(12) Konflik

476 24 0
                                    

"Jangan ganjen sama Adit bisa ga sih? Kegatelan banget." Ucap Sara sambil meremas lenganku yang berada di genggamannya.

Aku meringis menerima perlakuannya. Aku mencoba menarik lenganku, namun semakin aku menariknya Sara akan semakin meremasnya kuat. Bahkan kuku-kukunya menggores kulit lenganku.

"Ga usah sok paling cantik deh Key. Ga usah sok paling disukain sama semua cowo." Ucap Sara lagi dengan genggamannya yang makin kencang.

"Harus lo tau. Gue muak bersandiwara 3 tahun di depan lo. Bersandiwara jadi sahabat lo! GUE MUAK!" Bentaknya di depan mukaku.

Aku menunduk. Menahan rasa sakit di lenganku dan dihatiku. Ini amat sakit untuk dirasakan. Darah yang keluar dari lenganku makin banyak, dan ada yang sampai jatuh di tanah.

Aku menahan tangisku yang keluar. Tuhan.. Datangkan seseorang untuk menyelamatkanku. Aku mohon.

"Lo selalu bisa berdiri lebih tinggi dari gue! Lo selalu bisa ngerebut perhatian mereka dengan lo yang lebih tinggi Key!"

Kini Sara mengangkat daguku. Dan terlihatlah wajahku yang penuh tangisan.

"Dan bahkan Adin bisa suka sama lo dari lama. Padahal gue udah nunggu dia sebelum gue kenal lo." Sara tertawa licik. "Tapi nyatanya, Adin bisa lebih milih gue juga dari lo."

Sara melepaskan daguku dengan begitu saja. Namun tangannya masih mencengkram lenganku kuat.

"Dan sekarang lo udah dapet Adin Key! Kenapa lo masih harus goda-godain ADIT?!" Bentak Sara.

Air mataku terus mengalir tanpa perintah. Aku merutuki diriku yang harus menangis di depan Sara.

"Gara-gara lo! Adit ga bisa ngasih perhatiannya buat gue! Gara-gara lo!" Deru nafas Sara makin cepat dan kasar. "Lo selalu bisa ngambil perhatian dan--"

Sebuah tangan menarik tanganku yang digenggam Sara dengan kuat. Akhirnya tuhan...

"LO APAIN KEYLA SAMPAI BERDARAH GINI??" Bentak Adit pada Sara yang masih dengan wajah amarahnya. "LO APAIN? JAWAB!!"

Sara menatapku geram. "Liat! Bahkan lo bisa bikin Adit marah sama gue! Liat Key! Jahat emang lo!" Ucap Sara sambil mendorong pundakku kencang sampai aku hampir terjungkal.

Sara hendak pergi. Namun tangan Adit menahannya. "Lepasin!" Bentak Sara.

Adin datang dengan pandangan bertanya ke arah kami. Lalu Adit melempar Sara ke arah Adin lalu menggenggam lenganku yang tidak terluka dan pergi.

"Jagain tuh mantan lo! Jangan jadi macan liar." Teriak Adit tanpa melihat ke arah belakang.

Adit membawaku masuk ke kamarnya dan mengobatiku disana. "Maaf gue ngobatinnya di sini. Nanti kalo abang lo tau, bisa bisa gue di introgasi."

Aku tertawa ditengah-tengah sisa tangisanku. Adit mengobatiku dengan serius, dan saat itu aku baru menyadari bahwa perban di tangan Adit sudah tidak ada.

"Perbannya kok dilepas?" Tanyaku. Adit mendongak dan memasang cengirannya. Lalu melanjutkan kembali pekerjaanya.

"Sebenernya dari tadi pagi udah sembuh." Ucapnya tanpa dosa.

Sial. Jadi aku dikerjain? Hih laknat banget Adit. 'Kan gara-gara sikap laknatnya tanganku jadi begini.

"Jahat." Gumamku. Adit menyelesaikan memperban lenganku. Lalu menatapku sambil memberesi kotak obat.

"Kalo gue jahat, tadi gue ga bakalan bantuin lo pendek." Ucapnya sambil mengacak-acak rambutku.

Aku menunduk. "Kayaknya mulai sekarang kita ga usah deket-deket deh. Maksimal ngobrol aja. Dan itu harus ada orang lain. Gue ga mau kejadian ini terulang." Ucapku lalu berdiri dan berjalan keluar kamar.

Adit menahan tanganku lalu menarikku agar menghadapnya. "Kenapa?" Tanya Adit. Tapi aku menunduk tanpa mau melihat wajahnya.

"Gue rasa yang jadi masalah itu di lo Dit. Sara suka sama lo. Dia ga mau gue deket-deket sama lo." Jelasku masih menunduk. Dan setetes air mata akhirnya turun di pipi ku.

Aaa.. Air mata laknat. Kenapa harus turun?

Adit menangkupkan tangannya di mukaku. Lalu ia arahkan kepalaku agar mau menatapnya. Mataku bertemu dengan matanya.

"Ga Key. Jangan. Gue ga kuat. Gue sayang sama lo."

Aku membelalakkan mataku. Lalu air mataku semakin mengalir mendengar ucapannya barusan.

"Lo!" Aku menghentakkan tangannya yang berada di pipiku dan menghapus air mataku.

"Gue tau lo sayang sama gue. Gue juga sayang sama lo. Emang kodratnya begitu, bersahabat emang harus saling sayang. Tapi rasa sayang lo itu bikin gue jadi gini. Sama kayak Zia waktu SMP, dia dibully sama fans-fans lo! Lo yang bikin ini semua begini."

Brak.

Pintu terbuka dan kami berdua sama-sama menoleh. Ada Adin disana yang menatap kami dengan tatapan tajam.

***

"Bisa cerita sama gue?" Ziana kini duduk di sampingku.

Setelah tadi Adin menarikku keluar lalu Adin membawaku ke belakang Villa dan meninggalkanku begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku terus berdiam diri di dalam kamar.

"Key.." Aku menoleh ke arah Ziana. Dan seketika ku peluk Ziana dengan tiba-tiba. Ziana mengelus punggungku pelan. Dan karena itu tangisku pun pecah.

"Kenapa?" Tanya Ziana.

Aku menggeleng. Rasanya berat untuk menceritakan kejadian itu dan perasaan sakit di hati. Amat sangat terasa sakit. Apalagi dengan kenyataan bahwa Sara menyukai Adit. Kenyataan yang membuatku harus berjauhan dengan Adit.

Ziana melepas pelukanku. "Makan yuk. Dari tadi pagi belom makan 'kan? Ayo makan malem bareng yang lain." Ucap Ziana.

Aku dituntun Ziana untuk keluar kamar. Aku berjalan di belakang Ziana dengan lesu. Ziana sudah duduk di sebelah Bang Aldan. Dan kursi kosong hanya ada di sebelah Adit. Aku menghentikan langkahku ketika tinggal beberapa langkah lagi. Lalu aku memutar menuju kursi Bang Aldan. Dapat ku lihat Sara yang berada di sebelah Adit yang lain, menatapku geram.

"Bang. Lo di sebelah dia aja." Ucapku sambil menunjuk Adit.

Bang Aldan menggeleng. "Lo aja yang di sana." Ucap Bang Aldan dengan santai.

"Kalo lo ga mau gue juga ga mau makan." Ucapku sambil mencoba untuk berbalik.

"Eh? Ya udah. Nih duduk." Bang Aldan berdiri dan pergi menuju kursi di sebelah Adit.

Ku tatap Adit yang sedang menatapku seolah berbicara 'jangan'. Dan Sara yang tersenyum dengan penuh kemenangan.

***

Sudah 2 hari aku di villa ini. Dan selama itu aku tetap bungkam dengan Adit. Kemarin Adin pulang terlebih dahulu karena ada urusan keluarga. Dan karena itu aku juga jarang mengobrol dengan siapa-siapa, kecuali Bang Aldan dan Ziana.

Aku menggendong tas ranselku dan berjalan menuju mobil Bang Aldan. Namun sebuah tangan menarikku.

Adit..

Aku menepis tangan Adit. Namun kekuatannya ternyata besar sehingga itu sangat sia-sia.

"Gue mau pulang." Ucapku datar sambil mengalihkan perhatian.

"Kita harus bicara." Ucapnya dengan tatapan tajam. "Pulang sama gue."

Adit menarikku menuju mobilnya. Aku tidak tinggal diam. Sedari tadi aku meronta, namun itu juga sia-sia.

"Bang adek lo pulang sama gue. Ada yang mau kita omongin. Kak Zio, Sara sama kakak ya." Jelas Adit pada Bang Aldan dan Kak Zio yang sedang siap-siap. Dan laknatnya mereka mengangguk.

Ya tuhan selamatkan aku..

~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hai. Sekarang saya apdet kecepetan. Emang laknat saya ya.

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang