4. Tangis Bahagia ✓

7K 536 28
                                    

Ino semakin menangis dan berkali-kali mengucapkan terimakasih kepada dewa dan Hagoromo. Dia merasa bersyukur atas kesempatan yang diberikan untuk menghabiskan waktu yang lebih banyak dengan ayahnya, menghilangkan segala penyesalannya.

Sementara Shikamaru memilih untuk duduk diam dan menatap sang ayah, guru, serta mertuanya dengan datar. Dia tidak ingin menerima situasi ini, terlebih sudah lebih dari 15 tahun yang lalu sejak terakhir kali mereka bertemu. Shikamaru sudah terbiasa tanpa kehadiran ayahnya serta gurunya.

Hinata sendiri tidak bergerak sama sekali. Walaupun byakugan miliknya tidak mungkin salah, mendengar bahwa orang-orang penting di hidupnya kembali hidup terdengar seperti mimpi untuknya. Dan apabila situasi ini benar-benar adalah mimpi, Hinata tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya untuk menatap wajah paman serta kakak sepupunya sampai puas.

"Bisakah kalian memberikan kami tanggapan? Aku merasa sedikit terganggu dengan sikap kalian yang bahkan tidak bergerak sedikitpun." Ucap Asuma tidak nyaman.

Hinata menunduk, Ino menatapnya dan menangis, sementara Shikamaru mengalihkan pandangannya.  Tanggapan itu membuat semua orang yang dibangkitkan merasa putus asa. Namun suara Hinata mengejutkan mereka.

"Kurenai-sensei melahirkan anaknya tiga bulan setelah kau meninggal. Saat itu Pain menyerang desa, Kurenai-sensei berhasil bertahan, lalu dua minggu setelahnya dia melahirkan. Seorang putri yang cantik." Ucap Hinata tanpa mengangkat kepalanya.

"Namanya Mirai, kudengar kau yang memberikannya nama." Hinata mendongak dan tersenyum dengan mata berkaca-kaca.

"Mirai tumbuh dengan baik, dia aktif dan cepat belajar. Dia mulai bisa mengangkat lehernya di usia 3 bulan, dia juga belajar merangkak ketika baru 5 bulan. Dia belajar berdiri di usia 7 bulan dan mulai berjalan saat usianya 9 bulan." Lanjut Hinata yang memancing air mata Asuma untuk tumpah.

"Shikamaru menjadi guru untuknya. Nilai Mirai selalu baik, jadi tidak ada kendala apapun selama dia di akademi. Sekarang ini pangkatnya sudah chunnin dan dia sedang mencari tahu jati dirinya sendiri dengan melakukan berbagai macam misi."

Asuma menangis, membayangkan putrinya tumbuh tanpa sosok ayah. Dia pasti merasa sangat kesulitan selama pertumbuhannya.

Hinata kemudian beralih kepada Neji dan Pamannya, "Setelah perang banyak hal yang berubah. Klan Hyuga merubah sistemnya. Pada akhirnya Naruto-kun berhasil menepati janjinya dan merubah klan Hyuga. Tidak ada lagi keluarga cabang, semuanya hanyalah anggota Klan Hyuga."

"Saat ini anggota Klan Hyuga tidak lagi tinggal dalam satu kediaman, mereka memiliki rumah masing-masing. Semuanya ada di dalam kompleks Klan Hyuga, tapi tidak ada lagi pelayan dari keluarga bunke. Semuanya sudah selesai, penderitaan para bunke sudah selesai dan kau adalah salah satu penyebab itu terjadi Neji."

Neji menunduk, merasa bahagia dengan apa yang dikatakan Hinata. Dia kembali mengingat masa kecilnya yang dihabiskan untuk membenci Hinata. Saat itu, dia membenci Hinata bukan hanya karena ayahnya meninggal dalam misi menyelamatkan Hinata. Namun juga sebagai bentuk kebenciannya kepada keluarga Souke yang angkuh dan tidak perlu merasakan sakitnya segel kutukan.

Neji tahu dia salah, tapi saat itu Hinata adalah yang terlemah diantara Souke Hyuga yang lain. Hinata berhati lembut dan apapun yang dia lakukan padanya, Hinata tidak akan pernah membalasnya. Hal ini membuat Neji menjadikannya samsak untuk melampiaskan kebenciannya terhadap sistem Klan Hyuga yang rusak.

"Sudah cukup. Kau membeberkan terlalu banyak informasi." Ujar Shikamaru pada Hinata.

Hinata hanya patuh dan berhenti, dia tidak ingin memancing emosi Shikamaru. Sebagai temannya, Hinata tahu Shikamaru hanya perlu waktu untuk mencerna ini semua.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 19, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

THEY'RE ALIVE Where stories live. Discover now