Dua Puluh Tujuh

19.8K 2.4K 588
                                    

Setelah melalui perdebatan panjang selama berhari-hari, akhirnya Vanilla mengubah niat yang awalnya tidak akan datang menghadiri acara Vanessa, hingga sekarang sudah berada di Indonesia tanpa sepengetahuan Vino, Sandra, dan Jason yang sudah lebih dulu pulang beberapa hari lalu.

Vanilla memperhatikan undangan pernikahan Vanessa yang ia letakkan di atas nakas. Hari bahagia itu di langsungkan hari ini, sudah sejak siang tadi, namun resepsinya tertera pukul tujuh malam. Karena ia baru saja sampai pukul satu siang tadi, maka Vanilla memutuskan untuk hadir di acara resepsinya saja. Toh tidak ada yang tahu bahwa ia akan kembali dan hadir di acara tersebut.

Seketika Vanilla kembali memutar kenangan masa kecilnya bersama Vanessa. Mereka memang kembar, namun sejak insiden kecelakaan ketika mereka masih duduk di bangku SMP hubungan persaudaraan bahkan keluarga mereka mulai retak. Seharusnya Vanilla berada di sana, menemani Vanessa di hari bahagia kembarannya itu. Namun lagi-lagi terasa sangat menyakitkan karena yang bersanding dengan Vanessa adalah Dava, mantan kekasihnya sendiri.

Waktu menunjukkan pukul lima sore. Ia masih punya waktu dua jam untuk bersiap-siap. Tetapi yang jadi permasalahan Vanilla sekarang adalah, bagaimana ia harus menyapa keluarga, kerabat, dan teman-teman yang terasa sangat asing baginya. Apa ia hanya akan datang mengucapkan selamat serta doa dan berlalu begitu saja? Atau berdiam diri seperti orang bodoh yang kehilangan arah. Tidak, itu terlalu buruk untuk di lakukan.

Vanilla menarik napas dalam-dalam, "calm down Vanilla, you can do it. It's gonna be okay."

Vanilla langsung mengambil pouch berisikan make up dari dalam kopernya dan mulai duduk di depan meja rias, lalu memoles wajahnya. Vanilla berias senatural mungkin agar tidak terlalu menarik perhatian orang, karena Vanilla tidak suka menjadi pusat perhatian. Satu jam kemudian ia sudah siap dengan baju yang ia kenakan.

Vanilla menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan untuk menetralkan pikirannya agar tidak berkecamuk. Ia yakin bisa melalui ini semua tanpa menangis dan juga menyesal. Setelah menyakinkan diri, Vanilla langsung pergi menuju ballroom tempat acara di selenggarakan.

Dengan senyum yang di paksakan, Vanilla mengembangkan senyum seraya masuk ke dalam ballroom yang sudah di dekorasi mewah dan elegan. Lantunan lagu bernuansa romantis terdengar hingga penjuru ruangan, menambah suasana hangat yang penuh kebahagiaan.   Resepsi tersebut terlihat sangat meriah, lebih dari seribu tamu undangan hadir, sebagian besar adalah para pebisnis yang memiliki memiliki jabatan penting di perusahaan.

"Vanilla?"

Panggilan tersebut membuat Vanilla menoleh dan mendapati seorang wanita seusianya sedang menatapnya tak percaya dengan mata berkaca-kaca. Wanita itu langsung menghampiri Vanilla dan memeluknya dengan sangat erat, bahkan sampai menumpahkan tangisannya.

"Seorang Raquellarianxo Castaranodita, menangis karena kangen sama gue. Gue tahu, gue memang ngangenin sih, Ra."

Mendengar ucapan Vanilla, Raquella langsung tertawa dan melepaskan pelukannya. Raquella mengusap air mata yang hampir saja merusak make up di wajahnya.

"Kenapa Lo jahat banget sih? Pergi pas gue baru dapat kabar kalau Lo belum meninggal."

"Bukannya hobi gue memang dari dulu suka pergi tanpa bilang?" balas Vanilla mengerling membuat Raquella kembali tertawa.

"Kira-kira ada yang ingat gue gak? Katanya sih kena amnesia," ucap seseorang membuat Vanilla dan Raquella menoleh secara bersamaan.

Vanilla langsung di sambut hangat oleh orang yang baru saja menyapanya. "Orang yang nyiram gue pakai air seember di taman waktu MOS hari pertama di SMA."

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now