Dua puluh satu

43 3 0
                                    

         

                       Selamat membaca

                                  ~~~



Kakiku yang baru saja melangkah menuju pintu kamar terpaksa terhenti. Suara Lady Gaga menyanyikan lagu yang berjudul shallow mengalun merdu melalui gawai milikku yang terletak di atas meja rias. Kedua alisku tertaut melihat nomor yang tak dikenal muncul di layar.

"Biarin ajalah. Gak kenal ini." Aku menggedikkan bahuku acuh lalu kembali meletakkan gawaiku ke atas meja. Cermin berukuran besar yang terletak di depan meja rias mengundangku untuk merapikan penampilan yang sedikit terlihat kurang rapi. Namun, entah kenapa layar yang tak berhenti menyala membuatku penasaran. Cahaya yang berkedip kedip seakan mengundangku untuk menekan tombol berwarna hijau.

"Ya sudahlah angkat aja, Vin! Kau cukup diam. Jangan bersuara sebelum kau tahu pasti siapa yang menelpon mu !"

Salah satu sisi diriku memberi peringatan sebelum aku menekan tombol berwarna hijau. Sejak kabur dari rumah, aku memang tidak pernah mau menjawab panggilan dari nomor yang tak dikenal. Hal itu kulakukan sebagai bentuk antisipasi kalau - kalau yang menghubungiku adalah Daddy.

"Halo..."

Diam. Seperti tekadku di awal sebelum menekan tombol berwarna hijau tadi, aku hanya menatap layar yang memunculkan deretan angka  itu tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

"Halo. Miss ?"

Aku bernafas lega. Meski aku belum tahu siapa orang yang sedang menghubungiku tapi kata Miss yang diucapkannya membuatku yakin bahwa orang itu bukan kerabat dekatku melainkan seseorang yang berkaitan dengan pekerjaan baruku di SD Mutiara.

"Vin? Miss Vina ?"

Entah kenapa aku merasakan sebuah kecemasan dari nada bicara seseorang di sebrang sana. Hal itu mungkin saja terjadi karena dalam hitungan beberapa detik aku tak kunjung bersuara.

"Ya..." sahutku dengan suara pelan.

"Akhirnya. Kirain kamu kenapa - napa. Kamu baik - baik aja kan, Vin ?" Keningku mengernyit bingung. Aku sama sekali tidak mengerti mengapa orang itu bereaksi seperti ini. Reaksi yang menurutku sedikit berlebihan. Meski samar, aku mendengar orang itu tadi menghela nafas lega.

"Sory... Sebelumnya ini siapa ya ?"

"Astaga, jadi kamu gak kenal suara aku ?" tanya orang itu terdengar syok. Entah kenapa semakin banyak orang itu berbicara aku merasa aku pernah mendengar suara ini tapi entah di mana.

"Ini Dean, Vin. Ya ampun masa kamu gak tau ?"

"Dean ? Who are you ? Maaf ya Pak, saya benar - benar gak ngerasa kenal dengan anda. Seingat saya sepertinya saya gak punya teman atau kenalan yang namanya Dean." Sok akrab amat sih ini orang. Kenal juga kagak.

Tawa yang pecah di sebrang sana membuat keningku berlipat - lipat membentuk kerutan.

"Ini saya, Papinya Randy, Vin. Gimana kamu pasti kenal kan ? Pasti kenallah ya kan? Masa Mami gak kenal sama Papi ?" tanyanya dengan nada jahil dan memberikan penekanan di bagian akhir kalimat. Bisa kupastikan pria itu sekarang pasti menyunggingkan senyum mencemooh seperti yang pernah ia tunjukkan padaku sebelumnya. Entah kenapa membayangkan hal itu membuatku semakin bertambah kesal saja.

"Oouh maaf Pak. Lagian kita gak seakrab itu jadi wajarlah saya gak hapal sama suara Bapak. Maaf nih ya Pak, tau nama Bapak aja baru hari ini."

Entah kenapa berbicara dengan pria ini selalu membuatku sewot. Nada bicaraku tidak bisa santai sama sekali.

Pariban "Aishite Imasu" ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang