Bab 14

28 8 0
                                    

Selamat Membaca

"Re, lo beneran mau pergi ke Perancis?" rengek Mia setelah Rexa pamit kepada teman-teman sekelasnya. Rexa berpikir jika lebih baik memberitahu teman sekelasnya yang selama ini menemaninya jika ia akan ke Perancis entah kapan mungkin tak lama lagi. Karena ia pasti butuh persiapan jauh-jauh hari untuk tiba di sana sebelum mengikuti test selanjutnya. Mungkin, besok jika ada waktu ia akan berpamitan yang lebih baik dari hari ini.

Mia dan Rayna seharian ini jadi menempel terus pada Rexa entah apa alasannya. Tapi Rexa memakluminya. Mungkin mereka belum sepenuhnya rela jika Rexa pergi, walaupun selama ini mereka selalu mendukung apapun yang Rexa lakukan.

"Kapan lo berangkat?" kata Rayna dengan lesu.

Rexa jadi tak tega meninggalkan teman-temannya, ia menghembuskan nafas gusar, "Nggak tahu kapan pastinya, gue masih nunggu kabar dari Tante Erika. Tapi rencananya dalam minggu ini gue udah harus berangkat," Mia semakin erat memeluk lengan Rexa.

"Trus gimana sama ujian kelulusan kelas 12? Masa lo nggak ikut,"

"Ya mungkin gue ikut yang online. Atau nanti gue ngikut aja lah persetujuan dari kepala sekolah Sma Arunika gimana," jawab Rexa. Rayna pun jadi diam saja setelah itu. Rexa tak tahu apa yang sedang ada di dalam pikiran Rayna, jadi ia pun juga diam saja.

"Al nggak berangkat ya hari ini?" tanya Johan kepada Rexa.

Rexa terkejut, sebenarnya tujuan memberitahu teman sekelasnya yaitu karena ia ingin memberitahu Altaf tentang kepergiannya. Ia tak berani bicara langsung dengan Altaf. Tapi Rexa baru sadar jika hari itu Altaf absen. Kenapa ya cowok itu, tak biasanya ia absen. Ia pun tak menitipkan surat izinnya pada Rexa seperti dulu. Rexa menepuk jidatnya, ia ingat jika mereka belum mengobrol lagi setelah kejadian itu, makanya mustahil jika Altaf menitipkan surat izin padanya. Ini salahnya juga sih meminta Altaf menjauh.

Lalu bagaimana caranya memberitahu Altaf tentang kepergian Rexa. Mengiriminya pesan? Menelfonnya? atau langsung kerumahnya? Semua mudah sekali diucapkan tapi kenyataanya Rexa tak berani melakukan salah satu dari itu.

"Re!" Johan mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Rexa. "Yeilah gue tanyain malah nglamun,"

"Eh? Enggak, enggak, gue nggak tau kalo Al hari ini absen,"

Johan masih menatap Rexa, mungkin ia masih heran kenapa Rexa tak tahu jika Altaf absen. "Lo nggak tau dia absen karna apa?"

"Iya, gue beneran nggak tau Jo. Dia nggak berangkat pun gue baru tahu dari lo. Coba lo tanya Ara, mungkin cewek itu tau,"

Tiba-tiba Rayna menarik lengan Rexa, sedangkan Mia ikut tertarik karena memang sudah merangkul tangan Rexa erat-erat. Hampir saja Rexa tertawa, melihat kelakukan temannya yang seperti anak ayam takut kehilangan induknya.

Rayna membawa mereka ke kantin, ia tetap diam saja tak mengeluarkan sepatah kata pun. Tapi gerakannya lincah, ia memilihkan tempat duduk, membelikan beberapa makanan dan minuman yang sekiranya Rexa sukai. Lalu membawanya ke hadapan Rexa.

Sedangkan Rexa dan Mia melongo seperti patung yang mengamati sana-sini. Sedikit kebingungan juga dengan apa yang dilakukan Rayna.

"Rayna kenapa ya?" cicit Mia. Rexa mengangkat bahunya sebagai jawaban.

"Nih Re, makan yang banyak! Atau masih kurang, mau nambah lagi? Mau apa, gue yang beliin sini,"

"Sangar," ceplos Mia. "Gak biasanya lo kaya gitu, Na. Whahahahah," tawa Mia. Rayna jadi ikut tertawa begitu menyadari keanehan yang ia lakukan.

"Gue juga mau dong," cepat-cepat Mia mencomot piring yang berisi siomay di meja. Menusuk salah satunya dan memasukkan ke perutnya. Karena sedari tadi menangis ia pun jadi kelaparan dan menusuk siomaynya lagi dan lagi.

AdeRa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang