23: Pergi

72.5K 4.9K 115
                                    

Pada ancaman yang Divya ucapkan terakhir kali, nyatanya memberikan efek yang sangat besar. Raga tidak protes dengan keinginannya pergi ke Denpasar sendirian. Tanpa diminta, pria itu menurunkan koper-yang akan digunakan Divya-dari atas lemari. Sedangkan Divya sendiri, dengan santai menunggu koper itu mendarat di lantai.

"Div," panggil pelan Raga.

"Hm?"

"Hadiah dari Mas, kok, belum dibuka?" Pria itu mengangkat kotak yang berada di atas lemari.

Divya menilik kotak itu, ingatannya terbawa ke hari di mana Raga memberikan hadiah tersebut. Sangking tak peduli, Divya lupa keberadaan hadiah itu. Bentuk kotaknya masih sama seperti pertama kali diberikan.

"Mas beliin buat kamu, loh," ucap Raga, nada bicaranya terdengar kecewa. "Kamu pakek, ya."

Divya memutar bola mata, perhatiannya kembali pada koper. "Turunin."

Pria itu menghela napas, lalu melanjutkan aktivitas menurunkan koper dari atas lemari. Divya segera mendekat, ditatapnya koper itu yang berdebu. Ia menghela napas berat, hal itu membuat Raga segera mengambil tisu untuk membersihkan.

Sebelum kejadian perselingkuhan, Raga adalah sosok pria yang sangat bertanggungjawab pada keluarga. Lembut dan penuh kasih sayang. Itu makanya, saat mengetahui sang suami berkhianat, hati Divya hancur berkeping-keping merasa sangat bodoh karena mudah dibohongi. Pada akhirnya ia berjanji tidak akan percaya lagi dengan ketulusan pria itu.

Divya mengeluarkan beberapa helai baju dan menaruh di atas kasur sebelum dimasukkan ke koper. Ia harus memilih akan membawa pakaian yang mana.

"Kamu nggak ngajak anak-anak?" tanya Raga.

"Kalau mereka mau, aku bakalan bawa dua-duanya. Tapi Kayla nggak mau ikut, katanya mau jagain pohon tomatnya. Raynar bisa aku paksa bawa, biar Mbak Nur nggak capek selama aku tinggal."

"Mas nggak kamu ajak?" Raga malah menawarkan diri, "Udah lama nggak ziarah ke makam ibu."

Divya berdecak. "Di rumah aja. Mas nggak denger? Kayla aku tinggal, kalau kita semua pergi, yang ada Kayla nangis."

Raga tidak membantah, tangan itu kembali mengelap koper milik sang istri. "Sebelum pergi, kita beli oleh-oleh dulu buat bibi."

Divya hanya bergumam untuk menjawab. Sebenarnya ia hanya perlu menunggu paket yang dikirimkan Darsa. Ya, kakaknya itu menitipkan sesuatu untuk diberikan pada Bibi-adik sepupu dari ibu mereka.

{{{

Divya tidak bisa ke mana-mana saat sampai di rumah bibinya, karena Raynar tertidur pulas. Selama berada di pesawat, anak itu tak henti berbicara dengan Permana. Jika Kayla masih sering memanggil Permana dengan sebutan penyihir, maka berbeda dengan Raynar. Bocah laki-laki itu memanggil dengan sebutan paman.

Divya mengambil ponsel, dan mengirimkan pesan pada kakaknya, lalu beralih pada sang suami. Jika tidak diberitahu bahwa mereka telah sampai, maka pasti Raga akan menganggu dengan cara menghubungi berkali-kali. Entah mengapa, Divya rasanya melihat perubahan di diri Raga setelah diberikan ancaman berkali-kali. Meski begitu, Divya tidak suka dengan perubahan tersebut.

Menurutnya sangat bawel, apapun itu diributkan. Ingin sekali ia menyumbat mulut suaminya. Beruntung, Raga tidak membesarkan soal Divya yang belum membuka hadiah tersebut. Jika tidak, sudah pasti ia akan menghajar pria itu sampai diam.

"Tidur?" tanya seorang wanita yang baru masuk ke kamar.

Farah, istri dari kakak sepupu Divya. Mata wanita itu terarah ke Raynar yang sudah terlelap.

"Iya, Mbak. Di pesawat nggak tidur, pas di mobil baru, deh, tidur."

"Kalau gitu kamu makan dulu, biar Mbak yang jagain." Farah duduk di tepi ranjang. "Cakep ni anak, kalau udah gede pasti banyak yang suka."

Lo Selingkuh, Gue Balas! ✓ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang