"Eh baru pada datang, pada lulus ini pasti, selamat ya," ucap Intania. Mereka bertiga tersenyum lalu mencium tangan Intania.

"Lulus jalur kancing Nek." Balas Epot lalu menyengir.

"Epot doang yang gitu Nek." Ralat Kale yang mendapatkan persetujuan dari Jawa.

"Sebentar," ucap Intania. Kale duduk di dekat Bule dan memperhatikan anak itu begitupun yang lainnya.

Yang pertama Kale lihat yaitu wajah Bule yang baru dilepas perbannya sedangkan kedua temanya melihat bunga besar yang di simpan di dekat nakas. "Gila gede banget ni," ucap Epot.

"Happy gradution Jeff Geoff Graham." Ucap Jawa membaca tulisan yang tertera di bunga.

"Ini," ucap Intania seraya memberikan mereka bertiga buket bunga yang terbuat dari plastik sangat indah sekali.

Jelas mereka menerimanya. "Waduh cantik banget ni bunga kaya Nenek." Puji Epot.

"Cantikan Nenek kali," imbuh Jawa membuat Intania tersenyum manis.

"Dalam rangka hari kelulusan kalian dan...." Intania melihat sedih kearah cucunya. "Ule."

"Syukur pas tadi keluarganya kesini perbannya boleh dibuka jadi Maminya boleh lihat muka Ule, itu bunga juga dari Maminya, kalau Bule sadar anak ini pasti girang banget dikasih sedikit perhatian Maminya sendiri," ucap Intania. Susana jadi melow.

Kale memberikan tempat duduk agar Nenek dapat berbicara sambil duduk. "Nenek tahu Ule pasti kangen banget sama perhatian kecil dari orang tuanya, dia dari kecil sudah didewasakan oleh luka hingga sekarang," kemudian Nenek memperhatikan teman-teman Bule. "Dulu sebelum ada kalian anak ini nggak seceria kemarin-kemarin dia lebih nutup diri dan bener-bener tempramental," lanjutnya mengingat masa-masa itu.

Yang mendengar itu ikut merasakan sedihnya, dulu bisa berbaur dan dekat dengan Bule adalah fase tersulit mereka. Harus sabar dan tahan banting, mungkin begitu kira-kira. "Kelulusan SMP-nya dulu cuma Nenek yang datang, dia sedih disaat harusnya bahagia, makannya Nenek berayukur banget Ule dipertemukan sama kalian, senakal-nakalnya Ule Nenek berharap dia bisa sukses dan cari bahagianya sendiri, Nenek nggak tahu bakalan gimana dia kalau nggak ada Nenek." Air mata Intania jatuh saat mengatakan itu.

Mata Jawa, Epot dan Kale berkaca-kaca mendengarnya. "Dia sebenernya baik tapi orang-orang selalu mandang dia buruk bahkan dimanfaatin, Nenek berharap bisa lihat Ule di wisuda SMA-nya sama kalian, pasti dia nggak sesedih waktu SMP tapi sayang semua nggak berjalan sesuai harapan."

"Pasti Bule sadar Nek." Ucap Epot sedih. Harusnya hari ini mereka semua gembira. Kale pindah tempat ketengah mereka berdua lalu merangkulnya.

"Selamat lulus Le." Ucap Kale membuat hati Intania sakit.

"Kita selalu yakin kalau Bule bisa sadar," lanjutnyanya dengan suara serak sambil memperhatikan Bule yang terbaring lemah itu. Jawa memalingkan wajahnya agar tak menatap Bule, sebentar lagi air matanya akan turun berbeda dengan Epot yang sudah meneteskan air mata. Percayalah takut kehilangan Bule rasanya sakit sekali.

"Dia paling kuat diantar kita bertiga Nek." Ucap Kale mengingat masa-masa dengan Bule. "Paling berani, dulu dia pernah bilang gini 'siapapun lawannya nggak akan pernah takut karena kita sama-sama makan nasi dan doyan mie' sok kuat emang ni anak," ucap Kale meniru suara Bule membuat sedih itu semakin bertambah.

"Teriakannya yang kadang bikin kita jengkel tapi hari ini kita beneran rindu sama hal yang bikin risih itu," imbuh Epot seraya mengusap air matanya.

Kale melepaskan rangkulan tersebut dan mengambil beberapa spidol di saku celananya. "Nek boleh coret-coret diperban tanggannya nggak?" tanya Kale lalu memberikan kedua temannya spidol.

KALE [END]Where stories live. Discover now