Dan, oh ya! Anya masih ingat jelas saat dirinya dan Galang berpelukan di bawah hujan laki-laki berkata 'sya' mungkin maksudnya Tapasya? terjawab sudah kecurigaan Anya ini.

"Siapa namanya?" tanya Anya.

"Tapasya, dia meninggal saat umurnya dua belas tahun, mungkin kalau dia masih hidup akan sama seperti lo," balas Ray.

Terjadi hening beberap detik, ternyata ucapan Ray berhasil membuat Anya sesedih itu, Ray tak tahu saja bahwa Anya tak hanya sedih perihal Galang tapi juga Kale. Anya bangkit dari duduknya. "Makasih ya Kak Ray, dari Galang Anya belajar perkataan Kale tentang tidak adanya orang di bumi yang sayang Anya itu bener adanya," balas Anya lalu berjalan sambil berkali-kali mengusap air mata.

Dibenak Anya yang ia pikirkan, sikap dari kedua laki-laki yang selalu menjadi sumber bahagianya, ternayata mereka juga sumber penyakit hati Anya. Hati Anya hancur berkeping-keping, dikhianati oleh kedua orang dalam waktu yang bersamaan membuat Anya takut untuk percaya kepada orang baru lagi nantinya. Kenapa semudah itu mereka mempermainkan hati Anya? apakah Anya terlalu bodoh atau mereka yang tak punya hati?

Sudah permainan yang mereka mainkan akan Anya hentikan sampai disini, cukup tahu dan belajar dewasa dengan menjauhi satu persatu. Niat Anya.

"Anya lo kenapa?" tanya Abigel panik saat Anya sudah masuk ke ruangan Ibu.

Anya memeluk Ibu dengan tangisannya. "Ibu makasih Anya izin pulang ya," kata Anya lalu melepaskan pelukan tersebut.

"Kamu kenapa Anya, dari mana kamu?" tanya Ibu yang juga khawatir. Ditanya seperti itu membuat air mata Anya kembali berlinang.

"Aku lagi ada di skenario pahit yang Tuhan tulis, tapi nggak papa besok juga sembuh Kok," balas Anya.

Sepanjang jalan Anya menangis sambil memeluk Abigel, kebetulan Abigel membawa motor. Sudah berulang kali Abigel tanya apa masalahnya tapi Anya enggan menjawab karena Anya hilang kepercayaan kepada siapapun termasuk dirinya sendiri. Padahal Abigel sangat peduli pada Anya, dari awal bertema hingga sekarang rasa peduli Abigel pada Anya bertambah.

"Teriak aja Anya supaya sedih lo sedikit berkurang," kata Abigel. Anya menggeleng.

"Nggak mau!" ucap Anya berteriak. Abigel terkekeh kecil, tak mau tapi menjawab dengan cara berteriak. Sesudahnya Anya terisak kembali, isakannya terdengar sangat sedih sekali.

"Makasih Bigel." Ucap Anya. Abigel mengangguk.

"Semoga sedihnya cepet hilang Anya." Balas Abigel membuat Anya tersenyum dengan mata sembabnya.

Ia melangkah masuk menuju rumah tuan-nya yang tak lain dan tak bukan adalah Kale. Otak Anya tengah kalang kabut, hatinya hancur, mimpinya pupus. Harapannya sudah diterkam oleh dua kenyataan pahit yang baru saja ia dengar secara bersamaan, Ingin meluapkan semua emosi tapi ia cukup payah untuk bisa mengeluarkannya. Ingin mengeluh tapi tidak punya tempat yang tepat, terkadang bercerita panjang lebar dengan orang lain hanya diperintah untuk bersabar, tidak menemukan titik terang. Kata penenang hanya lalu lalang dihati dan pikirannya, setiap langkahnya diiringi caci maki pada seseorang yang sangat ia percaya dan cintai sepenuh hati.

Untuk yang keberkian kalinya Anya menghela nafas seraya duduk di ranjangnya. "Semangat Anya." Ucapnya kepada dirinya sendiri lalu bergegas membersihkan diri.

Air yang membahasi tubuhnya turun secara bersamaan dengan air matanya, sial ucapan Kevin dan Ray terus saja terngiang-ngiang, kalau begini Anya tak akan henti menangis. Kasih alasan kenapa Anya harus selalu berpikir positif sedangkan kedua laki-laki itu sikapnya membenarkan apa yang Ray dan Kevin katakan.

"Abang Anya kok nggak keliatan?" tanya Risa saat mereka ada di meja makan. Kale mengangkat bahu tanda tak tahu.

Tadinya memang Kale akan menginap di rumah sakit tapi sayangnya Ica tengah demam jadi Kale tak tega meninggalkannya. Sekarang yang berada di RS menjaga Bule yaitu Epot dan Jawa yang ingin malam mingguan bersama Sifa.

KALE [END]Where stories live. Discover now