62. Death Note

Mulai dari awal
                                    

"Kasih aku jawaban lebih jelas." Alaia meminta, atau lebih tepatnya memerintah.

"Ka dieu." Bintang mengajak Alaia untuk berdiri di sampingnya.

Alaia memenuhi ajakan itu dan sekarang dia berposisi tepat di sebelah Bintang. Sebelum melanjutkan penjelasannya, Bintang memejamkan mata untuk mengubah irisnya menjadi normal. Salib di kening juga lenyap dari wajahnya yang tampan.

"Kalo lo bukan lahir dari keturunan dewa-dewi, berarti lo utusan." Bintang memulai. "Tapi siapapun makhluk yang lahir dari lo, dia otomatis punya darah penguasa kayak lo."

"Aishakar," gumam Alaia.

"He's more special than Atlanna." Bintang menyambar.

Alaia menambahkan, "Mereka sama di mataku. Mereka spesial."

Bintang manggut-manggut. "Yes, gue setuju. Untuk ukuran anak manusia, Atlanna termasuk kuat dan beda dari kaumnya. Gue boleh bocorin sesuatu?"

"Apa?" Mendadak Alaia tegang.

"Dia lembut, tapi berbahaya," tutur Bintang.

"Mau gue prediksiin juga soal kematian mereka? Lo pasti penjaga rahasia yang—"

"Enggak," tolak Alaia. "Aku belom siap buat tau."

"Mmm ... ngoghey." Bintang mengalah.

"Bisa ga kamu hapus kematian Langit?" Alaia setengah cemberut ketika menatap Bintang.

Cowok itu tertawa mendengar penuturan polos dari Alaia. Dia tergelak sambil mengusap perutnya yang berotot. Karena ditertawakan seperti itu, lantas Alaia menunduk lalu mengalihkan wajah ke hamparan air laut.

"Gue dewa, tugas gue ngejalanin perintah. Kalo misalnya hari ini Langit harus mati, berarti dia mati." Bintang menjelaskan dengan singkat.

Melihat Alaia menjadi sangat sedih, lantas Bintang menambahkan perkataannya. "Tapi gue bisa bantu mecahin masalah lo sama Langit yang kemungkinan besar bakal ubah prediksi kematian itu."

"Masalah apa yang kamu maksud?" heran Alaia.

"Akar masalah lo dan Langit. Kalian dilarang bersatu karena itu berpengaruh buruk sama kehidupan di laut dan darat. Lo bisa kehilangan semuanya," tutur Bintang. "Kalo lo cuma kaum mermaid biasa, mungkin bisa enggak disadarin siapa-siapa pas lo jatuh cinta sama manusia. Tapi kenyataannya lo Goddess, Al. Laut peka sama perasaan lo."

Dari sini Alaia belajar bahwa masalah tidak akan kelar dengan sendirinya, melainkan harus benar-benar dituntaskan sampai ke akarnya agar tidak timbul anak masalah. Semula Alaia yakin ia bisa dengan bebas memilih pasangannya dari bangsa manapun. Tetapi, ketetapan yang ada tak semudah itu ia abaikan.

Alaia harus lebih dewasa dalam bertanggung jawab atas apa yang ia pilih. Bahkan kini batas usia Langit tergantung pada pilihan Alaia.

"Sebenernya aku harus apa biar hubunganku dan Langit diterima alam?" Alaia nyaris putus asa bila memikirkan itu.

"Easy." Bintang berkata begitu tenang. "Lo pergi aja ke jantung laut dan bawa Langit. Renang ya, jangan pake alat bantu."

Mulut Alaia terbuka lebar. "Langit ga bisa renang terlalu jauh. Itu bahaya buat jantung dan paru-parunya."

"Bisa dong. Apa yang ga bisa dilakuin Goddess buat orang tersayangnya?" Bintang menyeringai.

Alaia bingung harus bagaimana. Dia mengusap rambut seraya buang napas berat. Dipandangnya lautan dan bulan purnama bergantian. Ia berpikir, apakah mungkin ia mampu memenuhi perkataan Bintang untuk pergi ke jantung laut bersama Langit ....

ALAÏA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang