PROLOG

8K 592 146
                                    

Malam itu, tepat dimana penderitaanku dimulai. Penderitaan, penyesalan, kecewa, marah, sekaligus sedih yang berkepanjangan. Aku membenci kehidupan ini, dimana seharusnya aku menikmati masa-masa yang sederhana namun indah jika dibayangkan, seperti melewati hari yang panjang dibawah gulungan selimut ditemani rintikan hujan yang dan juga secangkir susu coklat panas, dilanjutkan keesokan harinya, bangun di pagi hari yang begitu cerah dan disambut oleh ribuan kicauan burung gereja dan menemani diriku pada pagi harinya untuk bersemangat dalam menjalani berbagai aktivitas.

Tetapi, itu adalah bayangan semu yang terlintas di pikiranku saja. Tidak bisa dipungkiri jika Tuhan telah mempermainkan setiap jengkal kehidupanku, aku membencinya, sungguh. Aku membenci diriku, aku membenci kehidupan ini, dan aku membenci dia.

Dia yang kusebut, telah merusak segala-galanya dalam diriku, bukan hanya kehidupanku tetapi juga fisikku. Hatiku sakit telah dibuang oleh kedua orang tuaku saat aku masih berumur 1 minggu, dan sekarang hatiku kembali tergores sangat dalam ketika pria itu kembali berusaha membuka luka di dalam hatiku, tetapi berbeda masalah.

Dulu saja aku berusaha mengikhlaskan dan mencoba menghilangkan pikiran negatifku terhadap kedua orangtua ku yang telah membuangku, itu masih bisa diobati dengan cara melupakan nya secara perlahan-lahan. Tapi untuk ini, aku sungguh tidak bisa berpikir jernih bahkan bernafas normal sekalipun, tiap harinya yang aku lewati, aku selalu berpikir "Apakah aku telah lahir, hanya untuk sebuah penderitaan saja?" . Lucu sekali jika ini hanyalah sebuah halusinasi yang tidak ada gunannya.

Kenyataannya memang begitu, terlepas dari itu semua, 1 hal yang kujaga saat ini adalah janin yang saat ini tengah terlelap didalam rahim ku. Janin yang tumbuh tidak disengaja, walaupun hal ini adalah ketidaksengajaan tetapi aku mencoba menerimanya. Janin ini adalah darah dagingku, anakku sendiri. Umurnya baru saja menginjak 3 bulan, hanya menunggu 6 bulan lagi, anakku akan lahir kedunia ini dan akan memanggilku dengan sebutan 'Mommy'. Umurku baru 16 tahun, tetapi aku sudah hamil tanpa bersuami, ck lucu sekali bukan?

Jangan tanyakan Ayahnya siapa! Dia adalah biang dari semua permasalahan ini. Jika saja saat itu aku tidak menolongnya dari gerombolan preman itu, semua ini tidak akan pernah terjadi, bahkan janin ini tidak akan ada. Tapi secuil pun aku tidak menyalahkan siapapun, biarpun pria itu bersalah juga, tetapi aku lah yang paling bersalah disini. Aku adalah wanita lemah dan butuh cinta dari orang terkasih, aku juga manusia sudah pastinya akan mengalami hal-hal sulit seperti ini.

Aku menjadi gadis kotor setelah kejadian itu, kejadian dimana pria tersebut merenggut segalanya dariku, hingga beberapa minggu kemudian jiwa kami semakin terikat seiringan dengan janin yang tumbuh dalam perutku. Karena janin inilah, kami semakin dekat, padahal aku sudah berusaha menjauh dari dirinya. Karena dia bukan tandinganku, kami berbeda kasta, status maupun derajat kami pun sangat jauh. Aku hanya seorang wanita pekerja paruh waktu sebagai pengantar susu dan menerima gaji untuk mencukupi setiap kebutuhanku, sedangkan pria yang menghamiliku saat ini berumur sangat jauh dari dariku, 21 tahun. Dia adalah seorang CEO muda dalam dunia perbisnisan yang sangat terkenal di beberapa negara asing.

Andai saja waktu bisa berputar kembali, aku ingin kembali dimana diriku sedang tersenyum dan menaiki sepeda keranjangku menikmati setiap sentuhan angin yang berpijak menyentuh kulitku, dengan setiap helai rambutku yang menari kesana kemari mengikuti tiap nada yang diciptakan oleh angin itu sendiri.

But, inilah kehidupanku sekarang, tujuan ku saat ini adalah menjadi sosok ibu yang baik untuk anakku kelak, memberikan anakku kasih sayang dan juga cinta tanpa melupakan kecupan manis setiap bayiku terbangun dari tidurnya. Mengajarkan dirinya tentang kehormatan dan juga keadilan kepada setiap manusia, dan mengajarkan dirinya arti cinta yang sesungguhnya.

Jeon Jungsoo, pria yang menghamiliku saat itu, aku tahu selama 3 bulan ini dia berusaha meminta maaf kepadaku dan akan mempertanggung jawabkan kesalahan yang ia ciptakan ini. Jujur saja, aku sudah memaafkannya, tapi untuk menerimanya sebagai sebagian dalam hidupku, aku masih sedikit tidak percaya dan ragu tentunya. Ini bukan perkara hal yang sulit ditentukan, Jeon Jungsoo adalah Ayah biologis dari bayi yang ku kandung, jadi tidak ada salahnya untuk memaafkan dirinya, walaupun hatiku masih sangat terluka.

MY TIMEWhere stories live. Discover now