33. Perhatian-Perhatian Kecil

12.5K 1.4K 121
                                    

Bulan puasa yang jatuh di musim kemarau mungkin akan sangat melelahkan bagi beberapa orang. Namun, bagiku? Tidak sama sekali. Bukan hanya karena aku tidak berpuasa tapi juga karena aku bekerja di sebuah universitas dengan yayasan Katolik yang menaunginya. Jadi, lebih banyak orang yang dengan leluasa makan dan minum di tempat ini. Tambahan, aku bekerja di dalam ruangan, ber-AC pula. Pun, jika warung-warung tutup, masih ada kantin di area kampus kami. Jadi, bulan puasa atau bukan, musim kemarau atau hujan, semuanya sama saja.

Bahagia itu sederhana. Sesederhana bisa mendapatkan porsi soto Pak Ucup di kantin. Apalagi tahu kalau hari ini aku akan lembur untuk 'membimbing' anak magang dan menyortir judul baru, makan kenyang di siang hari itu harus!

David berhenti kerja, tentu akan ada orang yang menggantikan. Begitu juga dalam hidup, orang datang dan pergi. Orang bijak pernah bilang, 'the world doesn't revolve around you'. Kita bukan pusat segalanya. Dunia ini terus berputar dan begitu pula hidup harus terus berjalan. Semua bisa tergantikan.

"Aku tahu sih, Ta, hari Sabtu harus pulang sore tuh nggak enak. Tapi tolong deh ya. Kamu lebih senior dan lebih selo dari yang lain."

Aku mengangguk saja ketika Indah mengatakan hal itu padaku. Toh sejujurnya, aku tidak keberatan. Aku juga tak akan melakukan apapun jika pulang lebih awal.

Kuseruput pelan es teh manis yang tadi kupesan. Semangkuk soto Pak Ucup masih panas, setiap kali kuaduk nasinya, uap tebal mengepul di atasnya. Tambah perasan jeruk nipis, sambal dan sedikit kecap.

Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?

Tepat ketika aku akan menyuapkan sesendok nasi dengan suwiran ayam, ponselku bergetar di atas meja. Sebuah pesan singkat dengan nama pengirim 'Aa Adhyatma' terpampang di sana. Aku tidak langsung membuka isi pesan itu karena kurasa aku sudah tahu isinya. Belakangan ini Tama selalu mengirimkan pesan singkat di jam-jam makan siang.

Aku membiarkan pesan itu tak tersentuh hingga soto di mangkukku habis. Barulah aku membuka pesannya sambil kembali menyeruput es teh yang gelasnya sudah berembun.

Aa Adhyatma: Kujemput. Pulang jam brp?

Lita: Belum tau.

Pesanku langsung dibaca oleh Tama dan dia langsung membalasnya.

Aa Adhyatma: Kenapa? Biasa selesai jam set 2 kan?

Aku baru akan membalasnya tapi melihat status di bawah namanya tertulis 'sedang mengetik...', aku menunggu.

Aa Adhyatma: Lembur?
Aa Adhyatma: Selesai jam brp?

Aku baru mengetik huruf 'B' tapi Tama sudah kembali mengetik pesannya. Aku kembali menunggu.

Aa Adhyatma: Aku jemput.

Lita: Belum tau. Mungkin sore menjelang malam.

Tanda di bawah pesanku langsung centang dua dan tak sampai dua detik centang itu berwarna biru.

Aa Adhyatma: Ok

Aku menutup aplikasi pesan singkat itu tanpa membalas pesan Tama. Lalu kuletakkan ponselku di atas meja.

Sudah hampir dua minggu ini Tama menawarkan diri untuk menjemputku. Setiap jam makan siang dia akan selalu mengirimkan pesan singkat jam berapa aku pulang. Lebih tepatnya, memastikan jam pulang kerjaku dan memberi tahu aku bahwa dia akan menjemputku.

Status: It's ComplicatedHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin