6. Rese

55.1K 7.3K 304
                                    

Komen dan vote kakak2 ❤❤


















"Mau ngapain, Mas?"

"Untuk mengkhitbahmu, Na."

Aku membulatkan mata, merasa tak percaya.

"M-maksud, Mas?"

"Aku mencintaimu, Na," ucap Mas Alan tegas tanpa ada guratan keraguan.

Aku terkekeh pelan.

"G-gimana bisa?" tanyaku dengan gugup.

"Perasaan ini muncul udah lama, tapi aku mencoba untuk menahannya karena aku nggak mau ngajak kamu pacaran dan menambah dosa."

"Selain itu aku merasa nggak pantes jadi pendampingmu, Na aku masih manusia yang berlumuran dosa."

"Dengan tujuan untuk ibadah, sekarang aku mau ngungkapin semuanya sama kamu. Aku cinta sama kamu tapi aku nggak mau ngajak kamu pacaran. Aku mau mengkhitbahmu, Na menjadikan kamu istriku."

Untuk sepersekian detik kepalaku tak bisa mencerna apa yang di maksud oleh Mas Alan.

"Kapan aku bisa datang ke rumahmu?" tanya Mas Alan.

"Mas-" ucapanku terpotong karena seseorang memanggil mereka.

"Naya!" kami menoleh, ternyata Mas Gibran.

Aku mengerjapkan mata antara harus senang dan sedih akan kehadirannya. Tapi, aku bersyukur karena aku merasa bisa menghindari percakapan Mas Alan barusan, sejujurnya aku belum siap. Mungkin dia mencintaiku, tapi bagaimana dengan aku? Bahkan hatiku masih ada pada orang yang memanggil kami barusan.

"Lagi ngapain?" tanya Mas Gibran.

Aku menatap Mas Alan yang juga tengah menatapku sembari meminta jawaban siapakah laki-laki di depanku ini.

"Ini Mas Gibran, sepupu aku. Mas Gibran ini Mas Alan, temenku."

Mereka bersalaman.

"Pacarnya Naya ya?" tanya Mas Gibran sembari menggodaku.

"Bukan, Mas. Dia temenku," ucapku.

Mas Gibran mengangguk.

"Kebetulan kamu di sini, Na. Motor kamu udah jadi, sebenarnya aku mau nganterin ke kos kamu tapi ibu ngelarang dan nyuruh kamu datang ke rumah, hitung-hitung main-main ke rumah," ucap Mas Gibran.

Apalagi ini ya Allah? Bagaimana caranya aku bisa muve on kalau keadaannya sudah begini, selalu saja ada halangan.

"Kalau urusannya udah selesai perginya bareng aku aja ya, Na."

Tatapanku kini beralih pada Mas Alan. Ia tampak menganggukkan kepala, aku hanya tersenyum tipis.

"Tapi kalau urusannya masih ada nggak apa-apa, aku tunggu di mobil aja. Kalian lanjutin aja ngobrolnya."

"Udah selesai kok, Mas," jawabku cepat.

Ini kesempatan bagiku untuk bisa menghindari pertanyaan Mas Alan.

Mas Gibran manggut-manggut.

"Mas aku pulang duluan ya, kamu nggak perlu nganter. Aku bareng Mas Gibran aja biar kamu nggak repot, apalagi kamu harus jaga ibu kan?"

"Sebenarnya aku nggak repot kok, Na," jawab Mas Alan.

Aku yang repot ngejawabnya, batinku.

"Nggak enak Mas, ngerepotin. Aku bareng Mas Gibran aja, ya."

"Ayo Mas Gibran," ucapku.

Terlebih dahulu Mas Gibran bersalaman dengan Mas Alan baru setelahnya kami pergi.

Sepupuku Suamiku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang