15: Kunci

58.6K 5.3K 156
                                    

Dua hari setelah fakta mengejutkan itu, Permana tidak kunjung terlihat di C-licious. Beberapa kali hanya Charles yang nampak menggantikan posisi sang kakak. Divya jadi tak enak hati, perasaannya mengatakan bahwa Permana menghindarinya. Namun, Charles berkata bukan itu penyebabnya. Ada masalah internal keluarga yang mengharuskan Permana kembali ke Denpasar.

Rasanya toko kue itu menjadi sangat sepi, biasanya Divya dan karyawan lainnya akan mengobrol bersama Permana di waktu senggang sembari menunggu pembeli.

Divya merebahkan tubuh ke atas kasur. Lelah, tentu. Apalagi ditambah dengan kehadiran Charles yang begitu membuat mereka sibuk karena lelaki itu banyak tanya.

“Hm? Kamu udah pulang, ternyata.” Suara Raga terdengar dari arah pintu kamar mandi. “Anak-anak lagi di bawah sama Mbak Nur.”

Ya, Divya tahu itu. Sebelum ke kamar, ia memeriksa keadaan anak-anaknya lebih dulu. Bangkit dari rebahan meski hanya sebentar, Divya menaruh ponsel di atas nakas, kemudian menggantung tasnya di tempat yang sudah tersedia.

“Mau mandi?” tanya Raga.

“Hm.”

“Bareng, yuk!” Nada suara pria itu berubah antusias.

Divya melirik tajam sebelum masuk ke kamar mandi. Raga baru saja selesai mandi, bagaimana bisa ingin mandi lagi? Ada-ada saja.

Oh, soal kekerasan dari Raira, sampai sekarang Mega belum tahu kebenarannya. Bahkan sampai luka di tangan dan bibir Raga sudah mengering, tidak ada seorang pun yang mengungkit fakta itu di hadapan Mega, baik Ranto dan dua anaknya, begitu pula dengan Divya. Jika sampai terbongkar, Divya tak tahu akan disindir bagaimana dirinya oleh sang ibu mertua.

“Ah, iya. Sabtu ini acara lamaran Raira. Ibu nanya, kamu bisa nggak, ambil cuti dulu?”

Divya sudah berada di dalam kamar mandi, tetapi ia masih mendengarkan apa yang disampaikan Raga.

“Bukan aku yang lamaran, kenapa mesti aku ambil cuti?” Divya mendengkus.

“Boleh nggak, Sayang?” tanya Raga lagi.

“Nggak!” Menjawab sembari berteriak agar pria itu dengar.

Detik berikutnya tidak terdengar apapun lagi dari Raga. Divya mulai mandi, mengguyur tubuh di bawah shower. Sungguh sangat segar rasanya. Setelah mandi, ia mengelap tubuhnya dengan handuk, kemudian mengenakan handuk tersebut dan keluar dari kamar mandi.

Pemandangan seorang Raga yang tengah menekuk alis sembari memegang ponsel, membuat Divya mengernyit heran. Namun, ia tidak ingin bertanya. Divya lebih memilih membuka lemari dan mengeluarkan daster dari sana, kemudian beralih ke pakaian dalam.

Jika dulu ia tidak segan berganti pakaian di hadapan Raga, tetapi sekarang Divya lebih sering mengganti pakaian di kamar mandi.

“Div, kenapa HP kamu pakek pin-pin segala?” Terdengar suara protes dari Raga.

Divya yang hendak masuk ke kamar mandi, terpaksa harus menghentikan langkah. “Emangnya kenapa?”

“Biasanya enggak.” Raga menaruh ponsel tersebut ke atas nakas.

Oh, ternyata sedari tadi yang membuat alis Raga bertaut adalah ponsel milik Divya.

“Kamu sembunyiin sesuatu?” Pria itu melayangkan tatapan curiga.

Divya memutar bola mata, kembali masuk ke dalam kamar mandi tanpa menjawab pertanyaan tersebut.

“Jawab,” tegas Raga.

Namun, Divya sama sekali tidak berniat memberi alasan atau berupa pembelaan. Ponsel itu miliknya, terserah mau pakai sandi atau tidak, Raga tidak harus protes.

Lo Selingkuh, Gue Balas! ✓ (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang