Chapter 21

1K 178 5
                                    

Chapter 21
————————————————————

"Hei."

Bersembunyi di rumput, aku bertanya kepada Chu Kong dengan suara rendah: "Apa yang mereka sembah?"

Pada saat ini, sinar matahari berangsur-angsur memudar, dan malam telah tiba. Dua pria yang memegang tiga obor sedang berlutut di tanah di atas lubang yang gelap.  Mereka membungkuk tiga kali dan menyembah dengan sangat hormat.

Chu Kong tidak menjawab pertanyaan ku.  Matanya tertuju pada kedua pria itu.  Beberapa saat kemudian, dia berkata: "Kamu pergi dan melolong dua kali."

Sikapnya membuatku tidak bahagia. Aku tersenyum dingin: "Melolong? Kenapa aku harus melolong? "

Chu Kong tidak mengatakan apa-apa.  Sebuah kuku mendarat di kakiku. Aku melolong kesakitan, mengejutkan semua harimau di gunung. Aku mengertakkan gigi.  Orang ini... orang ini...

"Ah," salah satu pria berseru. "Ha... harimau!"

Bersama dengan dua obor di tangannya, pria itu jatuh ke tanah. Seperti seseorang yang lumpuh, dia hanya bisa mundur sedikit. Orang lain memegang obornya di depanku dan mulai melangkah mundur, menarik temannya ketika dia berada dalam jangkauan.

"Tenang, tenang! Dia takut pada api. Dia tidak akan datang ke sini dengan mudah.​​"

Setelah dia mengatakan itu, aku bergerak ke arahnya. Kedua pria itu sangat takut hingga mereka gemetar dan berkeringat. Salah satunya jatuh. Aku terkejut sejenak dan bertanya-tanya apakah aku akan menakuti seseorang sampai mati. Pria lain mulai berlari, menghilang dalam sekejap mata. Dia pasti berpikir bahwa karena aku memiliki mangsa di depanku, aku pasti tidak akan mengejarnya.

Aku menggelengkan kepalaku, mendesah. Ketuka seseorang dalam situasi hidup atau mati, sifat aslinya akan terungkap. Di belakangku, aku mendengar suara rumput bergemerisik sebelum babi hutan Kong melangkah keluar. Aku menepuk pria yang pingsan di tanah dengan kakiku.

"Hei, lihat apa yang terjadi karenamu. Kamu harus membawanya kembali ke desa di kaki gunung."

"Kamu masih memiliki perasaan peduli pada manusia bodoh ini," kata Chu Kong. "Kamu masih bodoh seperti biasanya."

Dia mengabaikanku dan berlari ke dalam gua yang gelap, menjaga langkahnya. Meskipun aku tidak puas dengan sikapnya, melihat Chu Kong yang selalu sombong begitu berhati-hati meyakinkanku untuk menahan amarahku dan dengan hati-hati berjalan di belakangnya.

Di dalam gua sangat gelap, seorang manusia pasti akan tersesat. Untungnya, penglihatan harimau jauh lebih kuat dari pada manusia.  Aku bisa melihat keseluruhan gua dengan jernih: di mana batu-batunya, di mana genangannya... tunggu, mengapa genangan ini berbau seperti darah?

Mataku menelusuri sumber suara air ada lubang di dinding tempat air mengalir.

Aku masih melihat ke dalam lubang, ketika tiba-tiba muncul kepala manusia. Hampir membuatku kena serangan jantung. Ekspresi di wajah pria itu berubah, sakit-sakitan dan lesu. Aku tidak tahu apa yang tiba-tiba memakan dagingnya, tapi yang tersisa hanya tulangnya. Dengan suara "hulalala", tulang-tulang itu roboh. Didepan cakarku ada kerangka putih.

Meskipun aku abadi, aku menjalani kehidupan yang damai. Aku tidak pernah melihat seseorang yang mati begitu menyedihkan.  Karena ketakutan, aku terengah-engah dan merasakan dorongan untuk memegang Chu Kong di depanku. Tapi saat ini, dia bukan manusia, tapi babi hutan, dan punggungnya bukanlah punggung (karna hewan punggunggya bukan punggung manusia) tapi punggung yang kasar. Tanpa peduli, aku mengeluarkan cakar tajamku dan meraihnya.

"Ada iblis" teriakku.

Chu Kong juga berteriak, "Apakah kau ingin aku menggunakan kuku ku dan membuangmu ke sungai anggur!"

(END) Seven Unfortunate Lifetimes, All Thanks to a Single Moment of ImpulseWhere stories live. Discover now