Tiga puluh

52 3 0
                                    

Setengah jam telah berlalu. Vina yang masih berada di dalam kamar mulai bergerak gelisah. Berjalan mondar - mandir untuk mengurangi rasa tidak nyaman menunggu dalam ketidak pastian. Ia tak tahu apa yang terjadi setelah ia masuk ke dalam kamar sementara Asni membukakan pintu untuk seseorang yang mengetuk dengan tak sabaran di luar sana.

Melalui pendengaran yang sudah ia usahakan setajam mungkin ia hanya berhasil mendengar kata 'kok Bapak?' itu pun hanya terdengar samar - samar. Setelahnya ia hanya mendengar suara pintu berdecit pertanda pintu kembali ditutup.

Tadinya ia berpikir dalam hitungan menit Asni pasti akan datang menemuinya di dalam kamar. Melayangkan tatapan menyelidik padanya lalu menyerangnya dengan berbagai pertanyaan untuk menuntaskan segala rasa penasaran yang menggerogotinya. Seperti yang biasa dilakukan sahabatnya itu setiap kali ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Namun, ternyata dugaannya meleset jauh. Hingga beberapa menit berlalu, Asni tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Tidak hanya itu. Dara cantik berdarah Batak itu bahkan sama sekali tidak mendengar suara dari luar kamar yang menunjukkan bahwa Asni sudah kembali ke dalam rumah dan melanjutkan aktivitasnya.

"Asni kemana sih? Kok gak nongol juga?" Vina menggerutu kesal sembari menatap pintu kamar yang tak kunjung terbuka.

Rasa penasaran membuatnya tidak dapat duduk tenang. Hati kecilnya memaksa dirinya untuk segera keluar dari kamar. Hal itu jugalah yang mendorongnya untuk melangkahkan kakinya menuju pintu kamar. Akan tetapi hingga beberapa saat berlalu gadis itu hanya berdiri di depan pintu tanpa melakukan apapun. Ada rasa ragu yang tiba - tiba menyelusup ke dalam hatinya sesaat tangannya mulai terulur menggenggam handel pintu.

"Buka? Enggak? Buka? Enggak?" Berulangkali Vina hanya memaju mundurkan tangannya di depan gagang pintu.

"Gimana kalau orang itu ada di luar?" Tangannya yang sudah terulur dan hampir menggenggam handel pintu kembali ia tarik kala pertanyaan itu melintas di otaknya. Membuatnya kembali meragu.

"Ah bodo amatlah. Buka dikit aja gak bakal ketahuan kan ya?" Gadis itu berperang dengan dirinya sendiri. Satu sisi ia mantap membuka pintu tersebut tanpa peduli apa yang akan ia temui di luar kamar tersebut. Namun, di sisi lain ada dorongan dalam dirinya untuk menolak melakukan hal tersebut.

"Ya, buka dikit aja gak papa."  Dengan ragu ia menyentuh gagang pintu kemudian menekannya perlahan agar tidak menimbulkan suara berisik. Dengan perlahan ia membuka pintu tersebut. Setelah terbuka sedikit ia menjulurkan kepalanya untuk mengintip keluar. Memastikan situasi di luar kamar.

"Aman." Vina tersenyum lega karena ia tidak menemukan orang itu di depan kamar.

"Sepi banget. Di mana Asni?" Suasana rumah yang begitu sepi membuatnya kembali bertanya - tanya. Dan untuk menuntaskan rasa penasarannya, Vina mengayunkan langkahnya keluar dari kamar menuju dapur dan kamar mandi untuk mencari keberadaan Asni.

"Kemana sih itu anak? Di dapur gak ada. Di kamar mandi juga gak ada." Bibirnya terus menggerutu seiring dengan langkah kakinya yang terus bergerak ke arah ruang tamu.

"Eh?" Vina yang baru saja tiba di ruang tamu dan hendak keluar rumah untuk mencari Asni terpaksa berhenti kala manik miliknya menangkap sesuatu yang mengusik pandangannya.

"Kok ada buket di sini? Perasaan tadi gak ada deh. Punya siapa ya?"

Vina menundukkan badannya, mengambil buket yang berisi bunga tersebut lalu kembali berdiri.

"Bunga cantik gini kok digeletakin gitu aja sih? Gak tau apa ini bunga mahal?"

Vina sangat menyayangkan tindakan orang yang telah dengan gampangnya meletakkan buket yang berisi bunga tulip berwarna putih itu begitu saja di atas karpet. Sebagai salah satu penggemar bunga yang berasal dari negara kincir angin itu membuatnya mengetahui bahwa harga bunga tersebut tidaklah murah.

Pariban "Aishite Imasu" ( TAMAT )Where stories live. Discover now