5. Rajputana Udai Singh

437 48 1
                                    

Seorang pemuda berusia 17-an berseragam putih sherwani putih khas pengawal istana berjalan cepat menuju kereta kerajaan. Sebelah tangannya memegang gagang pedang panjang yang tersemat di pinggangnya. Pemuda itu membuka pintu kereta, menaikinya lalu duduk di sisi Rajputana. Rajputana menutup tirai dan menegakkan tubuhnya.

"Kenapa kau tidak masuk juga ke dalam, Raj?" tanya pengawal itu. Ia adalah sahabat karib Rajputana. Mereka dilahirkan beriringan, lebih tua Rajputana sehari. Besar bersama, berlatih bertarung dan berkuda bersama. Mereka sudah seperti saudara kandung. Perbedaannya hanya pada nasib mereka. Rajputana seorang putra mahkota, sedangkan pemuda yang satu itu anak panglima tentara keamanan istana. Saking akrabnya, jika tidak ada orang lain, mereka akan saling memanggil nama depan.

"Kenapa aku mesti berada di dalam, Imdad, jika kehadiranku hanyalah sebagai sebuah boneka. Segala sesuatunya sudah diatur orang lain, padahal aku akan segera menjadi raja."

Imdad Hussain, tertawa pendek mendengar pernyataan itu. "Katanya ucapan seperti itu tandanya kau tidak bersyukur. Ingat, Raj, banyak laki-laki ingin berada di posisimu. Lagi pula jika kau jadi raja nanti, maka semua orang akan tunduk padamu dan kau bisa melakukan apa pun yang kau inginkan. Sekarang kau hanya perlu menjalankan peran yang sudah ditakdirkan untukmu."

Imdad selalu bisa memberikan opini yang membuatnya memikirkan ulang ucapannya. Rajputana menghela napas dalam dan membenahi jubah kebesarannya. "Bolehkah sekali-kali kita bertukar peran?" canda Rajputana.

"Ha ... ha. Lalu kepalaku dipenggal karena telah melecehkan putra mahkota. Ya, yang benar saja, Raj. Kau senang sekali menyepeleksn hal-hal serius."

Rajputana menggeliat malas. "Yah, sesekali," gumamnya. Rajputana kembali melongok ke luar jendele kereta. Mengamati gadis kecil yang memunguti bunga di tanah. Gadis itu tampak bergumam sendiri, entah berbicara atau bersenandung. Dia menyematkan beberapa bunga kuning di kepangan rambutnya, lalu mengerudungi kepalanya untuk menyembunyikan bunga itu. Rajputana terkekeh. "Hehe, dasar gadis nakal," gumamnya tanpa sadar.

"Hm, apa, Raj? Kau mengucapkan sesuatu?" tanya Imdad sambil menunduk mengatur letak pedang di pinggangnya.

"Tidak ada apa-apa," sahut Raj kembali duduk seperti biasa.

Pria paruh baya dengan janggut tebal yang telah beruban memasuki kereta. Imdad membungkuk dalam pada pria berturban besar dan berjubah beledu keemasan yang sangat mewah. Pria itu mengabaikannya dan duduk berhadapan dengan Rajputana.

Rajputana menoleh ke arah lain, enggan bertatapan dengan pria itu yang tidak lain adalah ayahnya sendiri. Maharana Udai Singh.

Kereta mereka bergerak meninggalkan halaman sanggar seni.

Udai Singh menatap tajam putranya. "Kau dengar aku, Raj? Pernikahan ini harus dilangsungkan mau kau menyukainya atau tidak. Klan Singh perlu menambah kekuatan. Pernikahan ini akan mengukuhkan aliansi kkta dengan klan Chaudori. Putri Anuradha Chaudori akan menjadi pendampingmu kelak memerintah kerajaan. Aku juga sudah memilihkan tiga selir untuk menghiburmu, jadi kau tidak usah bermuram durja lagi. Wanita-wanita itu akan memberikanmu penghiburan setiap saat kau menginginkan."

Tanpa menatap ayahnya, Rajputana berucap pelan, "Terima kasih, Ayah!"

Imdad di sisi bisa melihat pipi Rajputana memerah. Pangeran itu akan menjalani pernikahan bukan hanya dengan satu wanita, tetapi 4 sekaligus, mungkin -- bisa jadi -- adalah surga impian semua lelaki. Imdad mengulum senyum. Lirikan tajam Rajputana terarah padanya. Rajputana segera menyikutnya dengan keras, membuat Imdad mengaduh sambil tergelak.

Udai Singh mendeham pelan melihat kelakuan dua pemuda itu. Sudah biasa baginya melihat keduanya bercanda demikian. Mereka masih muda dan inginnya bersenang-senang saja. Namun tidak lama lagi mereka akan memasuki kehidupan orang dewasa yang penuh intrik dan permasalahan berat. Tugas Udai Sing-lah mengajarkan putranya kebijaksanaan dan kepemimpinan yang dapat memajukan kerajaan mereka.

*
*
*

Katanya Pangeran Rajputana akan menikah dengan Putri Anuradha Chaudori. Chandni mendengar paman-paman dan bibi-bibi di sanggar membincangkan hal itu. Seluruh sudut sanggar membahas hal itu. Bahkan para makhluk halus juga membahas pernikahan kerajaan itu.

"Kau tahu pangeran akan segera menikah, Chandni?" kata seorang hantu gadis muda  sepantaran Chandni. Namanya Prapti. Hantu itu membantu mendorong keranjang rotan yang berat karena terisi penuh bunga-bunga. Prapti hantu anak perempuan bertubuh kurus kering dengan sari hijau compang-camping. Dia mati sudah sangat lama karena kelaparan saat perang saudara.

"Aku tahu karena orang-orang membicarakannya." Chandni tidak ambil pusing karena urusan pernikahan bukan urusannya.

"Apa kau pernah melihat Pangeran Rajputana, Chandni?"

"Aku tidak tahu dan aku tidak pernah melihatnya. Aku yakin ia akan telihat seperti kodok, kambing atau keledai," jawab Chandni yang selalu melihat manusia dalam penampakan hewan atau bentuk yang aneh-aneh, yang terkadang menyeramkan.

"Ah, sayang sekali kau tidak melihatnya. Padahal pangeran itu tadi ke sini, tetapi ia berdiam saja dalam kereta," lanjut Prapti.

Chandni menyerahkan keranjang pada pria gagah yang mengangkut keranjang-keranjang dengan mudahnya. Di mata Chandni pria itu serupa bagal, persilangan kuda jantan dengan keledai betina. Chandni  ke bawah pohon di dekat situ dan duduk beristirahat.

"Aku sudah pernah melihatnya beberapa kali. Ia sangat tampan. Ia punya mata cokelat yang indah. Tidak banyak laki-laki memiliki mata yang indah. Bulu matanya panjang dan jika ia tersenyum, oh ... dunia ini seolah berputar sangat cepat dan hanya kami berdua yang tidak bergerak," tambah Prapti.

"Yah!" Chandni berseru pendek luput memukul nyamuk yang menggigit pipinya. Dia menggaruk-garuk bentol bekas gigitan serangga itu. Dia tidak terlalu berminat mendengarkan gosip soal laki-laki tampan karena itu tidak ada gunanya bagi Chandni. Dia tidak bisa menikmati yang namanya tampan atau cantik, karena matanya melihat hal lain pada seseorang yang jika disebutkan orang itu akan memarahinya, karena itu Bibi Sarasvati menyuruhnya tutup mulut akan apa pun yang dilihatnya. Satu-satunya yang dilihatnya wajar adalah bayangannya sendiri di cermin.

"Apa kau tahu, Maharana juga memilihkan selir untuk pangeran. Mereka akan ikut menari malam ini di istana untuk pentas di pesta pernikahan pangeran. Mereka adalah Shareefa, Chitrarekha dan Eshana. Maharana sendiri yang memilihkan untuk putranya. Jika pangeran menyukai mereka, mereka akan langsung tinggal di sana dan tidak perlu pulang lagi ke sanggar ini."

"Oh!" Chandni langsung tertarik dengan ide keluar dari sanggar. Seingatnya dia tidak pernah keluar dari pagar sanggar. Meskipun tempat itu luas, banyak bagian-bagian, banyak anak-anak lain juga sebagai kawan bermain, musik, nyanyianm dan tarian yang tidak ada hentinya setiap hari, Chandni ingin melihat dunia di luar tembok. Bermacam-macam pemandangan seperti yang diceritakan para arwah, burung-burung maupun kucing liar.

Malam ini rombongan penari akan ke istana. Dia adalah salah satu penari. Dia bisa ikut ke sana dan melihat tempat itu. Chandni langsung bersemangat.

"Chandni!" panggil paman tukang angkut serupa bagal tadi. Ia melambai menyuruh Chandni mendekat. Chandni bergegas mendatanginya. Pria itu menyerahkan bungkusan berisi kue manisan. "Untukmu," katanya. "Terima kasih sudah membantu."

Chandni berseru gembira. "Terima kasih, Paman!" Dia lalu berlari kecil sambil melompat-lompat dan bernyanyi riang. Sekarang saatnya pulang dan bersiap untuk menari ke istana.

Namun kegembiraan Chandni pupus. Di rumah, Bibi Sarasvati mengomel sambil lalu lalang menyusun beragam pakaian sari rajasthani yang indah gemerlapan. "Gadis-gadis berlatih dengan serius, sedangkan kau banyak main-main. Ini acara penting dan Maharana Udai Singh akan menghukum mati aku jika aku mengacaukan pestanya. Sungguh, Chandni, aku tidak bisa menebak apa yang akan kau lakukan di sana nanti. Pokoknya kamu di rumah saja, Chandni. Kau tidak dibawa ke istana."

Mendengar hal itu, Chandni hanya bisa menangis, menyesali keteledorannya.
*
*
*

Play In Darkness 2: The Beginning (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang