"Le," panggil Epot pada Kale.

Kale langsung menarik Anya tapi Anya menolaknya dan kembali meraung. "Akhhhh, diem."

Ia kembali menunjuk Desvilia. "Ucapan Desvilia hari itu nyakitin hati Anya." Lanjut Anya berkata jujur, kini ia menepak-nepak kearah dadanya. "Anya jadi ngerasa bener-bener bodoh, bodoh banget sampai kayanya cuma Anya yang paling bodoh." Desvila terdiam mendengar kejujuran dari mulut Anya.

Ketiga orang itu semakin terdiam saat Anya mulai terisak. "Anya marah banget tapi Anya nggak bisa apa-apa karena emang Anya bodoh!" ucap Anya dengan isak tangisnya.

"Gue cabut duluan," kata Kale sambil kembali membawa Anya.

"Anya bakalan kalahin kamu, Anya yang bakalan masuk kelas unggulan!" teriak Anya saat dirnya ditarik oleh Kale.

Epot menoleh pada Desvilia, ia mendengus kesal seraya mengepal tangannya kuat-kuat kemudian memasuki mobil Epot sambil menahan kesal.

"Anya jadi sedih Le," ucap Anya saat ia dan Kale sudah ada di dalam mobil. Kale menepikan mobilnya lalu memberikan Anya air putih.

Anya menimum dibantu oleh Kale sambil memandang wajah Kale. Tangan Anya mengusap pelan pipi Kale. "Kale miss you so much," ucap Anya lalu terisak. Entah apa tapi dirasa wajah Kale membuat hatinya berdenyut sakit.

Kale mengendap-ngendap untuk memasukan Anya kedalam kamarnya, karena ini sudah malam jadi orang-orang rumah tidak ada yang di luar.

Baru saja Kale menidurkan Anya tiba-tiba Anya memunathakan semua isi di perutnya, tak hanya bajunya yang terkena muntahan tapi juga baju Kale.

"Huuuh." Suara nafas Kale saat sadar ini semua termasuk ulahnya. Karena malas untuk mengambil lap Kale membuka hodie beserta kaos hitamnya, aman karena pintu kamar telah Kale kunci.

"Semoga jangan hilaf ya Tuhan," ucap Kale sambil mengelap muntahan di dekat bibir Anya.

Bagian paling menegangkan saat Kale harus membuka jaket Anya. "Tenang-tenang Anya pakai baju kaos," kata Kale pada dirinya sendiri.

Jaketnya telah terbuka, dengan sangat sabar Kale mengelap semua muntah yang dekat dengan tempat tidur, selesai itu ia membuka sepatu Anya kemudian menyelimuti Anya, dan lanjut mengelap keramik yang juga terkena muntahan Anya. Kale sedikitpun tidak merasa jijik, malam ini rasanya sangat berkecamuk.

Kale membawa jaketnya dan jaket Anya lalu ia keluar dari kamar Anya. "Azil, ngapain kamu?" tanya Febrianto yang baru saja keluar dari kamar.

"Nggak." Jawab Kale dengan wajah datar. Febrianto memecingkan matanya pada Kale.

"Ini, kamu nggak pakai baju dari kamar-"

"Ck, nggak ngapa-ngapain kali yah." Potong Kale.

"Kurang yakin Ayah." Balas Febrianto. Kale memutar malas bola matanya.

"Udah aku capek yah," kata Kale.

Febrianto melipat tangannya kedepan dada. "Habis capek ngapain Abangnya Icaaaa?!"

"Ngejar-ngejar bulan." Balas Kale.

"Azil setiap laki-laki punya setan nafsunya masing-masing ketika dia berduaan sama lawan jenis apa lagi kalau kalian sekamar," kata Febrianto menasehati.

"Gini yah, tadi aku sama Anya makan kebanyakan Anya mual-mual sampe muntah di mobil aku suruh tidur dan sekarang dia lagi tidur, terus ini baju aku kena muntahnya makannya aku buka. Udah ya?" Tutur Kale berbohong. Febrianto mengangguk-nganngguk walau kurang percaya.

"Ayah bilangin Bunda nih, Zil." Teriak Febrianto.

"Serah." Jawab Kale sambil melambaikan tangan. Anak dan Ayah itu memang sedikit berbeda.

KALE [END]Where stories live. Discover now