#1

212 34 37
                                    

^Menyakitkannya^

Kisah hidup yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya, jatuh cinta tanpa kembali dicintai dan yang aku cintai adalah sahabatku sendiri. Friendzone.

Banyak rencana yang aku rangkai bersama sahabatku. Tapi karena rasa cinta yang tak bisa aku tahan, rencana itu hanya sebatas rencana.

Semua begitu cepat, mengalir bak air dari hulu kehilir. Menyakitkan, tapi ini kesalahanku. Aku tidak sepantasnya mencintai dia, seharusnya aku bersyukur bisa menjadi sahabatnya.

Dan kenyataan pahit berikutnya adalah lelaki yang aku cintai mencintai sahabat perempuanku satu-satunya. Aku seperti tak punya harapan untuk hidup tenang dan berdamai dengan keadaan di tengah mereka berdua. Selama ini mereka yang selalu ada di sisiku, dan sekarang semuanya berubah karena rasa cintaku yang tak seharusnya tumbuh. Sial sekali hidupku, merasakan jatuh cinta pada orang yang tak tepat.

"Far, maafin aku. Aku, 'gak tau kalau kamu suka sama Revan." Dia Syifa. Sahabat perempuan satu-satunya yang aku maksud. Dia terus saja meminta maaf dan menangis saat aku memasukkan semua bajuku ke dalam koper merah.

Nafasku tercekat. Aku sadar keadaan ini terjadi bukan karena Syifa. Tapi tetap saja semuanya terasa menyakitkan ketika aku harus melihat wajahnya, aku terlalu iri padanya. Dia selalu bisa mendapatkan apa yang dia mau dengan sangat mudah. Sedangkan aku? Berjuang jungkir balik saja hanya mendapatkan sakit hati.

Syifa menutup koperku saat aku hendak memasukan beberapa baju kedalamnya. Dia benar-benar ingin menahanku agar tidak pergi dari rumah ini.

"Jangan nekat kayak gini, Far. Semuanya bisa dibicarain baik-baik!" sentak Syifa.

Aku jengah dengan duniaku, semuanya selalu terasa hambar, semuanya selalu tampak mengecewakan.

"Syifa, gue tau ini bukan salah lo! Gue tau ini salah gue, gak seharusnya gue naruh hati buat Revan! So, biarin gue pergi dari hidup kalian, gue gak bisa kalo tiap hari harus kepanasan gara-gara liat kalian berdua!" Aku balas membentak Syifa.

"Kalo kamu mau pergi, setidaknya izinin aku sama Revan tau kamu pergi kemana. Jangan biarin persahabatan kita hancur cuma gara-gara masalah sepele ini." Syifa berucap dengan nada yang lebih terdengar seperti sebuah permohonan. Permohonan yang membuatku menatapnya dengan tatapan muak.

"Sepele?" tanyaku, "semua ini sepele menurut lo, tapi nggak buat gue. Gue ngaku salah karena gue mengungkapin perasaan gue ke Revan yang seharusnya gak ada, dan gue kecewa sama diri gue sendiri. Harusnya gue sadar diri sejak lama, gue gak pantes sahabatan sama kalian, gue hanya gangguin kehidupan kalian yang sebelumnya sangat damai. Revan benar, gue hanya benalu bagi kedekatan kalian. Jadi biarin gue pergi."

"Gak, kamu, 'gak boleh pergi kemana-mana." Syifa menutup pintu kamarku yang terbuka, lalu dia berdiri sambil merentangkan tangannya di sana. Persis seperti anak kecil yang melarang ibunya untuk bekerja.

"Ayolah, Syif. Kita bukan anak kecil lagi. Biarin gue mulai lagi hidup gue dengan tenang, gue yakin kalian bisa bahagia seperti dulu tanpa adanya gue." Aku berucap apa adanya.

Perkataan Revan terus saja terngiang-ngiang di kepalaku, dan aku takan pernah melupakan tamparan dia di pipi kananku saat aku mengatakan aku mencintainya. Seburuk apa diriku sebenarnya, sampai-sampai aku tidak berhak mengatakan bahwa aku jatuh cinta pada Revan?

Syafara >Completed<Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum