#2

144 24 25
                                    

^Cahaya Baru^

Kehidupan terus berjalan meskipun kita tidak menginginkannya. Hari-hariku terus belalu dengan begitu monoton, hitam putih, dan sangat memuakkan. Aku ingin kembali ke Indonesia, tapi mengingat nama Indonesia saja sudah membuatku merasakan perihnya luka itu. Terlalu banyak kenangan buruk di sana yang membuat aku merasa lebih baik hidup di sini, ya ... meskipun sangat membosankan.

Setiap hari aku hanya sekolah, pulang ke apartment, pergi mencari makanan, pulang lagi, tidur, bangun, dan begitu seterusnya. Tak ada acara belajar bersama di rumah teman, semuanya seperti individuals di sini.

Spesial untuk hari ini, tepat tanggal 5 November, aku ingin merayakan ulang tahunku di rumah makan samping apartment-ku, sendirian. Aku akan membuat video acara ulang tahunku, dan mengirimkannya pada ayah dan ibuku. Meskipun mereka tidak bisa kemari karena banyak urusan, aku tetap bersyukur, karena setidaknya ayah dan ibu mengirimkan kado ulang tahunnya untukku.

Huh, aku masih ingat dengan ulang tahunku di tahun lalu, saat ayah dan ibu mengirimkanku banyak kado ulang tahun dan aku membukanya bersama Revan dan Syifa. Apa kabar mereka sekarang? Apa mereka masih mengingatku?

Aku memencet tombol pemesan makanan, aku memesan hampir semua makanan di sini jika saja aku tak ingat bahwa uangku terbatas. Aku lupa membawa ATM-ku, dan aku sengaja meninggalkan ponselku di apartment. Aku hanya membawa kamera dan tripod untuk membuat video, semoga wajah datarku tidak membuat orang-orang tertawa ketika melihat aku membuat video dengan ekspresi seperti ini.

Aku duduk di meja pojok, mengatur tinggi tripod-ku dan mengatur fokus kameraku.

Seorang pelayan membereskan makanan yang aku pesan di mejaku, setelah selesai dia menunduk lalu lenyap dari pandanganku.

Aku tersenyum dengan kaku ke arah kamera sebelum aku meniup lilin di kueh ulang tahunku.

"Make your wish," ucap seseorang membuat aku tidak jadi meniup lilin.

Aku mengernyit, baru kali ini ada orang yang menyuruhku melakukan doa sebelum meniup lilin, dan anehnya aku tidak mengenal dia.

"Gue boleh duduk di samping lo?" tanya pria asing itu padaku.

Aku merasa heran, untuk pertama kalinya aku menemukan orang 'so kenal seperti ini, dan apa? Dia berbahasa Indonesia! Fiks, memang hanya orang Indonesia yang cepat akrab dengan orang asing.

"Lo, gak kenal gue, Far? Gue tetangga lo di Indonesia, rumah gue di samping rumah lo. Ehmmm, gue Reza, orang yang sering jailin pak Deni tiap malam." Lelaki itu membuat aku semakin mengerutkan dahiku karena heran.

"Apa kamu cowo yang sering pak Deni teriakkan dengan nama 'Ardi'? Reza dan Ardi adalah kamu?" tanyaku mulai ingat dengan lelaki yang sering mengusili pak Deni, tapi tampilannya berbeda, dan itu membuat aku tidak mengenalinya.

"Ya, nama lengkap gue Reza Ardiansyah, panggil aja gue Reza. Lo beneran Fara, 'kan?"

Aku mengangguk dengan kaku menanggapi pertanyaan Reza, aku tidak menyangka akan bertemu dengan tetanggaku di kampung dulu.

"Sebelum gue berangkat ke sini beberapa hari yang lalu, gue sempat melihat Revan masuk ke rumah lo, kayaknya datang buat ketemu pak Deni." Ucapan Reza membuat pikiranku bercabang, banyak pertanyaan yang muncul di otakku saat ini.

Syafara >Completed<Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang