(8) Sakit?

583 22 0
                                    

"Key? Udah sadar?"

Aku menatapnya heran pada seseorang yang sedang berdiri manis didaun pintu. Lalu aku tersenyum semanis mungkin.

Ia berjalan perlahan mendekatiku. "Gimana? Panasnya udah turun?" Tanyanya penuh perhatian.

"Ga pa-pa Din. Udah mendingan kok." Aku mencoba meyakinkannya. "Kamu ngapain di sini? Siapa yang ngasih tau kamu?"

Adin tersenyum manis. "Tadi aku nyariin kamu di sekolah. Tapi ga ketemu. Akhirnya aku ke sini dan kamu udah tidur di tempat tidur."

Aku tersenyum. Ia melirik makanan di nakas. "Udah makan?" Aku menggeleng menanggapi pertanyaan Adin.

Lalu ia mengambil makanan itu dan bersiap menyuapiku. "Makan yang banyak princess. Biar cepet sehat."

Aku mengangguk dan menerima suapannya.

Dan sore itu aku ditemani oleh Adin yang selalu memberiku bantuan yang aku perlukan.

***

Hari ini ku putuskan tidak masuk sekolah. Tadi malam panas itu kembali menyerang tubuhku. Dan mama menyuruhku untuk tidak masuk hari ini.

Aku menggeliat risih di tempat tidur. Huh, kalo harus di tempat tidur gini terus badan bisa pegel-pegel. Aku terduduk di tempat tidur dan menatap kosong ke depan.

Tidak adakah hal menarik yang dapat membuatku tidak sebosan ini? Huh.

Aku melirik jam yang berada di dinding kamarku. Jam 3 sore? Seharusnya jam segini Adit sudah sampai rumah. Tapi kenapa belum juga ke sini dan menjengukku?

Eh? Jadi berharap. Tidak.

Aku turun dari tempat tidurku. Melangkah menuju kursi di balkonku. Menatap jalanan komplek yang sedang ramai karena banyak anak kecil bermain. Aku jadi teringat masa kecilku.

Aku melirik ke arah balkon sebelah. Pintu balkonnya tertutup rapat. Begitupun dengan tirainya. Adit kemana? Apa dia belum pulang?

Sebuah taksi berhenti di depan rumah Adit. Sara keluar dari taksi dengan seragamnya yang masih lengkap. Tiba-tiba ia melihat ke koridorku dan menatapku dengan mengerikan.

Hey! Ada apa? Apa salahku?

Aku balik menatapnya. Dan kami pun saling menatap satu sama lain. Hingga akhirnya Sara mengakhiri tatapan itu dan masuk ke rumah Adit.

Huh, dia bisa janjian sama Sara. Tapi menjengukku saja tidak bisa. Padahal rumahku ada disebelahnya.

Aku berbalik dan hendak beranjak masuk. Tapi pergerakanku terhenti karena Adin sudah berada di depanku.

"Kenapa di luar?" Tanyanya sambil sesekali menaruh rambutku di belakang telinga. "Dingin 'kan kalo di luar."

Aku tidak menanggapi perkataan Adin. "Kamu udah pulang?" Tanyaku dengan muka sok polos. Dia menatapku sinis, lalu menepuk kepalaku lembut.

"Nakal. Aku nanya kemana, kamu balik nanya kemana." Ucapnya dengan menggemaskan.

Ku cubit kedua pipinya. Adin meringis dan meminta ampun. Namun setelah ku lepas cubitan itu, aku merasakan sebuah dekapan yang erat. Dan untuk kedua kalinya aku mendapatkan pelukan tiba-tiba seperti ini.

Aku bergeming. Tidak melepas ataupun memberontak. Aku tetap diam merasakan pelukannya.

Tapi pelukan ini berbeda. Sungguh berbeda. Pelukan Adin tidak sehebat pelukan Adit, dan tidak senyaman pelukan Adit. Lelaki itu..

Jeder...

Suara itu mampu menarik perhatianku dan Adin. Aku menoleh ke asal suara dan itu ada di balkon Adit. Tirai kamar Adit juga bergoyang. Apa barusan dia yang menutup? Kenapa sekencang itu?

Hidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang