“Jangan kelamaan mikir Lo, Dav. Kalau serius ya sikat aja. Ntar yang ada di tikung orang baru tahu rasa lo.”

“Lo berpihak di gue atau gak sih!?”

Elang mengangkat kedua tangannya, “gue gak berpihak ke siapa-siapa, gue netral. Kalau Lo serius sama Vanilla, ya gue dukung. Tapi kalau Lo gak juga kasih kepastian, gue bunuh Lo Dav. Gue tahu rasanya Deket, sayang-sayangan, tapi gak dikasih kepastian tuh gimana.”

Elang melangkah maju mendekati Dava, lalu memposisikan mulutnya di samping telinga Vanilla. “Jangan karena Vanilla lupa ingatan dan mengandalkan perkataan banyak orang yang bilang Lo adalah orang yang paling sayang sama dia, terus Lo malah memperlakukan dia seenaknya. Kasihan bro! alasan dia bertahan selama ini karena Lo, kalau sampai Lo tega ngebuang Vanilla kayak di masa lalu, fix Lo gak punya hati dan bego.” Elang menepuk bahu Dava dua kali, lalu menghampiri Vanilla dan mengajak Vanilla pergi bersamanya.

Melihat Vanilla dan Elang yang baru saja keluar melewati pintu, Dava mendengus. “Memangnya tampang gue, tampang orang yang suka mainin perasaan cewek?” gumamnya bertanya sendiri karena tidak ada orang lain di ruangan tersebut selain dirinya sendiri.

Dava membalikan badan, kembali menghadap cermin dan memperhatikan wajahnya. “Gak kok, tampang gue gak terlihat seperti orang yang suka mainin perasaan cewek. Malah tampang gue ganteng.” Akhirnya Dava memutuskan untuk tidak peduli dengan ucapan Elang dan menyusul keduanya yang mungkin sudah berada di ballroom tempat acara.

♥♥♥♥

Dava, Reza, dan Elang sedang heboh di atas pelaminan milik Vino yang hanya bisa diam memandang ketiga temannya yang bersikap abnormal hari ini. Sejak acara belum di mulai hingga tamu undangan mulai berdatangan, mereka tak henti-hentinya menyoraki Vino, bahkan sampai berjoget seperti manusia yang tidak punya urat malu. Jujur saja, saat ini juga rasanya Vino ingin mengusir ketiga temannya itu dari gedung acara.

“Kini tinggal aku sennndiiriiii... Hanya berteman dalam sepiii....”

“Menanti dirimu kembbaaalliiii... Disini kuterus menantiiii....”

Sandra mendekatkan telinganya pada Vino seraya berkata, “Elang ditambah lagu dangdut, fix gak ada obat.”

“Siapa sih yang sabotase musiknya?” tanya Vino.

Sandra mengarahkan pandangannya pada Vanilla yang duduk dengan begitu santai sembari mengangkat gelasnya. “Siapa lagi kalau bukan dia,” jawab Sandra.

Setelah acara dangdut dadakan selesai, saatnya sesi memberi kesan dan pesan kepada kedua mempelai. Tentu saja dimulai dari Elang yang sudah siap berdiri di depan mic sembari mengeluarkan secarik kertas yang terselip disaku jasnya.

“Selamat malam para hadirin yang berbahagia... Perkenalkan saya Elang Mahendra, sepupu the one and only dari mempelai pria. Saya akan menyampaikan--”

“Lo kayak mau presentasi bego!” bisik Reza memotong kalimat Elang.

Elang langsung menatap Reza murka. Sedetik kemudian, ia kembali fokus pada hal yang akan ia sampaikan untuk Vino dan Sandra.

“Bisa langsung di skip aja gak sih!?” teriak Dava membuat Elang kembali menatap dengan tatapan murka. Untung saja Elang sadar dihadapannya ada sebuah mic, jadi ia menahan mulutnya untuk tidak berbicara kasar.

Elang menarik napas dalam-dalam, “ya sudah, untuk mempersingkat waktu, saya mau bilang kepada saudara Vino... kita selalu berbagi hal yang sama sejak kecil. Karena hari ini Lo nikah, berarti Lo juga harus membagi istri Lo ke gue. Solidaritas right?” Elang mengepal tangannya dan memukul ke bahunya seraya menaikan kedua alisnya.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now