"Gue masih belum dapet kabar tentang dia," ucap Sifa.

"Kasian banget kita," jawab Galang. Sifa menoleh pada Galang.

"Lo yang kasian!"

Galang mengangguk-ngangguk. "Hidup gue emang sehampa ini," kata Galang.

Jujur Sifa jadi sedih mendengarnya. "Lang lo udah nemuin orang yang bener-bener mirip Tapasya, bahkan mungkin ini lebih baik. Jadi ayolah mulai sekarang rubah pola hidup lo, jujur sama gue lo pasti capek kan?"

"Tentang apa?" tanya Galang.

Sifa berdecak lalu merubah posisi duduknya menghadap Galang. "Terus-terusan ambisi karena lo mau lupa sama semuanya, Lang kesehatan itu nomer satu, lo harus cinta sama diri lo sendiri, coba suka sama sayur, coba tidur tepat waktu, coba buat nggak bergadang terus. Jangan mentang-mentang lo rajin olahraga jadi bakalan sehat, harus seimbang Lang. Gue bilang gini karena gue peduli sama lo," kata Sifa.

"Gue juga maunya gitu Fa, tapi itu sama aja gue buka luka lama. Gue takut buat tidur delapan jam lamanya karena mimpi gue selalu Tapasya, gue nggak suka sayur karena Mama gue selalu masakin itu buat gue dulu, hal-hal yang menyangkut masalalu selalu gue hindarin Fa. Tiap malam gue sering minta sama Tuhan buat ngerti apa mau gue, balikin masa-masa indah gue, mau gue sesimple itu tapi Tuhan nggak pernah denger karena gue kemarin-kemarin udah banyak minta," kata Galang dengan wajah sedihnya.

"Ada yang lebih sederhana dari angan-angan lo itu lang," jawab Sifa.

Galang terkekeh kecil, balik ke masalalu memanglah tindakan yang tidak bisa dikembalikan. "Apa?" tanya Galang.

"Berhenti dan sadar kalau lo udang nggak ada di masa-masa itu, sisimple itu kalau lo mau nerima keadaan sekarang Lang." Jawab Sifa membuat dada Galang terasa sesak.

Perlahan Sifa bersandar pada bahu Galang, "Yang ikut menderita nggak cuma lo, tapi gue dan Kakak lo, dia sayang banget sama lo. Lo mungkin nggak akan percaya kalau gue bilang gini, tapi gue peka Lang sama sikap kakak lo. Cara orang sayang itu nggak selalu terang-terangkan bilang kalau aku sayang kamu, nggak," ucap Sifa.

"Bilang sama lo gue sakit juga nggak harus teriak-teriak supaya lu paham kan?" tanya Galang. Kini giliran Sifa yang tersenyum sedih, selama ini Sifa tidak pernah benar-benar mengerti sakit yang Galang maksud.

Sepulangnya dari rumah Galang malam harinya Sifa berdandan untuk kencan bersama Jawa, perlu kalian ketahui Sifa punya hasrat untuk menjadi wanita sejati itu hanya untuk Jawa.

Ia perlahan memakai liptsik ke bibirnya lalu tersenyum geli, karena malu Sifa kembali menghapus lipstik tersebut.

Drtt....

Jawa:
Gue udah depan rumah lo

Sifa langsung turun ke bawah dan menemui Jawa yang ternyata tengah duduk di motornya. "Lama ya, maaf," kata Sifa.

Jawa menggeleng. "Rumah lo gede dan gelap banget, nggak takut?"

"Nggak," jawab Sifa sambil kembali memperhatikan rumahnya. Lampu luar memang jarang sekali Sifa hidupkan. "Setan sama gue udah beda alam, itu kata bonyok gue, jadi ngapain harus takut?" tanya Sifa.

Mendengar jawaban Sifa membuat Jawa sedikit iri, "Perduli banget kayanya kedua orang tua lo."

"Hm ... sangking pedulinya sampai cuma kadang satu Minggu cuma sekali aja ada d rumah." Balas Sifa. Jawa bangkit dari motornya untuk memakaikan Sifa helem. Sifa awalnya menolak tapi Jawa mengangguk seraya tersenyum tipis meyakinkan kalau ia hanya memakaikan saja.

"Mereka cari duit juga buat lo, jangan manja," ucap Jawa yang pernah mendengar cerita keluarga Sifa. Sifa tersenyum manis, rasanya senang dan malu saat Jawa memakaikannya helem.

KALE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang