Jawaban dari Abigel membuat Galang mengerutkan keningnya, "Kaya pernah denger namanya."

"Makasih, cantik."

"Sama-sama." Jawab Anya membalas ucapan Mbak kantin yang telah ia bantu.

Anya berjalan menuju kelasnya, saat ia sampai di dekat gudang tangannya di tarik oleh Desvilia dengan kuat hingga Anya tertarik.

"Desvilia," kata Anya.

"Lo berhasil kalahin gue seperti ucapan lo semalam." Jawab Desvilia.

Ingatan semalam perlahan mulai teringat.

Aku bakalan kalahin kamu. Kata Anya malam itu.

"Ta-"

"Lo itu murid baru, Anya! gue yang udah lama berjuang mati-matian kalah sama lo!" bentak Desvilia membuat Anya bingung karena belum melihat nilanya.

"A-apa, maksud kamu?"

"Ya! lo yang dapet lampu hijau buat masuk kelas unggulan," kata Desvilia.

Anya bingung harus sedih atau senang. "Maaf." Jawab Anya sambil menunduk.

"Dari awal gue nggak suka sama lo apa lagi saat tahu Galang deket banget sama lo! gue benci kalian ... gue capek!" ucap Desvilia.

Ini alasan Desvila mengapa ia selalu memandang Anya dan Galang benci, bukan karena ia cemburu pada Anya tapi karena kesal Anya jadi pintar.

"Anya juga berjuang sama kaya kamu, jadi ini adil." Balas Anya.

Mata tajam Desvila menatap Anya, "Adil menurut lo?!"

Anya mengangguk sebagai balasan, Desvila berdecih sambil tersenyum kiri. "Nggak! lo itu bodoh, lo nggak les berbayar apapun kaya gue. Gue yang banyak keluar uang Anya!"

"Maaf," kata Anya, padahal ia sama sekali tidak bersalah.

Desvilia menjambak rambutnya kasar, ia frustasi selama ini rela melakukan apapun untuk dapat memenuhi keinginan kedua orang tuanya, waktu dan semuanya ia korbankan tapi ini lah hasilnya. Ia mulai mengeluarkan air matanya di depan Anya yang tengah menunduk.

"Gue harus ngomong apa sama nyokap bokap gue, gue harus pulang kemana ... gue ... gue ... capek. Aaaaah!" teriaknya hingga membuat Anya terkejut.

"Desvilia jadi selama ini belajar gigih karena tuntutan?" tanya Anya dengan suara pelan. Desvila mengangguk sambil mengusap air matanya.

"Gue anak bodoh, gue ... cuma gue." Balas Desvila sambil kembali terisak. "Lo! lo nggak pernah kan dituntun sekeras gue cuma buat menjaga image keluarga dengan diharuskan punya IQ tinggi padahal aslinya bodoh!"

"Maaf," kata Anya menyesal.

Ucapan maaf dari Anya membuat gadis itu jadi sangat sedih, selama hidupnya jarang sekali ada orang yang meminta maaf. Padahal ia berharap Ibu dan Ayahnya meminta maaf atas tindakan yang telah membuat dirinya tersiksa. Ia duduk dan menutup wajahnya menggunkan tangan sambil terus berurai air mata. Anya ikut duduk, sepulang dari sekolah pasti Desvilia akan dimarahi habis-habisan. Mungkin dua orang yang menarik Desvilia saat itu untuk memasuki mobil adalah suruhan Ibunya untuk kembali les padahal Desvilia sudah sangat lelah.

"Gue capek ... capek nya," ucap Desvila dengan suara serak.

Aslinya Desvilia orang yang baik seperti ini, bukan yang suka membentak dan mengatai orang bodoh, itu hanya semacam pelampiasan saja karena ia sering mendapatkan hinaan itu dari kedua orang tuanya sendiri.

Dengan lembut Anya mengusap pelan bahu Desvilia. "Gue takut buat pulang, gue harus kemana? gue nggak mau lagi-lagi dibentak anak nggak guna."

Mereka berdua terdiam hanya isakan Desvilia yang terdengar. Tak lama Anya kembali membuka suara.

KALE [END]Where stories live. Discover now