53. Black and Pink

196K 25.3K 40.6K
                                    

53

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

53. Black and Pink

"Kamu itu bisa jadi orang tua atau nggak?!"

Suara ibunya Zen menggema di sepenjuru ruangan yang membuat Ally menoleh. Dia terpaksa mematikan ponsel padahal ia tengah asyik melihat-lihat daftar barang online yang hendak ia pesan. Sambil berdecak, Ally beranjak dari kasur.

"Anak kamu nangis! Jangan Zen terus yang urus, kamu sebagai mamanya harus paham kalo dia lebih butuh kamu!" Wanita yang bernama Jenna itu marah-marah.

"Ngapain aku urus dia lagi kalo udah ada Zen yang ngurusin? Percuma juga aku ke sana, toh ASI aku nggak keluar. Nggak bisa kasih dia susu. Biarin aja Zen yang kasih susu formula terus." Ally menyahut begitu enteng.

Jenna takjub mendengar penuturan seorang ibu tentang anaknya. Seumur-umur tak pernah Jenna berpikir seperti itu meski hidup sebagai orang tua baru memanglah berat. Beliau memincingkan mata dengan tatapan penuh rasa kecewa.

"Kalo kamu belom siap punya anak, kenapa dari awal nggak ditunda dulu?" tanya Jenna, berupaya tidak bicara sampai meledak-ledak.

"Zen yang hamilin aku. Siapa suruh nggak pake pengaman?" cetus Ally.

"Aku sempet excited nyambut anak pertamaku. Tapi setelah dipikir-pikir ... ternyata nggak seru jadi ibu muda. Seharusnya aku masih bebas main ke sana kemari, bukannya ngurusin bayi. Aku tuh nggak suka dikekang!" timpal Ally lagi.

Sekali lagi, omongan Ally benar-benar di luar nalar Jenna. Konseling pranikah memang sangat penting bagi pasangan yang berniat menempuh kehidupan baru. Zen dan Ally sudah melewati masa-masa itu, tapi sayangnya tak diterapkan dengan baik oleh Ally.

Sebagai seorang ibu sekaligus nenek untuk cucunya, hati Jenna sedih mengetahui bayi itu tak dipedulikan oleh mamanya sendiri. Kelahirannya dianggap petaka oleh Ally. Kasihan sekali dia harus lahir sebagai anak dari perempuan yang tidak punya hati.

"Bilangin Zen, ya. Aku ini bukan kena Baby Blues. Tapi emang akunya yang nggak suka sama anak itu." Ally menyetus kembali.

"Tapi Mama tenang aja, nggak usah sedih gitu mukanya. Aku tetep sayang dia, kok. Buktinya aku ngejaga dia selama sembilan bulan di kandungan. Hebat, kan? Aku sama sekali nggak pernah sakitin dia. Aku rawat dia terus bahkan pas aku sendirian karena Mama pisahin aku sama Zen!" lanjutnya.

"Jadi ... jangan salahin aku kalo sekarang aku males urusin dia. Gantian, lah! Masa aku terus. Mama harus tanggung jawab dulu pernah jahat ke aku, sampe aku terlantar di sini tanpa suami. Sampe aku disebut pelakor sama temen kampus gara-gara aku deketin suami orang." Ally menatap nyalang ibu mertuanya.

"Mama pikir aku nggak sakit hati disebut pelakor? Sakit hati banget kali! Aku terpaksa deketin suami orang karena aku udah capek banget hidup sendirian tanpa Zen. Dan sewaktu Zen balik, aku mulai suka sama suami orang itu."  Kemudian Ally memiringkan kepala seraya menatap kuku-kuku tangannya yang panjang nan cantik.

ALAÏA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang