#3 Pembalasan Berikutnya

15.7K 1K 4
                                    

Sore itu Alvin sedang melangkah menuju tempat parkir. Tidak terasa waktu berjalan cepat ketika ia mengobrol di galeri dengan teman-temannya. Tiba-tiba sudut matanya menangkap hal yang menarik perhatiannya. Seorang perempuan berada di parkiran motor─menaiki motor berwarna biru─telah siap menancapkan gas. Segera terbesit ide di kepala Alvin. Kedua sudut bibirnya terangkat. Setelah sosok yang dipandanginya menjauh, ia meneruskan langkah dan masuk ke dalam mobil.

***

Keesokan harinya Vanta ke kampus seperti biasa. Jessi tidak ada kelas hari ini, jadi ia tidak datang ke kampus. Dengan terpaksa ia menapakkan kaki ke kantin sendirian. Sepi, bosan kalau tidak ada Jessi, karena itu artinya tidak ada yang menemaninya makan siang. Ia menghela napas sambil membuka kotak makanannya. Tiba-tiba ia berinisiatif menelepon Nathan, mereka sudah bertukar kontak waktu Vanta menolongnya.

"Halo, Nath, lo ngampus nggak? ... Lagi di mana? ... Ke sini donggg. Gue di kantin, nggak ada Jessi... Oke, gue tunggu."

Tidak lama kemudian Nathan memasuki area kantin, mengambil tempat duduk berhadapan dengan Vanta setengah terengah.

"Kenapa Nath?"

"Capek jalan ke kantin."

Vanta hanya mengerutkan kening menahan tawa. Memandangi cowok gempal yang bercucuran keringat. Akhirnya ia bertanya, "Lo udah makan?" Sebelum menyendokkan nasi ke dalam mulut.

"Belom..."

"Ya udah pesen makan aja dulu, gih."

Tanpa aba-aba Nathan menghambur untuk hunting makan siang. Selang beberapa menit cowok itu kembali dengan nampan berisi semangkuk soto ayam, sepiring nasi yang menggunung, dan satu kantung kertas berisi burger ukuran besar.

Pantes ni anak gendut. Pikir Vanta.

"Banyak banget, Nath?"

"He-eh, gue laper Ta. Tadi menguras keringat banget."

Vante terkekeh. "Emang ngapain lo? Ngangkat-ngangkat barang?" tanyanya bercanda.

"Iya, tadi Alvin sama temen-temennya nyuruh gue bawain barang-barang mereka," jawab Nathan polos.

"Apa?! Mau aja lo dijadiin kacung dia lagi. Tolak, dong!"

"Mau gimana lagi...? Gue nggak berani." Nathan menekuk wajahnya.

"Jangan pasrah gitu. Lo harus berani lawan dia. Kalo nggak lo bakal diperlakukan semena-mena terus, Nath."

Lelaki gempal itu hanya diam.

Vanta melanjutkan, "Kemarin dia udah mulai terang-terangan nyatain gue sebagai enemy. Gue nggak tau apa lagi yang bakal dia lakuin, tapi gue harus bisa terima risikonya. Gue harus kuat! Lo juga lawan dong Nath, jangan cuma pasrah. Eh, apa lo dapat beasiswa juga?"

Nathan menggeleng pelan. "Gue takut di-bully, Ta. Bukan sama dia aja, tapi temen sekelas juga."

Vanta menarik napas panjang, "Susah juga, ya. Gue bakal coba nolongin lo kalo dia lagi ganggu lo."

"Jangan, ntar lo malah kena juga."

"Nggak pa-pa, udah kepalang tanggung. Tanpa nolong lo juga, gue udah jadi inceran dia."

Wajah Nathan masih terlihat muram, akhirnya Vanta memutuskan untuk mengubah topik. "Nath, lo masih ada kelas?"

"Nggak ada."

"Temenin gue yuk, cari peralatan gambar."

"Ke mana?" tanya Nathan dengan mulut penuh.

"Lo biasa beli dimana?"

LOVE LIKE LEMONADE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang