Bab 10

21 6 0
                                    

Selamat Membaca

Rexa memukul-mukul kepalanya ke meja pelan. Sejak kemarin ia mencoba menghindari Altaf. Sapaan Altaf tak ia balas. Chat darinya pun juga ia diamkan. Kemarin Rexa masih biasa-biasa saja melakukan itu. Tapi hari ini berbeda. Hari ini Altaf tak lagi menyapanya. Mungkin dia sudah bosan dengan kelakuan Rexa atau dia sedang mencoba balas dendam padanya. Entahlah sebenarnya itu kabar baik, Altaf tak lagi peduli padanya. Namun, Rexa merasa gelisah. Ia masih takut jika Altaf benar-benar menjauhinya bukan untuk sementara tapi selamanya. Ia tak mau kehilangan Altaf. Tapi di satu sisi ia juga tak mau Altaf terlibat dalam masalahnya dengan Ambar.

Rexa teringat perkataan Altaf tempo hari lalu yang meminta tolong padanya, namun ia acuhkan. Sebenarnya apa yang ingin ia sampaikan pada Rexa. Jika ini berhubungan dengan Ambar juga tidak mungkin karena Altaf baik-baik saja setelah meminta tolong padanya dan dia tak dihadang preman seperti pikiran buruk Rexa. Hanya saja yang jadi pertanyaan kenapa Altaf ke rumah sakit. Itu laporan dari Johan saat membuntuti Altaf sepulang sekolah.

Tak terasa tangannya menuliskan kata-kata sebagai ungkapan isi hatinya yang sedang gundah. Saat sadar ia terkejut. Ternyata bagus nih buat quotes. Gue kasih kode ah. Gumam Rexa.

Ia pun memutuskan untuk mencari inisial yang cocok untuk Altaf. Iya, tulisan tadi ia tujukan untuk Altaf. Hmm, Altaf itu artinya apa ya? Rexa buru-buru searching di ponselnya.

Ia menemukan artikel yang menerangkan jika nama Altaf itu memiliki arti Lebih Lembut. Lebih Lembut? Lemah lembut maksudnya? Pantesan sifatnya gimana gitu. Rexa tertawa terbahak-bahak karena pikiran konyolnya itu. Trus apa gue harus kasih inisial Mr. Lebih Lembut? Nggak ah aneh. Rexa tertawa sekali lagi.

Johan yang tak jauh darinya, menggeleng-gelengkan kepalanya tak paham dengan tingkah Rexa yang tertawa sendiri mirip orang gila.

Rexa berpikir keras, Hmm apa ya? Masa inisialnya Al. Kalo itu sih orang lain bakal tau. Hmm, Altaf Devan ya? Hmm.

Rexa tiba-tiba menggebrak meja, Gimana kalo ADE? Diambil dari Altaf DEvan. Ya, cakep. Cewek itu bersorak riang ketika menemukan inisial yang cocok untuk ia letakkan di bawah tulisannya.

Buru-buru ia mengambil ponselnya, mengetikan tulisan yang tadi ia tulis di bukunya. Menambahkan inisial ADE dibawahnya dan memposting di storynya. Kalimat itu berbunyi..

Kenapa harus menjauh

Padahal aku ingin tetap di sana

Seakan aku ingin menciptakan jarak

Apa untuk membuatnya mengejarku?

Entahlah, tapi mengapa jauh sekali?

Atau memang dia yang tak punya alasan untuk mengejarku?

ADE

Rexa tersenyum puas setelah memposting tulisan itu. Namun, tak lama kemudian ia mendengar seruan Johan, "Huek, butchenn,"

Rexa yang merasa jika dirinya yang sedang dikata-katai oleh Johan pun melotot. Yang ditatap malah cengengesan, "Ehh, maksud gue lumayan bagus. Hehe, iya gitu,"

Johan menghampiri Rexa, "Oh samperin gih orangnya, gak usah sok-sokan menjauh. Paling-paling ada di ruang osis tu bocah,"

"Kok ruang osis sih?"

"Lha Ade disini maksud lo Akas kan?" Johan mengerutkan keningnya, "Pasti lah. Yang punya nama Ade kan cuma Akas di sekolah ini,"

Rexa menepuk jidat baru ingat jika nama lengkap Akas itu adalah Ade Pamungkas. Aduh, kenapa dia bisa lupa sih. Mau jawab apa dong.

AdeRa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang