Day 18: The Show Must Go On

306 47 0
                                    

Chandni merasa dia akan segera menjadi selir. Malamnya, Chandni tampil di pentas sebagai penari bertopeng. Dia menari penuh semangat dan malam itu menjadi pertunjukan yang spektakuler. Dia banyak mendapatkan koin emas dan taburan bunga dari penonton. Di balik topeng kayu berukir wajah sang dewi bulan, Chandni tersenyum bahagia. Malam itu akan menjadi penampilan terakhirnya di sanggar Mohabbatein dan berikutnya dia akan menari di istana hanya untuk sang pangeran.

Selesai menari, Chandni melihat Ibu Kepala dan Bibi Sarasvati berdiskusi di belakang panggung. Dia ingin mendekat untuk menyapa mereka. Chandni membuka topengnya ingin berbicara kepada dua orang itu. Akan tetapi, dia heran melihat Ibu Kepala dan Bibi Sarasvati acuh tak acuh padanya. Keduanya pergi bersama menuju ruangan lain. Sebuah kamar yang biasa digunakan Ibu Kepala untuk membahas hal-hal tertentu bersama tamu.

Para penari beristirahat dan pekerja yang lain sibuk membereskan ruang pertunjukan karena sanggar sudah tutup. Koridor menuju ruang diskusi Ibu Kepala itu sepi dan remang-remang sehingga tidak terlihat seorang pun berada di sana. Chandni diam-diam mengikuti Ibu Kepala dan Bibi Saraswati.

“Chandni! Chandni!” lirih Prapti. Hantu cilik itu seliweran di hadapan Chandni. Chandni mengabaikan Prapti, karena sedang fokus mengamati gerak-gerik Ibu Kepala dan Bibi Sarasvati.

Kedua wanita itu masuk ke dalam kamar dan Chandni segera merapat ke dinding. Dari luar, sayup-sayup Chandni mendengar pembicaraan mereka.

“Kita tidak bisa mengirimnya, Sarasvati. Kita harus melakukan ini demi kebaikan sanggar. Aku yakin akan ada kesempatan lebih baik lagi bagi Chandni.”

Sarasvati menyahut, “Aku mengerti, Ibu Kepala. Aku pun merasa demikian. Aku yakin Chandni akan mengerti. Chandni berhutang nyawa pada sanggar ini. Hidupnya selamanya akan diabdikan pada sanggar.”

Tubuh Chandni langsung merinding. Dia bersandar ke dinding. Apa yang baru saja didengarnya? Dia ingin salah memahami apa yang dibicarakan Ibu Kepala dan Bibi Sarasvati. Namun melihat tatapan prihatin Prapti padanya, Chandni merasa ada hal yang dia harus mencari tahu kebenarannya.

Chandni menyeruak masuk ke dalam kamar itu. “Ibu Kepala, Bibi Sarasvati, apa kalian sedang membicarakan ....” Chandni mematung di tengah ruangan. Ternyata tidak hanya mereka berdua di kamar itu. Lidahnya kelu dan matanya nanar melihat ada seorang gadis duduk di antara Bibi Sarasvati dan Ibu Kepala. Gadis itu mengenakan topeng yang sama dengan yang dikenakannya saat menari.

Chandni masih memegang topengnya dan tanpa sadar dia menjatuhkannya. Dia terperangah melangkah pelan mendekati orang-orang itu. “ Pangeran ingin menjadikan gadis penari bertopeng sebagai selirnya. Aku kira gadis itu aku, tetapi ini .... Kenapa kalian ....”

Bibi Sarasvati dan Ibu Kepala bertukar pandang sesaat. Mereka tidak menyangka Chandni mengetahui keinginan Pangeran Rajputana. Sarasvati bergegas mendatangi Chandni dan merangkulnya untuk mengajak keluar ruangan. “Anakku, biar aku menjelaskan dulu kepadamu ....”

Kecewa, Chandni menepis tangan bibinya. “Tidak, Bibi! Jelaskan di sini saja apa maksudnya ini?” desaknya tanpa melepaskan pandangan dari gadis bertopeng itu.

Gadis itu membuka topengnya. Tampaklah wajah Lavanya senyum tipis dan sorot matanya lembut menatap Chandni. Chandni langsung terdiam pias. Hanya dengan satu tatapan itu dia menyadari angan-angannya pupus begitu saja.

Bibi Sarasvati masih berusaha membujuknya. “Mari kita bicara berdua saja ....”

Melihat Chandni bergeming, Ibu Kepala segera menyela, “Kau tidak akan menjadi selir pangeran, Chandni!” Ibu kepala mendekati mereka berdua. Dia menatap lekat Chandni, memastikan gadis itu menyadari kenyataan hidupnya. “Aku tidak bisa mengirim gadis sepertimu ke hadapan Pangeran Rajputana.

Play In Darkness 2: The Beginning (END)Where stories live. Discover now