3

3.5K 530 195
                                    

Selamat malam minggu bersama mereka! Semoga enggak kesel pas baca bab ini, ya, HAHA

***

Mendengar suara hujan yang turun, Hilo beranjak dari sofa menuju jendela. Mengulurkan tangan untuk menyibak tirai cokelat yang memiliki corak garis hitam di tengahnya. Entah mengapa, setiap kali hujan turun, dia pasti teringat dengan sosok gadis mungil yang hingga detik ini masih menempati hatinya.

Sedang apa gadis mungil tersebut? Mengingat perbedaan waktu di antara mereka, sepertinya kini gadisnya sedang belajar di sekolah. Ingin mengirim pesan sebab rindu, tapi dia berusaha menahannya. Dia tidak mau mengganggu waktu belajar Itreula, terlebih kini gadisnya berada di kelas akhir. Banyak hal yang perlu disiapkan.

Pikirannya menerawang ke masa di mana dia bisa melihat Itreula sebanyak yang dia mau. Meski saat itu Itreula tidak mengetahui keberadaannya, dia tetap merindukan momen tersebut. Diam-diam memperhatikan serta mengirimi amplop berisi surat dan lolipop.

Satu demi satu kepingan memori tentang apa yang pernah mereka lalui bersama terputar di benaknya. Bahkan hingga memori terburuk pun—kejadian di makam Giles kala dia menyakiti hati Itreula—juga.

Giles ... apa kabar teman kecilnya itu? Di saat seperti ini, dia tidak hanya merindukan Itreula, melainkan Giles juga. Pandangan Hilo lurus menatap langit malam yang kelam. Tidak ada satupun bintang di sana.

"Bantu gue jagain Itre, ya. Gue enggak bisa jaga Itre dari dekat, jadi gue minta tolong sama lo. Dan gue juga yakin lo pasti akan lakuin itu dengan senang hati, bukan?" Hilo bermonolog seakan Giles yang di langit mampu mendengar permintaannya.

Usai bermonolog, Hilo menutup tirai. Lebih baik dia segera tidur sebelum rasa rindu semakin menyiksanya. Hilo mengurungkan niat untuk masuk ke kamar kala netra cokelat gelapnya tidak sengaja menemukan gantungan kunci miliknya di atas meja makan. Kedua alisnya bertautan. Mengapa gantungan kuncinya bisa di sana?

Dia melangkah mendekat untuk mengambil benda kecil tersebut. Dia mengusapnya pelan. Walau berukuran sangat kecil, benda tersebut sangat berarti untuknya. Melalui gantungan kunci itulah, Itreula mengenalnya.

Ah, lagi-lagi nama gadisnya muncul memenuhi benaknya. Dia bisa gila sebab terus memikirkan Itreula. Namun, tak bisa dipungkiri kini ingatannya terlempar pada salah satu momennya bersama Itreula, tepatnya kala liburan musim panas yang pertama.

"Gimana? Enak, enggak?"

Hilo lantas mengangguk kencang dan mengacungkan jempol. "Enak pol. Makasih, Sayang. Padahal kemarin aku cuma bilang aja, lho, enggak ngode."

Itreula terkekeh. "Iya, enggak ngode. Tapi terus-terusan bilang pengin soto. Emang di sana enggak ada soto apa?"

"Enggak tahu. Waktu itu aku nanya Milky, dia malah suruh makan yang lain aja. Tapi kalaupun ada, harganya pasti mahal. Jadi, ya udahlah nunggu pulang sini aja. Di sini, mah, murmer."

"Dasar, ya udah makan lagi, gih."

Hilo menepuk sisi sampingnya yang kosong memberi kode kepada kekasihnya agar duduk di sana, tapi sayangnya Itreula tidak menangkap kode tersebut. Itreula berpikir jika Hilo sedang mengusir sesuatu yang mengganggu laki-laki tersebut, sehingga yang dilakukan Itreula malah menatap ke sekeliling.

"Tre," panggil Hilo membuat Itreula menoleh.

"Iya?"

Itreula 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang