12. Menyakiti banyak hati

1.7K 149 77
                                    

Pada akhirnya yang selalu bersama akan kalah dengan dia yang ada ketika kita membutuhkannya.
Sebab, untuk apa selalu bersama, jika tidak selalu ada.

~Imamku Badboy~
****

🍁Happy Reading🍁

Keadaan Ayra sudah lumayan membaik, dengan bujukan dan rengekan Ayra, akhirnya Dokter membolehkan Ayra untuk pulang. Walau Dokter sempat ragu. Namun, dengan penjelasan dari Fathan, akhirnya Dokter luluh.

"Yang mau pulang kayaknya bahagia banget," ujar Santi yang baru saja mengurusi biaya administrasi.

"Iya dong, Ayra gak sabar buat pulang. Oiya, Tante nanti mau kerumah Ayra dulu?" hati Santi nyeri ketika mendengar kata 'tante' terucap dari Ayra yang jelas-jelas anak kandungnya. Tapi sebisa mungkin ia menahan rasa sakit dan air matanya agar tak jatuh dihadapan Ayra.

"Enggak, sayang. Mama langsung pulang aja, ya. Kamu 'kan udah ada si Fathan. Jadi Mama pasrahkan semua ke Fathan." Fathan yang mengetahui perbedaan ekspresi dari Santi, langsung mendekatinya. "Mama, maafin Fathan sama Ayra, ya. Gara-gara Fathan, Ayra jadi lupa sama Mama," ujar Fathan dengan pelan agar Ayra tak mendengar ucapanya.

"It's okey, Nak. Mama tau, ketetapan Allaah dan rencana Allaah jauh lebih indah dibandingkan dengan rencana kita. Mama gak papa, kok. Yaudah, ya, Mama mau pulang. Titip Ayra, ya."

"Ayra, Mama mau pulang dulu, ya." Ayra hanya mengangguk. "Fii Amanillah, Tante. Sering-sering main ke rumah Ayra, ya, Tan!" Santi hanya mengangguk, setelah itu dia langsung saja keluar. Bertepatan dia kelur dari ruang inap Ayra, bertepatan pula air matanya jatuh. Tiba-tiba hatinya ngeri. Dia sudah tak kuasa menahan air mata yang sedaritadi mengenang dipelupuk mata.

Sedangkan disisi lain, Fathan yang tak menyangka akan Ayra hanya bisa menghela nafas. "Ra. Mama Santi itu Mama kamu, bukan Tante kamu. Jadi berhenti manggil beliau Tante. Mulai sekarang kamu harus manggil beliau Mama."

"Iya-iya, Ayra bakalan manggil Mama. Kak? Mama Santi sakit hati gegara aku manggil beliau dengan panggilan Tante?"

"Sakit hati banget, malah. Mama Santi itu Mama kandung kamu, sayang. Gimana enggak sakit hati? Udah, pokoknya mulai sekarang panggil Mama."

"Iya-iya. Udah semua, kan? Ayra pengen cepet-cepet pulang. Ayra enggak mau lama-lama disini. Ayra pengen ...." Ayra nampak berfikir, untung saja dia tak keceplosan.

"Pengen apa? Bilang aja, nanti aku beliin."

"Pengen ... pengen apa, ya? Ayra lupa mau bilang pengen apa. Yaudahlah, pulang aja hayu. Ayra enggak sabar." Ayra langsung saja turun dari ranjangnya itu. Tiba-tiba Ayra kehilangan keseimbangan. Fathan yang disampingnya langsung menahan tubuh Ayra agar tidak jatuh. Gak usah dibayangin, takut baper :v

Cukup lama mereka berada diposisi itu. Sedetik kemudian keduanya tersadar. "Kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Fathan sedikit khawatir.

"Kan ditangkap sama Imam idaman, jadi gak apa-apa dong." Fathan langsung menarik hidung Ayra dengan gemas. Plis-plis, gini aja Author baper ((

"Siapa yang ngajarin ngegombal kayak gitu?"

"Kak Fathan, dong." Ayra tertawa renyah.

"Jadi pengen apa? Biar nanti pas pulang sekalian beli." Ayra nampak berfikif. "Ayra enggak mau apa-apa, Ayra pengen cepat pulang, Ayra kangen pulau kapuk, dan kangen rebahan pastinya." Fathan membulatkan mata. Bukankah selama satu minggu ini Ayra selalu rebahan? Lantas mengapa dia ingin rebahan lagi? Sepertinya jiwa-jiwa rebahan yang merintis adalah Ayra )

Imamku Badboy [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang