#22

56 10 0
                                    

^Akbar^

Suara itu ....

"Eh, Akbar. Yuk sini masuk, kebetulan ada pacar Reza di dalam."

Aku mematung di tempatku, apa yang harus aku lakukan?

"Far, kamu kenapa?" tanya Reza yang membuatku terlonjak kaget.

"Kok wajah kamu pucet? Kamu masuk angin?"

Aku panik dan gelagapan sendiri, bingung harus melakukan apa jika wajah Akbar benar-benar berhadapan dengaku.

"Reza! Ini ada Akbar!" teriak mama Reza. Reza menatapku dengan tatapan tajam, sampai-sampai matanya seperti ingin keluar.

"Aku belum siap liat wajah dia, aku masih takut, Za," rengekku membuat Reza menyugar rambutnya ke belakang.

Reza memejamkan matanya sebentar, lalu memegang tanganku dengan lembut.

"Kamu pasti bisa, Far. Hadapi dia di depan mamaku dan bersikap lah seakan tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita dengan dia, aku mohon. Karena mau bagaimana pun kamu menghindarinya, dia juga tetep sepupu aku, dan kamu pasti tetep bakal ketemu sama dia." Reza menasihatiku dengan kedua tangannya menggenggam tanganku. "Kita hadapi sama-sama, oke?"

"Kamu emang belum kasih tau mama kamu tentang kejadian tiga tahun lalu?" Reza menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Aku cuma gak mau liat mama syok karena keponakan tercintanya berbuat ulah, aku cuma mau menjaga keakraban keluarga besar mama, Far. Kamu ngerti, 'kan?"

Aku menghela nafas mendengar perkataan Reza.

"Kamu yakin dia gak akan kayak dulu lagi?" tanyaku pada Reza.

"Buktinya selama tiga tahun ini dia bener-bener gak ganggu kehidupan kita, Far."

"Kenapa kalian malah dia di sini? Mama panggil dari tadi gak ada yang nyaut." Mama Reza tiba-tiba datang dengan keresek putih di tangan kirinya. "Itu ada Akbar di depan, kalian temenin dulu, gih."

Aku tersenyum kikuk sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal sama sekali.

"Kamu pasti belum pernah ketemu keponakan Tante, 'kan? Dia gak kalah ganteng sama Reza, lho," ucap mama Reza dengan bangganya.

Aku ingin sekali berkata bahwa Akbar lah yang membuat aku kembali trauma tiga tahun lalu.

"Ayok temenin dia, jangan malah diem-dieman di sini," kata mama Reza sebelum melangkahkan kakinya menuju dapur.

Aku menghadap ke arah Reza, lalu menatap mata dia dengan tatapan memohon.

"Ada aku, kamu pasti bisa."

Setelah menghela nafas berat, akhirnya aku dan Reza berjalan perlahan menuju ruang tamu.

"Ka, mmm apa kabar?" tanya Akbar kikuk.

Aku memeluk tangan Reza dengan erat.

"Maafin aku, Kak," lirih Akbar sambil menunduk menatap sepatu hitam yang ia kenakan.

"Aku hanya membantu seseorang untuk mendapatkan maaf Kakak, aku ... aku tau kalo aku salah. Tapi, dia memintaku melakukan itu, Kak. Maafin ak-"

"Dia siapa?" tanya Reza memotong penjelasan Akbar.

"Revan," jawab Akbar lesu, dia semakin menunduk dengan kedua tangan yang meremas hoody mocca yang ia kenakan.

Aku meremas tangan Reza kuat-kuat. Kenyataan apa lagi ini?

Air mataku lolos begitu saja ketika mengingat tamparan Revan lima tahun lalu.

"Setelah tiga tahun yang lalu kamu bikin trauma aku kembali, kenapa baru sekarang kamu jelasin semuanya?" tanyaku dengan dada yang sudah sesak.

Syafara >Completed<Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt