"Sekali lagi kami berdua hanyalah korban!"

Semua anak langsung tahu bahwa Galang dalam keadaan kesal. "Terimakasih kepada yang telah mendengarkan semoga kalian tidak mudah termakan berita hoax dan saya mohon doa untuk Kak Jeff agar ia secepatnya bisa pulih kembali, saya tutup."

Galang menghela nafas saat selesai berbicara, wajah Chika langsung pucat.

Selesai berbicara Galang menghampiri Anya, ia menarik Anya yang tengah memakan mie ayam. "Galang!" Ucap Anya kesal. Mereka berdua sampai di tempat biasa. Galang mengangkat tangannya memperlihatkan platsik yang ia bawa.

"Apa isinya?" tanya Anya. Galang duduk diikuti Anya.

"Sayuran, gue mau coba makan sayuran. Gue bingung deh kemarin kak Muti maksa banget gue harus suka sayur," ucap Galang lalu membuka tempat makan.

"Iya terus?" tanya Anya.

Karena tempat makan itu ada dua jadi yang satunya Galang berikan pada Anya. "Buat lo, temenin gue makan."

"Mungkin pola hidup Galang nggak sehat jadi Kak Muti mau membiasakannya supaya sehat," kata Anya sambil membuka tempat makan tersebut. Isinya sayuran dan sedikit nasi, Anya menyukainya. "Makasih Galang."

"Emang gue kurang sehat apa?" tanya Galang.

"Hmmmm, Galang suka begadang kan?" tanya Anya. Sungguh Galang terkejut bagaimana bisa Anya tahu.

"Lo ngintip ke kamar gue?!"

"Hah? ya nggak lah!" balas Anya. "Kantung mata Galang kadang Anya perhatiin item, kaya panda."

Sebelum menjawab Galang terdiam beberapa detik, ia selama ini bergadang hanya untuk merangkum materi belajar demi Tapasya. "Lo seperhatian itu sama gue? makin mirip deh."

Seketika kegiatan mengunyah Anya terhenti saat gadis itu mendengar kata 'mirip' siapa sebenarnya?

"Mirip calon istri gue!" ralat Galang dengan senyum manisnya, ia menyadari atas kesalahan dari ucapannya. Anya tersenyum kikuk, ia rasa sepertinya Galang tengah berbohong.

Hari terus berlalu, dua hari lagi program GPR akan dilaksanakan, semuanya sibuk mempersiapkan ini dan itu. Rencana Anya sepulang sekolah akan pergi ke tempat rehab untuk mengucapkan salam perpisahan pada Ibu Ray.

"Kalau mau bareng jangan lemot!" ucap Kale pada Anya. Risa menyuruh Kale untuk mengantar Anya kesekolah karena pagi ini ia bangun kesiangan. Anya mengangguk lalu berjalan mendekati Kale.

"Lo masih ada hutang ke gue," kata Kale saat mobil itu tengah melaju.

"Apa?"

"Buah lah apa lagi!" kata Kale sedikit meninggi.

Anya menghela nafas. "Lagian Kale nggak sakit kan?"

"Tapi mulut gue udah kotor," kilah Kale.

"Tanpa Kale nggak makan lolipop itu pun mulut Kale udah kotor karena sering ngerendahin Anya!" kesal Anya. Pagi-pagi sudah memulai perdebatan saja.

Kale berdecih dengan senyum kirinya. "Yang mana? Oh soal cewek bayaran?"

"Iya!"

"Ngapain marah kalau nggak ngerasa?" tanya Kale membuat Anya langsung terdiam. Benar juga yang Kale katakan.

"Bagus deh kalau ngerasa, berarti emang itu faktanya dan nggak ada yang salah dari ucapan gue kan?" tanya Kale sambil melirik Anya yang sedang terdiam menahan kesal.

Anya menoleh pada Kale. "Bajingan!" ucap Anya lantang di telinga Kale, sontak Kale langsung melirik pada Anya yang berada di sebelahnya.

Dari tatapan Kale membuktikan kalau ia tengah mode marah. "Mau marah? emang Kale merasa bajingan? oh atau itu emang faktanya?" ucap Anya. Baik mereka sekarang sudah sama-sama pintar dalam berdebat.

KALE [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora