9: Kemarahan

93.8K 7.8K 342
                                    

Sudah sepuluh menit berlalu, tetapi Raga masih saja marah dan mengatakan hal yang sama pada Divya. Jika ditanya, Divya sama sekali tidak ingin menjawab. Hal itulah yang membuat Raga semakin murka, sedangkan Divya tidak peduli. Setelah mandi, ia keluar dari kamar dan meninggalkan suaminya yang masih mengomel.

“Mas lagi ngomong, tolong hargai!” ketus Raga sembari mencegat Divya yang sudah berada di luar kamar. “Kamu dari mana?”

Divya melengos malas, melangkah ke samping untuk menghindari Raga yang berdiri di depannya, tetapi pria itu begitu cepat untuk kembali mencegat.

“Jawab, kamu dari mana?” ulang Raga penuh penekanan.

Wajah suaminya sudah merah, baru kali ini Divya melihat pria itu marah padanya. Ekor mata menangkap kehadiran ayah dan ibu Raga di dekat tangga. Nampaknya pertengkaran ini sudah didengarkan oleh mereka, mungkin mereka sudah memprediksikan akan terjadi hal seperti ini karena Raga sudah marah-marah sebelum Divya pulang.

“Setidaknya kamu jawab!” Suara Raga mengisi keheningan lantai dua.

“Buat apa?” Divya masih saja bersikap tenang.

“Mas ini suamimu, ke mana pun kamu, harusnya izin ke Mas!” Nampaknya pria itu sudah kehilangan kesabaran.

Divya berdecak, sama sekali tidak takut dengan emosi pria itu yang sudah meluap-luap. “Mas aja selingkuh nggak izin ke aku,” timpalnya, “kenapa marah?”

Pria itu mengerang marah. “Kamu nggak apa marah, tapi jangan telantarin anak kayak gitu!”

Divya mengerutkan kening, tuduhan suaminya itu sama sekali tidak masuk akal. “Telantarin gimana? Ada Mbak Nur yang jagain.”

Menghela napas kasar, Divya melanjutkan langkahnya untuk turun ke lantai bawah. Raga hendak mencegat, tetapi Ranto lebih dulu menahan pergerakan pria itu. Divya tidak peduli, sekarang waktunya ia mengisi perut dan memberikan makan pada anak-anaknya. Berurusan dengan Raga hanya akan buang-buang waktu.

“Kakak! Adek! Makan, yuk!” panggilnya pada Kayla dan Raynar yang masih sibuk dengan permainan, “hei, kalian nggak lapar?”

“Ental, Ma,” sahut Raynar.

Jika sudah seperti itu, maka yang dilakukan Divya hanyalah mengambil makanan dan menyuap kedua anaknya sembari mereka asyik bermain.

{{{

“Mbak,” panggil Raira ketika Divya melewati ruang keluarga dan berniat menuju ke kamar.

“Ya?” Divya menoleh.

Sudah ia duga akan jadi seperti ini. Tadi Divya sudah berhasil menghindari makan bersama, tetapi saat ini ia tidak bisa menghindari interogasi dari suami dan mertuanya.

“Ayah sama ibu mau bicara.” Raira berkata dengan ekspresi ngeri.

Ya, tentu saja perempuan itu akan bersikap begitu, karena ini hanya bisa diselesaikan oleh Divya dan Raga, orang luar tidak perlu ikut campur, apalagi sampai memihak sebelah. Divya menarik napas, kemudian dengan percaya diri bergabung bersama Ranto, Mega, dan Raga yang duduk di ruang keluarga.

“Anak-anak biar aku yang jaga.” Raira segera naik ke lantai atas, di mana Raynar dan Kayla bermain di dalam kamar.

Divya tidak protes, tetapi sangat terbantu. Lagi pula, ia tidak ingin Raynar dan Kayla melihat kegagalan orang tuanya dalam menjaga hubungan sakral.

“Duduk, Div,” ucap Ranto, orang pertama yang menyadari kehadirannya di ruangan itu.

Menuruti, Divya duduk di sebelah ayah mertuanya. “Kata Raira, Ayah sama Ibu mau bicara.”

Lo Selingkuh, Gue Balas! ✓ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang