#10 Unexpected

12.2K 866 11
                                    

Merasa perlawanannya tidak berarti, Vanta mencoba untuk berteriak mencari pertolongan. Pria itu terus menarik tangannya hingga ia bisa merasakan nyeri yang teramat pada pergelangannya.

Dewi keberuntungan berpihak padanya kali ini. Ia melihat sorotan lampu mobil mengarah kepada mereka. Pria yang tadi mencekal tangannya mengangkat sebelah tangan untuk menutupi wajahnya dari sinar lampu mobil yang menyilaukan mata. Lebih merasa beruntung lagi, mobil itu berhenti di dekat mereka. Dan si pengendara keluar dari mobil berwarna merah terang.

"Lepasin tangan lo atau lo bakal berurusan sama gue," gertak cowok itu—yang ternyata adalah Alvin—seraya mencengkram kerah baju pria yang mencekal tangan Vanta.

"Si-siapa lo?! Gue cuma mau anterin dia pulang kok, maksud gue baik," ujar pria itu terbata.

Vanta agak terperangah ketika mendapati orang yang menolongnya ternyata Alvin. Sebenarnya Tuhan mengirimkan penyelamat untuknya atau malah akan memasukkannya ke kandang buaya?

"Oh, makasih atas kebaikannya. Tapi gue yang bakal anter dia pulang. Gue cowoknya, jadi jangan ganggu dia. Cepet lepasin tangan lo!"

'WHAT?

Cowok gue maksudnya?'

Vanta melongo, speechless.

'Ih, nggak sudi! Tapi bodo amat deh, yang penting selamat dulu.'

Batin Vanta lagi.

Pria itu langsung melepaskan cekalannya, refleks Alvin juga melepaskan cengkraman pada kerah baju pria itu dengan sentakkan. Dan terdengar umpatan keluar dari pria mesum tadi saat dia hendak pergi dengan motornya. "Cih, brengsek! Ada cowoknya!"

"Ngapain lo malam-malam begini?" tanya Alvin mengagetkan Vanta.

Yang ditanya kontan menoleh. "Lo sendiri ngapain?" Dia balik bertanya, lalu memegang pergelangan tangannya yang terasa sakit bekas cengkraman pria tadi.

"Bukan urusan lo."

"Ya udah, nggak usah tau urusan gue juga!" ketus Vanta tidak mau kalah.

Alvin berdecak. "Ni anak, udah ditolongin, bukannya bilang makasih."

"Terima kasih." Vanta segera kembali berjalan. Malas lama-lama meladeni cowok itu.

Baru selangkah maju, Alvin meraih kedua pundaknya dan menariknya untuk menghadap ke arah lelaki itu. "Gue anter."

"Nggak, nggak usah. Sama orang yang tadi aja gue ngeri, apa lagi sama lo yang jelas-jelas neror gue terus?" Kalimat Vanta yang terus terang membuat Alvin mengangkat alisnya. Terdapat tawa pada sepasang sorot matanya.

"Udah malem, ntar kalo lo dicegat sama orang nggak jelas kayak tadi lagi gimana? Jangan harap gue bisa nolongin lo lagi."

'Siapa juga yang ngarep dia tolongin?!'

Namun, Vanta tetap memikirkan ulang tawaran cowok itu. Ia menggigit bibir bawahnya. Ketika ingin memutuskan untuk menerima tawaran Alvin, tercium bau tembakau dari kemeja yang dikenakan Alvin. Samar-samar ia juga mencium bau lain. Sontak kedua alis Vanta menyatu.

"Bau rokok, bau alkohol." Bekerja di café membuat hidungnya lebih peka terhadap aroma yang tak asing itu.

Cowok itu mengendus singkat bajunya. "Cuma dikit kok, tenang aja."

"Lo minum?" tanya Vanta tersentak. Padahal dia nggak bermaksud nanya.

Alvin melihat sarat keraguan pada wajah cewek di depannya. "Gue nggak bakal mabuk cuma gara-gara minum sedikit doang. Ini gara-gara ketumpahan aja tadi."

LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]Where stories live. Discover now