"Sempet-sempetnya lo merhatiin hal semacam itu," balas Kale.

Ray tersenyum kecut. "Harus, karena Galang berpengaruh sama hubungan gue dan Kakaknya," balas Ray.

"Soal Haikal gimana? gue punya firasat nggak enak tentang itu, terlebih lagi Bule," kata Kale.

"Dia pasti punya rencana bales dendam, gue sama Bule bakalan nyoba buat hati-hati bantu do'a aja le, gue tau lo nggak pernah turun ke jalan tapi lo peduli sama temen-temen lo," balas Ray.

"Mereka juga keluarga gue," balas Kale.

"Ngapain lo kesini, Le?" tanya Ray.

"Nemenin cewek tadi ketemu Kevin," balas Kale.

Mata Ray langsung membulat. "Kevin Anggara Lakeswara?" tanya Ray. Kale mengangguk. "Gila, dia pake?"

"Iya, udah lama, tapi gue baru tau kemarin-kemarin," kata Kale.

Jelas Ray kenal Kevin mereka sering bertemu bila di jalan. "Lo sendiri ngapain?" tanya balik Kale.

"Nyokap gue ketergantungan obat-obatan itu juga," kata Ray jujur. "Biasanya Mutiara yang kesini tapi dia sekarang lagi sibuk ngurusin program di Gapara."

Kale terkagum-kagum pada pacar Ray, "Salut gue sama cewek lo," kata Kale membuat Ray tersenyum tipis.

"Itu yang bikin gue sayang banget sama dia, gue bejad dan keluarga gue lebih parah tapi dia nerimain semuanya bahkan dia selalu nyemangatin gue dan bikin gue ngerasa menjadi manusia pada umumnya, Mutiara emang lahir dari keluarga yang sempurna tapi dia nggak melulu mau yang sempurna," ucap Ray.

"Cewek kaya gitu nggak akan datang dua kali, perhatahin," kata Kale.

"Jelas nggak akan ada lagi, makannya walau gue sekalipun genek sama Galang tapi gue coba tahan karena mutiara aja bisa sayang sama keluarga gue, masa iya gue malah sebaliknya," kata Ray.

Sepulangnya dari tempat rehab Kale mandi dan berjalan menuju kamar Ica, semester dua tahun ini pasti Kale akan disibukan dengan berbagai rangkaian ujian karena ia sudah kelas tiga dan jarang sekali ada waktu luang untuk Ica.

"Abang kelas tiga mukanya ada perubahan nggak?" tanya Ica sambil memegang wajah Kale yang tengah menyuapinya.

"Makin ganteng," balas Kale membuat Ica tersenyum tipis.

"Abang kalau punya pacar, pacarnya malu nggak kenal Ica yang kaya gini?" tanya Ica membuat hati Kale sakit.

"Kalau dia malu Abang putusin," balas Kale, Ica tersenyum lebar.

"Abang sendiri malu nggak punya Ica?" tanya Ica.

"Apasi kamu Ca bilang gitu, nggak lah. Dimata Abang kamu sama dulu sama aja, rasa sayang Abang juga nggak kurang sedikitpun," balas Kale.

"Berlebihan!" kata Ica membuat Kale tersenyum tipis.

"Putri sekolah ya, bang?" tanya Ica.

"Iya, dia kan seusia mu," balas Kale berbohong.

Raut wajah Ica langsung datar. "Ica mau main lama sama putri, Ica kesepian," balas Ica.

"Abang denger dari Bunda temen-temenmu kemarin pagi pada kesini tapi kamu nggak mau ketemu, kenapa?" tanya Kale.

Mengingat hari itu membuat mata Ica memerah. "Ya ... malu lah Abang!" jawab Ica.

Kale menyimpan piring makanan Ica dan menggenggam erat tangan adiknya itu. "Mereka kan baik sama Ica," balas Kale lembut.

"Tetep aja kalau di belakang nanti ngomongin Ica, si buta dan lumpuh-"

"Sttt ah, nggak suka Abang kalau Ica kaya gitu," seka Kale.

KALE [END]Where stories live. Discover now