42. Kondangan

30.3K 3.3K 197
                                    

Hohooo kalian kangen cerita ini? Sorry lama up, ngumpulin feel dulu.

Aku mau nanya. Kalian mau cerita ini sampai berapa chapter? Jangan ngelunjak ya!!

Btw ayo spam komen. Seberapa kangennya kalian sama cerita ini? Kasih 1-100

Spam komen ya sobat pungut!!🤙🤙




















Sehabis shalat isya Naya segera siap-siap. Hari ini Gibran mengajaknya untuk pergi ke resepsi pernikahan teman kuliahnya dulu. Awalnya Naya sempat menolak untuk ikut tapi Gibran terus mendesak dan merayunya sampai akhirnya Naya luluh.

"Cantik nggak sih pakai baju ini?" monolog Naya pada dirinya sendiri.

Naya melihat pantulan dirinya di cermin, sementara Gibran sedang duduk sambil membuka ponselnya untuk mengecek pekerjaan. Begitu mendengar istrinya berbicara sendiri, Gibran menyimpan ponselnya lalu mendekati.

"Kamu cantik kok, pakai apapun selalu cantik," kata Gibran. Laki-laki itu memeluk Naya dari belakang, dagunya ia sandarkan pada bahu Naya.

"Kamu ngomong begitu cuma buat nyenengin aku," ujar Naya.

"Nggak kok. Kamu emang cantik lahir batin. Sumpah."

Naya berdehem sebagai jawaban, "Iyain aja."

"Udah siap kan? Kalau udah siap kita berangkat!" Naya mengangguk.

Naya segera menyemprotkan parfum, begitu pula dengan Gibran. Harum aroma parfum Gibran menyeruak, mengalahkan aroma parfum Naya.

"Mas jangan kebanyakan make parfumnya!"

"Kenapa?"

"Nanti tante tante luaran sana pada mau rebut posisi aku, lagi. Terus kalau kamu juga mau kan barabe, ntar malah aku yang disingkirin. Aroma parfum kamu itu mabukin, bikin jatuh cinta terus." Gibran tertawa, menurutnya Naya ini menggemaskan sekali, laki-laki itu membawa sang istri dalam dekapannya.

"Kamu ni lucu banget. Mana ada sih yang bisa gantiin posisi kamu di hati aku, jangankan sama tante tante diluaran sana ditawarin anak gadis pun aku nggak mau dan nggak tertarik. Kan udah punya istri rasa gadis, aww---" Gibran mengusap lengannya yang habis dicubit oleh Naya.

"Ngawur banget!" Naya mengambil tasnya, sekali lagi perempuan itu berkaca seraya membetulkan hijab pashmina yang ia kenakan.

"Aku tuh kalau sama kamu berasa lagi di surga dunia tau. Setiap detik, menit, jam rasanya pengen selalu kamu tau kalau aku cinta banget sama kamu. Makanya aku seneng ngungkapin rasa cinta," kata Gibran.

Pipi Naya bersemu merah, senyumnya mengembang.

"Udah deh, gombal terus."

"Halal tau gombalin istri sendiri."

"Hmm, terserah kamu deh, Mas. Jadi berangkat nggak nih? Kalau enggak biar aku ganti baju pake daster, soalnya mau tidur."

"Jadi sayang. Kamu ah, seneng banget ngancemin aku. Kalau kamu nggak jadi ikut ya aku nggak jadi bayarin belanjaan kamu." Naya membelalakkan mata.

"Jangan gitu dong, Mas, kamu kan udah janji mau bayarin belanjaan aku. Aku udah pesan banyak tau, kalau nggak kamu bayarin terus aku bayar pakai apa?"

"Pakai uang lah. Makanya kamu jangan ngancem-ngancem aku," balas Gibran tak mau kalah.

"Kalau bisa pakai suami udah aku jadiin kamu alat transaksi, Mas."

"Heh sembarangan!" balas Gibran sambil mencubit hidung Naya gemas.

Sepupuku Suamiku Where stories live. Discover now