Part 27 || Prasangka

Start from the beginning
                                    

“Yaudah, Ibu gak akan maksa. Kalau gitu, kota makan, yuk. Ibu masak enak hari ini.” Keduanya berjalan berdampingan menuju ruang makan. Makan bersama layaknya sebuah keluarga yang begitu bahagia. Menikmati kasih sayang satu sama lain tanpa perlu memprioritaskan harta dan pekerjaan. Sangat indah dan damai.

                            •••••

“Bu, Diba berangkat dulu, ya,” pamit gadis itu pada Emily yang kini menatapnya lembut.

“Yakin, nih. Gak mau diantar sama Ibu?” tanya wanita itu yang lagi dan lagi ditolak oleh Adiba.

“Ibu pasti banyak pekerjaan. Apalagi Ibu ada janji sama pasien. Ingat, mereka itu sangat butuh bantuan Ibu. Sayang Ibu, dadah!” Emily hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli.

Alangkah indahnya jika melihat senyum gadis itu permanen. Memang hidup itu ‘tak hanya kebagian bahagianya saja. Namun, setidaknya kehidupan gadis ini jangan didominasi oleh kepedihan.

                          •••••

Adiba menaiki angkot dengan cepat. Gadis itu duduk di tempat yang paling belakang. Tepat berada di kaca pembatas.

Atensinya terhenti pada satu objek. Motor Aiden yang begitu menarik perhatiannya.
Bukan motor itu yang ia fokuskan, namun, orang yang menaiki motor tersebut.

Tentu saja Aiden dan sang pendamping Ara. Keduanya semakin lengket. Ara yang mengalungkan tangannya di pinggang Aiden dan Aiden yang sesekali mengusap tangan gadis itu lembut.

Adiba hanya bisa menghela nafas pelan. Mungkin memang Aiden jodoh Ara. Keduanya tampak sangat mudah dipersatukan oleh semua dukungan yang begitu banyak. Sedangkan Adiba? Rasanya keduanya ‘tak akan bisa bersatu dengan semua rintangan yang terjadi. Keadaan seolah ‘tak mengizinkan mereka bersama.

“Asal Aiden bahagia. Adiba akan ikhlas.”
Perlahan kepalanya berputar agar tidak melihat kemesraan keduanya.

“Kiri, Bang!” ujarnya lalu turun dari angkot tersebut. Tepat saat itu, Ara dan Aiden juga sampai ke sekolah. Aiden tentu saja menghiraukannya dan Ara yang semakin mempererat pelukannya seolah mengejek Adiba.

Memilih menghiraukannya, Adiba segera melangkahkan kakinya dengan cepat.

“Eh, itu dia. Adiba ‘kan yang ada di video itu? Oh gak nyangka ternyata wajah polos kelakuan jalang, ya,” ujar seorang siswi menatap sinis pada Adiba.

“Astagah, gue gak nyangka kenapa dia bisa setega itu. Dia nampar Ara dan ciuman sama cowok? Ih, kok jijik, ya.”

“Murahan banget, muka bisa aja polos. Tapi, yang di bawah udah jebol.”

Masih banyak lagi cacian dan bisikan yang begitu memekakkan telinga.
Semua ungkapan yang mereka lontarkan sangat tidak benar. Namun, mereka semua berbicara dengan percaya diri seolah paling tau.

“Diba harus kuat!” ucapnya memberi semangat pada dirinya sendiri.

Aiden dan Ara berjalan tepat di belakang Adiba. Keduanya juga mendengar bisikan yang dilontarkan para siswa.

Ara merasa sangat puas melihat penderitaan gadis itu. Namun, Aiden sangat khawatir dan penasaran. Video yang mana? Apa benar Adiba berciuman dengan cowok?

“Kamu duluan ke kelas. Aku ada urusan sebentar.” Belum sempat gadis itu protes Aiden sudah terlebih dahulu pergi meninggalkannya.
Gadis itu terlihat sangat kesal dengan kaki yang dihentak-hentakkan.

Aiden menghampiri seorang cowok yang kini duduk tenang di tempat duduknya.
“Gara!” panggilnya membuat Anggara menatapnya malas. Cowok itu tampak menghiraukan keberadaan Aiden.

Adiba phobia [Complete]Where stories live. Discover now