27. Kembali dibuat sakit

56.5K 6.1K 201
                                    

Sudah dua hari semenjak malam itu Mas Gibran terus-terusan menjauhiku. Tidak ada sapaan lagi, tidak ada guyonan dan tidak ada Mas Gibran yang membuat pipiku bersemu merah.

Perlakuan Mas Gibran malam itu menyisakan rasa takut hingga membuatku menjaga jarak darinya, ya meskipun Mas Gibran sudah meminta maaf. Mas Gibran juga tidur di kamar tamu, mandipun di sana, bahkan ia membawa semua keperluannya ke sana mungkin agar lebih mudah menghindariku, ia juga sama sekali tak pernah memakan masakanku selama dua hari ini, entah dimana ia makan.

Hari ini aku berniat untuk meminta maaf padanya. Meminta maaf atas semua kesalahan yang sekiranya membuatnya marah sampai menghindariku seperti ini. Sekali ini aku ingin membuang gengsiku jauh-jauh, yang penting hubunganku dengan Mas Gibran baik-baik saja.

Pagi hari sekali selepas shalat subuh aku sudah memasak makanan kesukaan Mas Gibran. Tentu saja aku tau masakan kesukaannya. Setelas selesai aku berjalan menuju kamar tempat ia tidur, mengetuk pintu pelan-pelan, tidak ada pintu yang dibuka tapi aku mendengar suara orang dari dalam sana.

"Iya, nanti siang."

"Hemm."

Entah dengan siapa Mas Gibran berbicara, sepertinya ia sedang bertelfonan dengan seseorang. Karena tidak mendengar suara Mas Gibran berbicara lagi, aku kembali mengetuk pintu kali ini lebih pelan.

Tanganku gemetaran, aku takut Mas Gibran masih marah dan melakukan hal yang tidak-tidak padaku. Perlahan pintu dibuka, tubuhku terasa mematung melihat Mas Gibran yang berdiri sambil menatapku tajam. Apakah ia masih marah?

"Sarapan udah siap."

"Aku nggak sarapan di sini."

"Kalau makan siangnya bareng gimana? Kita bisa makan ditempat makan yang sekiranya dekat sama rumah sakit." aku masih berusaha membujuk.

"Aku sibuk." ia langsung menutup pintu kamar kembali, aku menghela nafas.

"Tapi aku masak makanan kesukaan Mas Gibran lho," ucapku mencoba kembali merayunya.

Sampai menit kelima tidak ada tanda-tanda bahwa Mas Gibran akan kembali membuka pintu. Aku kembali ke dapur dengan perasaan kecewa. Pagi ini aku kembali sarapan sendiri, Mas Gibran pergipun aku tak tau, aku tahunya saat mendengar suara mobil yang perlahan menjauh dari rumah.

Selesai sarapan aku segera bersiap-siap untuk pergi kuliah.

"Muka kusut banget, uang bulanan belum ditransfer ya?" kata Kayla yang entah datang dari mana menyapaku. Aku baru turun dari motor, entah dari mana datangnya bumil satu ini.

"Nggak."

"Terus kenapa? Nggak dikasih jatah malam sama suami?" aku mendelik.

"Apasih," kataku ketus.

Kayla terkikik geli.

"Lagi ada masalah sama Pak Gibran?" ia menoel daguku.

"Ya, gitu deh." aku mengendikkan bahuku.

"Namanya juga berumah tangga, rasanya nggak sah kalau nggak punya masalah. Kalau ada masalah diomongin baik-baik." Kayla menepuk pundakku, kami berjalan meninggalkan parkiran.

"Gimana mau ngomong baik-baik, dia ngehindar," gumamku pelan.

"Ya coba aja buat minta waktu biar bisa jelasin sama dia. Kamu juga harus bisa curi-curi waktu, cari waktu pas moodnya lagi bagus."

Aku menghela nafas, wajahku tertekuk, rasanya tidak enak sekali serumah tapi sedang ada masalah begini.

"Hey, curut!!" pekik Katya berlari mengejar kami.

Sepupuku Suamiku Where stories live. Discover now