2. 🍂 Bramantyo Nugroho

Start from the beginning
                                    

Aku tertawa dengan pertanyaanya, "Sik enom kabeh, sak umuran Mey je, mosok aku karo brondong?" Mey, adalah adik perempuanku yang baru lulus kuliah dan kerja di Jakarta.

(Sik enom kabeh, sak umuran Mey je, mosok aku karo brondong?= masih muda semua, seumuran Mey, masa aki sama brondong?)

"Lha mosok brondong kabeh se?"  (Lha, masa brondong semua?)

Aku mengangguk, tapi tiba-tiba ingatanku jatuh pada seseorang, "Yo ono si, tapi rodo aneh," ujarku ragu (Ya ada sih, tapi agak aneh)

"Aneh piye?" Linda memajukan posisi duduknya, membetulkan letak kacamatanya. Wajahnya serius. "Lanang jadi-jadian?"

(aneh piye = aneh gimana?), (lanang jadi-jadian = lelaki jadi-jadian?)

"Oraaaa." Aku tergelak "koyok e se lanang asli." Tiba-tiba aku ragu, kalau lelaki tulen, kenapa kok nggak segera menikah ya? Kan dia juga ganteng, mapan, punya calon, jangan-jangan..

(ora= nggak), (koyok e se lanang asli = sepertinya sih lelaki sejati)

Aku pun menceritakan soal Bramantyo. Tentang semuanya, dan Linda tergelak saat aku tersinggung dengan pertanyaannya di hari pertamaku kerja.

"Lha opo aku ketok wes duwe anak? Rabi wae urung," sungutku kesal, tanganku memotong donat dan menjejalkan ke mulut. Kok jadi kesal sendiri kalau ingat.

(Apa aku kelihatan sudah punya anak? Menikah saja belum)

"Halah. Itu cuma akal-akalannya dia aja, dia cuma ingin tahu statusmu sudah menikah atau belum, terus kamu jawab jomblo. Klop wes, setelah ini dia pasti pedekate sama kamu." Linda berapi-api dalam membuat kesimpulan. Kalau dibuat versi animasinya, dia seperti sosok wanita yang mengepalkan tangan dengan api menyala-nyala di kedua matanya

"Ngawur ih! Gosipnya doi sudah mau menikah," elakku menyiram kobaran api itu, membuyarkan kesimpulannya yang terlalu halu. Lagian, ogah deh berjodoh sama teman sekantor. Ribet!

"Tapi katamu, Bu Titi semangat menjodohkan kalian, sampai diajak makan siang bareng." Linda masih kekeh. Eh iya juga sih, kenapa Bu Titi getol menjodohkan kami ya? Kalau karyawan sekelas Johan dan Sandra saja tahu kalau Pak Bram sudah punya calon dan mau menikah, masa Bu Titi yang konon meng-anak emaskan beliau, tidak tahu soal itu.

"Siapa tahu dia sudah putus sama calonnya, kayak kamu yang putus sama Puguh."

"Masa sih?" aku kaget dengan asumsi yang dibuat Linda, "Kok bisa orang mau menikah bisa putus?"

"Ya bisalah, orang menikah bisa cerai, kamu yang mau lamaran saja bisa buyar." Doh! Kena deh aku. Kenapa juga masa lalu ikut di bawa-bawa, kan jadi ingat sama lelaki yang ingin ku tabok pakai panci. Tapi asumsinya bisa benar juga sih, ya sudahlah, bukan urusanku juga.

"Eh ayo jalan," ajakku mengalihkan pembicaraan, toh donat dan minuman kami juga sudah habis. "Aku mau lihat-lihat novel di Gramedia."

Linda mengangguk, menandaskan minumannya dan berdiri mengekor langkahku.

Sunrise mall weekend ini terlihat ramai. Ada banyak muda-mudi atau keluarga yang jalan-jalan menikmati waktu sepertiku dan Linda. Kami menaiki eskalator menuju lantai atas, ketika tiba-tiba seorang anak kecil yang cantik dengan rambut ikalnya berlari menabrakku. Dia hampir terjengkang tapi dengan segera kutangkap.

"Raraa!" Seorang wanita seusia ibuku datang tergopoh-gopoh dengan tas ditangan. Wajahnya terlihat pias, di belakangnya menyusul lelaki dengan jeans dan kaos polo warna merah ikut panik. Mataku membelalak, anak kecil dalam dekapanku berlari mendekati wanita yang dipanggilnya Uti.

Jodoh Pasti Bertamu [TERBIT]Where stories live. Discover now