(9) Just One Day

560 23 0
                                    

Aku mengetuk pintu. Dan sampai keberapa puluh ketukan, pintu juga belum terbuka. Sampai beberapa menit kemudian, aku mendengar suara derap langkah kaki. Setelah itu pintu terbuka.

"Adit!" Aku menjerit melihat dirinya yang sedikit lunglai. Cepat-cepat ku ambil lengannya dengan sebelah tanganku yang kosong. Lalu kututup pintu dengan kakiku.

Aku menuntun badan Adit ke sofa di ruang tamu dan menyuruhnya duduk di sofa. Ku taruh kue yang ku bawa di meja. Lalu ku taruh punggung tanganku di keningnya.

"Adit.. Kenapa ga bilang kalo lo sakit?" Omelku dengan tangan yang masih di kening Adit.

Mendengar omelanku, dengan mata sayu Adit tersenyum manis. Dalam hati aku sudah ingin memukulnya karena tingkahnya itu. Namun mengingat keadaannya yang sedang sakit, niat itu akhirnya terpendam.

"Udah makan Dit?" Tanyaku sambil menggenggam tangannya yang panas. Setahuku seseorang akan merasa lebih hangat jika tangannya digenggam.

Adit mengangguk lemah. "Tadi sama mie instant." Ucapnya masih dengan senyuman manis itu.

Aku mendesah kasar, anak ini tidak sayang badan atau gimana?

"Gue bikinin nasi goreng ya?" Tawarku sambil mempererat genggaman. "Lo ada obatkan?"

Adit menggeleng. "Udah Key. Gue udah makan. Kalo obat, ada tuh di nakas kamar. Obat yang kemarin Sara beliin." Kini Adit memejamkan matanya.

Sara ya? Jadi kemarin Sara kesini karena Adit sakit? Jadi Sara udah lebih dulu tau dari aku?

"Terus udah diminun obatnya?" Tanyaku lagi dan ia angguki.

Nafas Adit mulai teratur. Adit tidur? Seperti itu kah muka damai Adit ketika tidur? Mengapa semanis itu?

"Dingin." Gumam Adit tiba-tiba masih dengan mata terpejamnya. "Key, dingin." Gumamnya lagi.

"Ya udah gue ke kamar dulu ambil selimut." Ucapku sambil mencoba melepaskan genggaman pada tangan Adit.

Tapi Adit menahan tanganku dan menyuruhku untuk kembali duduk. "Lama kalo ambil selimut. Peluk aja." Ucapnya dengan senyum yang makin mengembang tapi mata yang terus terpejam.

Peluk kah? Apa harus? Engga ah, enak aja mau peluk aku dua kali. Tapi, kasian juga Adit. Mungkin dia pingin di peluk bunda tapi bundanya ga ada.

Akhirnya aku melingkarkan lenganku di badannya dan menaruh kepalaku di bahunya.

Oh badan Adit begitu panas. Apa sebegitu parah hujan tempo hari? Maafin Key, ya Dit.

Aku merasakan badan Adit mulai tenang dan bersandar nyaman di sofa. Dia udah tidur beneran?

Sebenernya kalo dia tidur aku bisa aja 'kan lepas pelukan ini? Tapi kok badan mager banget ya buat ngelepas? Duh Adit, kenapa badanmu ini sangat nyaman untuk di peluk?

***

Setengah jam yang lalu aku dan Adit sama-sama salah tingkah karena posisi kami saat terbangun. Aku yang memeluk Adit dan Adit yang membalas pelukanku.

Oh tidak, aku tidak bisa membantah itu. Ya karena aku sadar, sebelum aku terlelap tadi aku memang memeluk Adit.

Dan sekarang, kejadian itu bisa membuatku senyum-senyum sendiri di depan cerminku. Oh ya tuhan. Kenapa aku se-salah tingkah ini? Hey itu cuma Adit.

"Key turun" Teriakan mama kembali membuatku salah tingkah.

Bagaimana aku bisa memikirkan Adit sebegitu parah? Itu Adit, Key!

Aku menuruni anak tangga dan mendapati mama dan papa di meja makan. Aku berjalan mendekati mama yang sedang menyiapkan makanan.

"Key, Adit sakit?" Papa bertanya ketika aku sudah duduk rapi. Aku mengangguk. "Ya udah ajak kesini dong. Kasian dia."

Hidden LoveWhere stories live. Discover now