak berani bilang!"

Tiba tiba Bagas berteriak tidak jelas, tentu saja Bagas sedang menyindir sahabat itu. Bagas selalu tahu apa yang di rasakan Levin, mengenal Levin sudah lama sudah pasti hafal perubahan sikap dari sahabatnya itu.

Levin berusaha mengabaikan sindiran dari teman laknatnya itu. Dengan cekatan jarinya mengetikkan sesuatu di ponselnya.

Bianca

Bi
Lo dimana?
Sekarang lo jarang keliatan.

Baru saja Levin ingin spam chat pada Bianca. Ponselnya sudah berpindah tangan. Yaps, Ayra dengan tidak sopan merebut ponsel Levin.

"Kamu ngapain chat Bianca kayak gini? perhatian dari kamu bisa buat dia baper. Pasti dia makin ngejar-ngejar kamu kalau gini!" Ayra jelas merasa keberadaannya terancam.

Dengan cepat Levin merebut kembali ponselnya, menatap Ayra dengan tatapan tajam.

"Emang apa urusannya sama lo? jangan lancang baca privasi orang!"

Ayra mendadak pucat pasi, ini pertama kalinya Levin membentak dirinya di tempat umum. Tanpa menunggu lama, gadis itu mengeluarkan jurus andalannya untuk kembali meluluhkan hati Levin.

Menangis.

Melihat Ayra menangis, Levin mengusap wajahnya kasar. Sudah tau kan? kalau kelemahan Levin adalah tidak bisa melihat perempuan menangis.

"Mungkin selama ini gue udah selalu sabar ngadepin sikap lo yang enggak pernah berubah. Gue selalu berusaha ngertiin lo, berusaha mengabaikan status mantan demi persahabatan kita. Gue pikir lo bakalan bisa mikir sejauh itu Ay, tapi nyatanya apa? lo enggak pernah ngerti gimana jadi gue yang selalu lo kekang Padahal kita udah mantan. Hal yang seharusnya udah jadi kebebasan gue masih aja lo atur. Lo minta gue anterin ke sana sini gue oke aja. Tapi bukan berarti masalah perasaan lo juga yang atur!"

Levin mengatur emosinya yang mulai sulit untuk di kendalikan.

"Pasti lo mau bilang kalau lo pengen yang terbaik buat gue kan? yang terbaik buat gue adalah sekarang lo harus selalu inget batasan antara kita. Kita cuma mantan dan akan selalu jadi mantan!"

Setelah menjelaskan apa yang Levin inginkan, cowok itu segera pergi dari sisi Ayra. Memberikan kesempatan pada sang mantan untuk berfikir. Apa yang sudah terlepas tidak akan lagi mudah di genggam.










Bang Jago Si Almet Merah ❤️ (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang