14. Ex(es) Invasion

13.6K 1.8K 127
                                    

Aku dan David berjalan bersama menuju gedung perpustakaan. Ini sudah hampir dua minggu kami berangkat bersama. Pulang pun bersama. Selama itu pula hubunganku dan David terjalin.

Awalnya kupikir ini semua terlalu cepat. Bisa dikatakan masa pendekatanku dengan david tak sampai sebulan. Namun, setelah kutilik lagi, kami sudah mengenal cukup lama. Maksudnya kami ini rekan kerja bukan? Aku juga tahu ia tidak sedang menjalin hubungan dengan siapapun sudah sekitar setahun. Sudah cukup lama. Waktu yang cukup kukira untuk menuntaskan urusan masa lalu, jika ada.

"Weis! Bareng lagi kalian? Lagi pedekate ya? Apa udah jadian?"

Aku diam saja ketika mendapat sapaan itu dari Hery. Awalnya tak ada yang berkomentar ketika melihatku dan David jalan bersama ke ataupun keluar berdua dari perpustakaan. Namun, sudah tiga hari ini Hery berturut-turut mendapati kami jalan bersama.

Aku dan David...kami memang tidak lantang menyuarakan bahwa kami sudah...jadian. Kupikir itu tidak diperlukan. Maksudnya, kami sudah bukan remaja. Mengatakan pada dunia bahwa kami menjalin hubungan menurutku sedikit...kekanakan. Mungkin lebih baik berjalan apa adanya dan biarkan waktu yang mengungkap sendiri status kami. Kurasa...David juga sepemikiran denganku.

Aku tersenyum tipis menanggapi ucapan Hery sementara David malah terbahak. Kami bertiga menaiki undakan memasuki gedung perpustakaan. Dingin AC samar-samar menyapa wajahku.

David yang berjalan di antara aku dan Hery tiba-tiba merentangkan kedua tangannya. Ia lalu merangkul pundakku dan Hery. Senyum lebar tercetak jelas di bibirnya selama ia menggiring kami masuk ke ruang loker karyawan.

"Wah bener pedekate ya?"

Masih tak ada yang mau menjawab pertanyaan Hery. Sudah kubilang itu tak diperlukan. Aku langsung keluar dan memindai jari telunjuk untuk presensi. Sudah itu aku langsung berjalan ke basement. Untungnya, Hery lebih sering berjaga di workstation. Tempat kerjanya di lantai dua. Jadi aku tak perlu repot mendengar celotehannya seharian ini.

Entah dengan David yang hari ini bertugas di ruang baca. Selantai dengan Hery tapi jelas beda ruang. Mungkin nanti ketika makan siang mereka akan...berbincang.

🌟🌟🌟

"Damn, dude! Give me a break! Lo cowok tapi mulutnya lenjeh ye?"

"Santai lho. Nggak usah lo-loan sama aku. Nggak mudheng (ngerti) akunya."

Seolah baru tersadar, David mengerjap cepat. "Ya udah sih, mau aku jadian atau nggak sama Lita terus kenapa? Rumpi banget jadi laki. Inget umur juga woi. Mending cari istri sana."

Aku hanya mampu menggaruk tengkuk karena melihat tingkah David dan Hery. Saat ini jam kerja sudah selesai tapi Hery masih saja berkutat dengan pertanyaan yang tadi pagi dilontarkannya. Ia sampai melarangku dan David keluar dari ruang loker.

"Tinggal jawab. Udah jadian?" Kadang aku heran Hery ternyata bisa semengganggu ini.

David mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangan. Ia lantas menarik pingganggu dan mencium pelipisku dengan keras. "Tuh, udah! Udah jelas kan jawabannya?"

Belum selesai aku mencerna hal yang baru saja terjadi, David sudah menggenggam pergelangan tanganku dan menggeser tubuh Hery dari depan pintu. David bergegas menarikku keluar dan berjalan menuju parkiran.

Ia serahkan helm putih polos padaku begitu kami tiba di motornya. Ia sendiri langsung mengenakan helm full face miliknya. Lalu naik ke atas motor. Aku sendiri masih diam dan memegang helm.

"Kenapa nggak naik?"

Aku berjalan hingga benar-benar ada di samping David. "Ke-kenapa bang David cium aku? Bang David bisa langsung bilang kalau kita memang jadian."

Status: It's ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang