Part 30 || Pergi?

1.1K 70 0
                                    

"Entah ini awal atau akhir. Kini, yang kutahu hanya akan ada perpisahan di antara kita."

~Happy Reading~

•••••

Aiden berdiri kaku di depan sebuah ruang rawat di rumah sakit. Kilasan kejadian beberapa jam yang lalu membuatnya merasa sangat bodoh. Merasa bodoh, karena gadis yang dicintainya terluka di hadapannya sendiri. Perasaan bersalah tanpa diundang kini hadir.

Kakinya bergetar ‘tak mampu menahan berat badannya.
“Maaf, maafin cowok brengsek ini,” lirihnya dengan air mata yang menetes satu per satu.

Ruang rawat ‘tak kunjung terbuka membuat rasa khawatir dan waspada itu kian bertambah.
“Selamatkan Diba Tuhan,” pintanya lirih penuh dengan harapan.

Lamunannya berputar pada masa itu. Masa pertama kali dia menemukan Adiba dan masa di mana dia akan menjadi seorang pelindung untuk gadis lemah itu.

“Gue gak akan pernah maafin diri gue sendiri kalau dia kenapa-napa. Bodoh!” makinya lalu bangkit berdiri. Menatap pada pembatas kaca yang ada di pintu ruangan itu. Suasananya yang begitu mencekam membuatnya merasa sesak bernafas.

Saat mendengar pintu dibuka, Aiden kembali berdiri tepat di hadapan dokter yang menangani keadaan Adiba.

“Bagaimana, Dok? Dia baik-baik aja ‘kan?” tanyanya dengan cepat. Melihat senyum dokter tersebut, tatapannya mulai menatap waspada.

“Bilang kalau Adiba baik-baik aja, Dok.” Laki-laki itu jatuh terduduk di hadapan dokter tersebut. Air matanya kembali menetes.

“Kami sudah berusaha sebaik mungkin. Namun, semua kuasa Tuhan. Mari kita serahkan dan berdoa untuk kebaikan pasien. Kami tidak bisa melakukan lebih. Pasien dinyatakan koma hingga pada waktu yang belum bisa ditentukan. Maaf.” Tangis Aiden tidak dapat dibendung lagi.

Masa bodoh dengan orang yang akan mengatainya lemah. Karna pada saat ini, dirinya berada pada titik terendah dalam hidupnya.

Adiba, pusat dan sumber kehidupannya kini menghukum laki-laki brengsek seperti dirinya. Gadis itu menghajarnya dengan luka yang terlalu dalam.

Kilasan masa di mana dirinya selalu memprioritaskan Ara menjadi sebuah penyesalan yang terdalam di hidup.

“Maaf, aku pantas dihukum, tapi, untuk hukuman ini, aku gak sanggup Tuhan,” rintihannya memukul dadanya sesak.

“Berdoa, serahkan semua pada Tuhan. Mujizat nyata pada kehidupan orang beriman. Percayalah, semua akan indah pada waktunya. Saya permisi.”

“Aku tau, aku bukan manusia yang pantas mendapat pengampunan. Namun, kali ini izinkan aku memohon padamu, Tuhan. Selamatkan dia,” lirihnya melipat tangan sambil menutup mata meresapi segala kepedihan.

                          •••••

Emily berjalan dengan amarah yang menggebu-gebu. Tanpa harus diperintah, wanita itu sudah tau apa yang akan ia perbuat.

Aiden sudah memberitahu dirinya tentang keadaan Adiba yang koma. Wanita itu tidak marah pada Aiden, namun, yang menjadi objek kemarahannya adalah keluarga Morello.

Semua sudah ia ketahui, Adiba yang notabenenya merupakan gadis baik dan jarang berbohong membuatnya dengan mudah tahu gerak-gerik gadis itu. Saat Adiba mengatakan bahwa ia ada les tambahan, saat itu kita Emily tau bahwa gadis itu berbohong.

“Aku akan membongkar semuanya. Kita lihat, apa kalian bisa memaafkan diri kalian sendiri?” sinisnya dengan senyum miring.

Emily, wanita itu berbincang sebentar pada security yang ada di posnya. Wanita itu mengatakan bahwa dirinya sudah membuat janji.

“Saya tidak perlu izin. Saya sudah membuat janji terlebih dahulu. Biarkan saya masuk,” desisnya tidak sabaran. Emosi yang membara membuatnya merasa bahwa saat ini semua yang berani menentang adalah musuh.

“Minggir! Saya tidak perlu izin dari kamu.” Setelah itu, Emily berlari cepat menuju rumah mewah itu. Pintu ia dobrak dengan begitu kuat. Data pintu terbuka sepenuhnya, tawa sinis darinya yang keluarga Morello dapat.

Tawa sinis itu bukan tanpa alasan. Tawa remeh itu ia berikan saat melihat keluarga Morello yang dengan santainya berkumpul di ruang tamu.

Keluarga mereka begitu lengkap. Lengkap dengan kemunafikan.
“Ckck, keluarga hebat. Saya salut dengan kalian semua.” Keempat orang itu ialah Agata, Vernandes, Azka dan Abigail, dibuat terkejut dengan keberadaan Emily.
Vernandes langsung berdiri dengan wajah marahnya.

“Bagus, melihat kalian yang bersikap seperti ini, membuat saya semakin yakin untuk membawa Adiba jauh kalau Tuhan berkehendak.” Ambigu, semua orang yang ada di ruangan itu terdiam dengan alis yang bertaut.

“Apa maksud kamu, Emi?” tanya Agata dengan lantang. Wanita itu seolah tidak terima dengan perkataan Emily yang mengatakan bahwa Adiba akan menjadi miliknya.

“Kalian tau, apa yang terjadi saat ini? Ada satu orang yang berjuang melawan koma padahal saat ini kalian bersenang-senang dan kelihatan tidak terbebani sedikit pun. Oke, saya tidak masalah karna kalian memang tidak tau apa yang terjadi. Namun, apa kalian tidak sedikit saja merasa terbebani dengan kepergian salah satu anggota keluarga kalian? Apa kalian tidak khawatir di mana hari itu akan tinggal? Bagaimana dia makan? Apa dia tidak kehujanan? Keluarga yang sangat tidak pantas disebut dengan rumah berpulang anaknya,” ujarnya panjang lebar mampu membuat semua orang yang ada di sana terbungkam diam.

“Kamu gak tau apa yang terjadi, Emi,” lirih Agata yang memang sejujurnya merasa sangat berdosa dan tidak berguna dengan peran sebagai ibu.

“Saya tau apa yang terjadi. Dimulai dari keluarga kalian yang lebih mengutamakan nama baik dan harga diri, hingga kalian tidak bisa berpikir jernih dan mencoba percaya pada putri kalian. Saya tau, kalian belum mengenal Adiba cukup dalam. Saran pertama kali saya bertemu dengan Adiba, saya sudah tau bahwa gadis itu baik dan tulus. Apa kalian tidak bisa menyadari hal itu? Coba kalau kalian menurunkan ego kalian sedikit saja untuk putri kalian yang tidak pernah merasakan kasih sayang. Saya tau semuanya, saya tau saat kalian mengeluarkan Adiba dari keluarga Morello. Saya tau bagaimana sakitnya Adiba yang kehujanan dan tidak mempunyai tempat tinggal. Coba kalau kalian tidak egois, mungkin Adiba saat ini tidak akan mengalami kecelakaan itu dan berakhir koma,” lirihnya membuat mereka semua merasa kaget.

Agata langsung jatuh terduduk saat mendengar kondisi putrinya.
“Kalian gak tau bagaimana keadaannya. Dia bahkan tidak mau merepotkan saya karna dia merasa tidak enak. Adiba dengan rendah hatinya mau menjual koran tanpa malu sedikit pun untuk membayar tuntutan keluarga gadis picik itu. Kalian gak tau bagaimana dia berjuang sendirian agar tidak dikeluarkan dari sekolah. Kalian hanya tau bagaimana caranya agar nama baik kalian baik. Bahkan kalian gak sadar, bahwa kalian udah sia-siakan mutiara yang begitu berharga.” Mereka semua hanya bisa terdiam. Ucapan Emily benar-benar sebagai boomerang bagi mereka sendiri.

“Maaf, Emi. Tolong bawa kami ke tempat Adiba dirawat. Kami mohon,” pinta Agata dengan wajah yang sudah dibanjiri air mata. Azka hanya bisa menjambak rambutnya frustasi. Merasa gagal karna tidak bisa menjaga Adiba dengan baik.

“Untuk terakhir kalinya.” Entah mengapa ucapan itu begitu menyesakkan dengan makna yang begitu menyiksa. Ungkapan yang seolah mengatakan bahwa Adiba akan pergi.

••••••

~To Be Continue~

Hai, aku kembali lagi!
Jangan lupa kasih vote dan komennya, ya.
See you

Salam
yuli_Sitorus

Adiba phobia [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang