Bab 9

24 6 0
                                    

Selamat Membaca

"Hei kita buat naskah cerita bareng-bareng yuk," seru Ambar sembari menduduki bangku di sebelah Rexa.

"Iya, ayo. Aku lagi buat naskah baru nih. Baru awalannya doang sih hehe,"

"Coba aku liat!" Rexa menggeser buku tulis yang tadi ia coret-coreti.

"Wah bagus nih. Kita lanjutin dengan adegan itu, si anaknya dikasih bunga sama ibu peri,"

"Wah keren aku tambahin ya," kata Rexa ramah. Walau Ambar sering menjahilinya, tak sedikit pun ada niat untuk membencinya. Rexa merasa jika Ambar tak akan mencelakakan dirinya karena Ambar mengatakan jika Rexa adalah sahabatnya.

Keesokan harinya, entah darimana Ambar membawa berita tentang lomba cerpen yang diadakan di balai desa. Keduanya kemudian mengikuti lomba itu, mendaftarkan naskah cerpen yang pernah mereka buat. Tibalah hari pengumuman, ternyata Rexa mendapat juara sedangkan Ambar tidak. Setelah acara selesai buru-buru Ambar mendekati Rexa hendak protes tentang hasil lomba.

"REXA!!" serunya.

"Iya?"

"Kenapa kamu bisa menang sih, bukannya cerpen kita sama?"

"Sama?"

"Iya, bukankah kemarin kita janjian mau ngirim naskah cerita yang pernah kita buat bersama. Nek kowe menang kudune aku yo menang ta? (Kalo kamu menang harusnya aku juga menang kan?)"

"Kan kalo kita ngirim cerita sama nanti didiskualifikasi, Ambar! Makanya aku buat lagi," protes Rexa. "Naskah kemarin juga aku yang buat semua, kamu kan cuma ngasih ide doang!"

"Aku Ngasih Ide Sama Aja Buat Tau!"

"Ya gak bisa gitu, kamu kok ngaku-ngaku karyaku sih,"

"Gak mau tahu pokoknya kamu curang. Kamu udah janji mau samaan sama aku ternyata malah ngebohongi,"

"Sorry, aku cuma gak mau kita kena diskualifikasi,"

"Jahat kamu, pasti kemarin sengaja bikin cerita yang jelek trus kita janjian mau samaan. Ternyata malah bohong sama aku,"

Setelah hari itu entah apa yang dikatakan Ambar, teman-temannya mulai menjauhi Rexa. Menatap Rexa dengan tatapan merendahkan. Beberapa hari kemudian Ambar sudah berbincang akrab lagi dengan Rexa tanpa merasa bersalah. Seolah tak pernah terjadi apa-apa. Dan Rexa tetap diam, ia tak protes sama sekali. Ia takut akan membuat Ambar marah lagi dan teman-temannya akan menjauhinya lagi. Hal itu membuat Ambar merasa jika Rexa sudah memaafkannya tanpa ia meminta maaf. Padahal kenyataannya Rexa hanya memendam perasaan sakit itu sendirian. Takkala teman-temannya menjauhinya, ia sendiri. Menangis sepulang sekolah. Belum lagi jika mama menegurnya, tapi Rexa bungkam tak mau mengatakan apapun pada mama.

Dan hal itu terus terjadi berulang-ulang, Ambar jadi sering marah pada Rexa. Lalu membuat teman-teman menjauhi Rexa. Tak lama kemudian Ambar kembali lagi mendekati Rexa tanpa rasa bersalah.

...

Rexa membalik halaman pada buku diary hitam miliknya. Ia baca kembali kalimat-kalimat yang pernah ia tuliskan dulu.

"Kenapa diary ini dibuka lagi sih?" seru Altaf sambil menyambar buku diary yang semula berada di pangkuan Rexa. "Diary ini gue sita!"

Rexa memandang sinis, "Ish, apa-apaan sih,"

"Bukannya sama aja lo buka masa lalu kelam lagi. Ngapain? buat apa?" seru Altaf sedikit berteriak. Ia mendengus, berusaha menetralkan emosinya. Ia tahu Rexa sedang kacau setelah melihat Ambar, teman lamanya saat di sekolah dasar.

AdeRa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang