42. Ego yang tinggi

706 121 2
                                    

"Sudah tidak memakai tongkat sialan itu? Padahal orang tidak berguna sepertimu sangat cocok memakainya"

Gerdi menatap tajam Hasan yang berdiri dihadapannya, tadinya ia hanya berniat memeriksa Felma yang terlalu lama di kamar mandi, takutnya ia membutuhkan sesuatu. Sayangnya ia tidak tau sejak kapan ayah angkatnya itu datang.

Hasan Danuar berdecak malas "Kau begitu sombong hanya karena bisa berdiri, kenapa? Melupakan bahwa kau hanya orang cacat yang pernah lumpuh " Tatapan hasan memeriksa dari atas hingga kebawah , merehmehkan "Sampai kapanpun kakimu itu tidak akan pernah normal, aku yakin tak lama lagi kau hanya akan duduk di kursi roda lagi"

"Mau gue cacat ataupun enggak ini hidup gue. Gue gerdi Gardara gak pernah nyesel berjuang main basket, entah sekarang atau nanti" ucap Gerdi lantang. Untuk pertama kalinya ia bisa merasa bangga akan hal yang ia selalu sesali, ternyata begini rasanya bebas dari kegelisahan yang selalu membelenggunya.

Prok prok prok

Tepukan tangan Hasan menggema di ruangan itu, tapi wajah main main yang selalu meremehkan Gerdi hilang. Digantikan wajah dingin dengan pandangan menusuk.

"Merasa bangga?! Kau merasa bangga hanya karena bermain main dengan bola bodoh sialan itu HAH?!" teriak Hasan ganas.

BRAKKK

Vas bunga dilemparkan Hasan sekuat tenaga hampir mengenai Gerdi, untungnya Vas itu meleset hingga menabrak dinding di belakangnya.

"apa masalahnya gue suka basket, ini bukan urusan lo" ucap Gerdi menantang, tidak perduli akan Hasan yang hampir saja mencelakainya.

Tangan Hasan gemetar, ia juga shock akan lengannya yang terasa lepas kendali tiba tiba. Hasan mengepalkan tangannya, menetralkan emosinya supaya tetap terkendali.

Mendengus kasar Hasan merapihkan lengan jas nya "Tidak berguna bukan jika kau bertanya padaku"

Sudah terbiasa akan segala ucapan Hasan yang menurut Gerdi tidak dimengerti, ia tidak ingin berkonflik terlalu jauh. Gerdi takut Felma benar benar melihat kondisi keluarganya yang hancur berantakan seperti ini. Ia memilih langsung untuk menaiki tangga supaya mengakhiri segalanya.

Sebelum menginjak tangga pertama suara Hasan sudah membuat Gerdi naik pitam lagi "Lebih baik kau tanyakan pada ayah bodohmu yang sudah mati. Benar benar orang yang menjengkelkan"

Jika ayahnya sudah terseret oleh pembicaraan Hasan, Gerdi seakan akan langsung kehilangan rasionalitasnya. Berlari ke arah Hasan, Gerdi langsung meninju wajah Hasan sekuat tenaga.

Gerdi terengah engah menahan emosi yang terasa semakin mendidih, jika dia bisa dia benar benar ingin meninju dan menendang Hasan hingga dia babak belur.

"Jangan pernah sekali kali lagi lo bangsat ngomongin soal bokap gue. Lo cuman orang yang gak tau apa apa soal keluarga gue! Lo bahkan gak tau apa apa soal gue dan bokap gue."

Gerdi menunjuk Hasan yang sudah tersungkur "Lo cuman orang gak tau malu yang nikahin nyokap gue. Cih, gak ada yang mau lagi sama lo sampe sampe lo nikahin orang yang suaminya bahkan baru dikubur. Punya otak gak lo"

Hasan memegangi pipinya yang terasa ngilu ditonjok Gerdi, mendengar cacian itu Hasan langsung berdiri dari duduknya membalas meninju Gerdi "Lebih baik kau pastikan kenapa ayahmu mati, aku ingin tau bagaimana orang punya otak sepertimu menggunakan otaknya" ucap Hasan penuh penekanan.

Tinju hasan benar benar kuat hingga membuat Gerdi mundur beberapa langkah bahkan tersungkur, merasakan sakit berdenyut denyut di pipinya Gerdi refleks memandangi hasan yang menatapnya tajam. Baru kali ini dia dan hasan benar benar bertukar pukulan.

Kapten Cacat Vs Ratu KreditTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang