🦋🦋🦋

"Sss.." Zefanya meringis, kepalanya sangat sakit. Keningnya mengerut saat menyadari ia berada di uks.

"Udah sadar?"

Zefanya merasa familiar dengan suara itu. Ia pun memalingkan wajahnya mencari sumber suara. Disampingnya ada Alfarel yang menatapnya khawatir.

Eh tunggu... tadi Alfarel menatapnya apa? Khawatir? Dia gak salah liat kan? Apa matanya jadi bermasalah setelah kena bola basket tadi? Tapikan yang kena kepalanya, bukan matanya.

"Mana mungkin dia khawatir sama gue. Eh, tapi bisa aja dia udah mulai suka sama gue. Tapi masa sih, secepat ini? Gak mungkin deh," batin Zefanya.

"Ada yang sakit?"

Zefanya hanya menggeleng sebagai jawaban. Padahal kepalanya sangatlah pusing. Tapi ia menutupinya. Ia hanya tak ingin di cap sebagai cewek lemah. Demi apa pun ia sangat benci jika ada orang yang menganggapnya lemah apalagi sampai dikasihani.

"Lo belum makan kan? Pantes aja kena bola langsung pingsan."

"Kalau punya penyakit maag itu gak boleh telat makan," lanjut Alfarel
menasihati.

"Iya."

"Yaudah, sini gue suapin." Di tangan Alfarel sudah ada sepiring nasi goreng yang sempat ia beli dari kantin untuk Zefanya.

"Eits, gak ada penolakan!" lanjutnya saat melihat Zefanya ingin protes.

“Gue gak laper,” tolak Zefanya. Sekarang ini ia sedang tak nafsu makan.

“Mau gue suapin pakai tangan apa mulut hmm?” Alfarel menatap mata Zefanya intens. Ia sama sekali tak suka dibantah. Zefanya tidak tahu seberapa paniknya dia saat melihat gadis itu pingsan akibat terkena bola basket. Ia bahkan meninggalkan permainan hanya untuk menjaga Zefanya yang terbaring di ranjang UKS.

Alfarel bisa saja tak peduli dengan itu, akan tetapi hatinya menggerakkannya untuk selalu berasa di dekat Zefanya. Ia juga bingung dengan dirinya sendiri. Tapi satu hal yang Alfarel tahu, ia tak boleh terjebak dalam permainanya sendiri.

Zefanya melebarkan matanya, ia langsung menjambak rambut Alfarel. “Sinting!” maki Zefanya.

Bukannya marah, Alfarel malah terkekeh pelan. Ia mengusap rambut Zefanya lembut supaya gadis itu melepaskan jambakan tangannya pada rambutnya.

“Zefanya,” ucapnya lembut.

“Apa?” tanya Zefanya ketus. Ia masih menjambak rambut Alfarel.

“Lepas sayang,” bujuk Alfarel. Ia meringis pelan ketika Zefanya menguatkan jambakannya.

“Enggak!”

“Lepas, kalau enggak—“

“Apa?” potong Zefanya cepat.

“Gue cium lo sampe kehabisan nafas!” ancam Alfarel, ia tersenyum miring.

“Gila!” Zefanya langsung melepaskan jambakannya pada rambut Alfarel.

Alfarel terkekeh pelan. “Makan ya?” bujuknya pada Zefanya.

“Ayo buka mukut lo, gak ada penolakan!” tegas Alfarel.

Love GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang