Bab 11

21 6 0
                                    

Selamat Membaca

Jam pulang sekolah telah berbunyi, para siswa segera berhamburan keluar kelas. Tak terkecuali Rexa, Mia dan Rayna. Mereka bertiga berjalan santai menuju parkiran, sambil menunggu parkiran sepi mereka berbincang-bincang ringan.

"Re, cowok idaman lo kaya apa?" seru Mia mengagetkan Rexa yang sedang memegang ponsel.

"Hah?" Rexa yang tak konsen membelalakkan matanya.

"Sebutin kriteria cowok idaman lo dong, mungkin dimulai dari model rambutnya apa?" sahut Rayna.

"Hmm kalo undercut atau modern bowl cut gimana? Imut deh kayaknya. Tapi menurut gue cocok gak sama bentuk wajahnya, kalo gak cocok kan aneh jadinya,"

"Bukannya itu model rambut Al dulu ya, kalo model rambut Al yang sekarang gimana? Masuk daftar kriteria cowok idaman lo nggak?"

Rexa tersenyum menanggapi pertanyaan Mia. Mia dan Rayna sontak menyorakinya, "Ehemmm,"

"Senyumnnya mengungkapkan kata iya, berarti suka kan?" Rayna dan Mia berseru-seru heboh.

"Bentar deh Mi, tapi lo tanyanya model rambutnya, bukan suka orangnya atau enggak kan?"

"Eh? Iya juga ya. Bentar," Mia menoleh kearah Rexa, "Kalo Al-nya lo suka nggak? Semua, gak cuma model rambutnya!"

Rexa terdiam tak sadar menggigit bibir bawahnya. Ia teringat Altaf yang tak lagi sama seperti dulu. Altaf tlah menjauhi dan mendiamkannya. Rexa bahkan sudah lupa kapan terakhir kali mereka bertegur sapa. Apa karena gue nyuruh dia menjauh waktu itu? Atau karena gue diemin dia?

"Hei, lo Rexa kan?" tiba-tiba seorang cewek yang memakai seragam sekolah sama persis dengan milik Rexa menghampirinya, melambaikan tangan di depan wajah Rexa. Heran bercampur bingung, Rexa menggangguk. Cewek itu terlihat girang. Ia bergegas menarik lengan Rexa membawanya menjauh dari para sahabatnya. "Gue pinjem Rexa-nya ya,"

Rexa hampir saja mengumpat tatkala cewek yang tak dikenal itu menariknya kencang membuat tubuhnya limbung. Tak sampai disitu ia bahkan diseret hingga kakinya tersandung-sandung. Rexa hanya bisa pasrah mengingat dirinya yang lemas akibat tadi tak sempat jajan di kantin.

Cewek itu ternyata membawanya ke halte depan sekolah. Mendudukkan dirinya di tempat duduk dengan tetap memegang lengan Rexa, takut jika Rexa kabur atau melarikan diri. Mau tak mau Rexa pun ikut duduk di sebelah cewek itu.

"Lo siapa dah? Main tarik-tarik aja emangnya gue barang belanjaan?" Rexa menghembuskan nafas kesal, "Sumpah, gue lupa lo siapa, apa kita pernah kenalan sebelumnya?" Rexa masih penasaran kenapa cewek di sampingnya itu tahu namanya. Ya, walaupun Rexa tahu jika dirinya lumayan terkenal sih di sekolahnya.

"Yeah, mungkin kita pernah berpapasan beberapa kali. Tapi belum sampai ngobrol apalagi kenalan. Oh, iya sorry tiba-tiba narik lo kesini. Lo lagi gak ada acara pentingkan sekarang?"

"Iya, lo gak sopan banget maen tarik-tarik aja. Ngomong-ngomong tentang acara, Sebenernya gue lagi sibuk. Tapi ya gimana lagi lo udah terlanjur ngebawa gue kesini sih. Gue jadi udah males ke parkiran buat ngambil motor gue," Rexa mendongakkan kepalanya, menatap jalan raya yang kini ramai. Segerombolan siswa-siswa SMA Arunika saling berebut keluar gerbang sekolah. Satu dua meneriaki angkutan umum yang mangkal. Beberapa yang lain terburu-buru pulang ke rumah mereka dengan kendaraan pribadi. Namun, lebih banyak yang memasuki kafe di seberang jalan sambil membawa laptop mereka. Lumayan, wifi gratis pikir mereka.

"Kenalin gue Ara," kata cewek itu sambil menyelipkan helaian rambutnya yang menutupi wajah ke telinganya.

Rexa melirik cewek itu sebentar sambil bergumam, "Hmmm?"

"Menurut lo Altaf itu orangnya kaya gimana? Sukanya apa aja? Makanan favorit? Hobby?"

"Duh satu-satu tanyanya dong. Altaf yang mana nih?"

"Di sini yang namanya Altaf cuma satu. Ya, Altaf yang mana lagi kalo bukan yang sahabat lo," kata Ara sambil mengerutkan keningnya.

"Oh Al? Orang yang sableng, songong, jail, yang nyebelin pake banget itu?"

Ara tertawa, "Lo aslinya lebih lucu ya daripada yang gue tahu,"

Rexa melotot, "Heh lo stalker gue ya? Jangan-jangan lo itu secret admirer gue?" Ia menggelengkan kepala sambil berdecak tak percaya.

Ara tersenyum kecil, "Nggak lah. Orang gue sering denger tentang lo dari Altaf,"

Rexa mendengus. Ia bingung akan bersikap seperti apa dihadapan Ara. Bagi Rexa, Ara itu gadis yang aneh. Cewek itu selalu tersenyum dan tersenyum di hadapannya. Ara, termasuk cewek yang sangat sopan dan anggun.

Rexa melipat tangannya di dada, "Oke-oke. Trus sekarang kenapa lo narik-narik gue cuma buat tanya-tanya tentang Altaf. Ya, kenapa gak lo tanya langsung aja ke orangnya!" Jiwa ke-kepo-an Rexa muncul ketika Ara membahas tentang sahabat sedari kecilnya, siapa lagi kalo bukan Altaf. Beberapa hari ini memang hubungan mereka sedang renggang. Rexa yang enggan bertemu Altaf. Dan Altaf yang entah kenapa mengikuti tingkah Rexa. Mereka saling mengacuhkan satu sama lain.

"Karena gue pacarnya Altaf," kembali Ara menampilkan senyum manis andalannya.

Bagai tersengat listrik, tubuh Rexa tiba-tiba menegang. Ia merasakan jika di dalam relung hatinya ada yang tak beres. Mengapa selama ini Altaf tak pernah memberitahunya tentang gadis yang ia sukai. Padahal mereka selalu terbuka. Rexa bahkan sering menceritakan tentang Akas padanya. Ya, walaupun Rexa sendiri sudah tahu sebenarnya ia tak menyukai Akas dan hanya sekedar mengidolakannya.

"Oh gitu ya? Kok gue belum tau kalo kalian berdua pacaran," Rexa berpura-pura menutupi kekecewaannya. Ia mengayun-ayunkan kakinya untuk membuatnya rileks. Menjegah kakinya agar tidak menendang sesuatu untuk melampiaskan kekesalannya.

"Ah, mungkin lupa. Bukankah hubungan pertemanan kalian lagi renggang ya? Nanti gue coba ngomong ke Altaf soal itu,"

Rexa menatap Ara, Gak mungkin Al lupa, nggak mungkin. Dia selalu cerita apapun sama gue.

"Lo tadi awalnya cuma mau tanya Al itu orangnya kaya gimana kan?" Rexa bangkit dari duduknya menatap Ara lebih lekat. Ia coba mengembangkan senyumnya yang terasa kaku. Sedangkan Ara dengan mata berbinar cepat-cepat mengangguk.

"Dia tuh sebenernya baik banget, ramah, ringan tangan, mau aja gue suruh-suruh. Tapi kalo dia gak nyaman sama seseorang sikapnya bakal temperamental banget," Rexa menghembuskan nafas beratnya, semakin diingat semakin ia merindukan sosok Altaf yang dulu selalu menemaninya.

"Udah gitu aja. Gue pamit ya," kata Rexa sambil menahan sesak di dadanya. Tanpa menunggu persetujuan Ara, cewek itu kemudian membalikkan tubuhnya dan hendak menyeberangi jalan.

"Rexa!!" panggil Ara. Mau tak mau demi sopan santun, Rexa menoleh ke tempat dimana Ara berada.

"Makasih banyak, Re. Gue bakal jagain Altaf sepenuh hati, tenang aja," Ara lagi-lagi tersenyum. Melambaikan tangan kepada Rexa. Rexa pun membalas lambaian tangan itu bersama dengan senyum tipis. Kendati demikian ia merasa sesak luar biasa. Entah kecewa atau rasa tak percaya.

Ia menyeberangijalan, berlari menuju parkiran dengan segenap kekecewaan. Senyum ramah dansapaan riang yang selalu cewek itu lakukan tak lagi berlaku untuk hari ini. Takada lagi semangat, ia lelah dengan semua cobaan yang ia hadapi, tentang Ambar,Altaf, dan kini Ara. Tapi Rexa belum sepenuhnya mempercayai pernyataan Aratentang hubungan cewek itu dengan Altaf. Haruskah dirinya bertanya langsungpada Altaf? Tapi ia malu untuk menegur Altaf kembali. Ia takut mendapatperlakuan sesuai dugaan buruknya, yaitu diacuhkan. 

...
TBC

Terimakasih 😊
Salam literasi!

Pee

AdeRa [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang