(4) Kepolosan

683 33 2
                                    

"Ngapain lo di sekolah gue?"

Aku menatap sinis ke arah perempuan ular di depanku.

"Eh Adit. Pulang yuk." Ucapnya manja pada seseorang di belakang kami.

Aku memutar bola mata. Sara kayaknya beneran naksir Adit deh. Yaampun banget.

"Pendek lo ngapain di jalan sih?" Suara itu dapat membuatku menggeserkan badan. Ku tatap sinis ke arah dua manusia menjengkelkan itu.

"Yuk Key. Jadikan?" Sebuah rangkulan berada di pundakku. Aku tersenyum kecut. Lalu berjalan mendahului Ziana.

"Eh lo berdua mau kemana?! Pendek!" Teriak Adit yang tak ku pedulikan. Namun berbeda dengan Zia yang berhenti dan menengok.

"Mau main Dit. Ikut ga?" Ajak Ziana dengan suara kencang.

Dapat ku dengar deru langkah kaki mendekati kami. Dan itu bukan hanya  langkah satu orang, tapi dua.

"Ngapain lo disini?" Tanyaku sinis ketika Adit berjalan sejajar denganku.

Adit menampakkan cengirannya padaku. Huh. Aku memejamkan mata, dan setelah aku membukanya, aku melihat Sara sudah bergelayut manja pada lengan Adit.

Oh ya ampun, apa dia ga malu seperti itu di sekolah orang? Gila.

"Gue ga jadi ikut Zi. Tiba-tiba badan gue ga enak." Aku langsung lari dan menyetop taksi.

Rasanya janggal aja main sama mereka, tapi harus digangguin sama Sara. Lagian Adit gila apa ya? Kenapa dia harus menerlibatkan Sara juga?

Aku membayar tarif yang tertera. Huft, setidaknya aku ingin meninggalkan benak kesalku pada Sara. Taman ini, dulu sering sekali ku datangi untuk menjernihkan pikiranku tentang Adin dan Sara.

"Key? Lo ngapain di sini?"

Aku mendongak pada seseorang yang memanggilku. Aku tersenyum, Adin.

"Gue lagi jernihin pikiran dari orang-orang jahat." Ucapku sekenanya. Adin pun menatapku heran.

Aku menepuk kursi di sebelahku. Mengisyaratkannya untuk duduk.

"Pikiran dari orang jahat?" Tanyanya dengan muka bingung. Aku pun terkekeh melihat muka konyol Adin saat ini.

"Lah kok jadi ketawa?" Tanyanya lagi dengan muka yang tetap sama.

"Setelah sekian lama baru kali ini aja gue liat lagi muka konyol seorang Readin Nawangsa."

Adin menatapku sinis dan karena tatapannya itu aku menahan tawaku. Ah, sudah lama tidak melihat Adin yang seperti ini.

"Emang kapan terakhir kali liat gue dengan muka konyol?" Kini suaranya lebih seperti menyelidik.

"Hm, pas SD." Aku mengangguk dengan ucapanku barusan. "Soalnya pas SMP lo sibuk tebar pesona sama para cewe. Apa lagi pas basket."

Iya, tebar pesona. Sampai aku aja tetap bertahan di kamu.

"Dih, gue ga tebar pesona kali. Pesona gue aja yang selalu bertebaran."

Aku tersenyum lalu menggeleng. Padahal di dalam hatiku aku berteriak mengiyakan perkataannya.

"Tingkat kePDan anda sungguh tinggi tuan Readin." Ucapku sambil menatap sinis tapi dalam hal bercanda.

Dan akhirnya kami berdua pun tertawa bersama.

***

Aku menjatuhkan tubuhku pada kasur yang empuk ini. Huh, seharian main sama Adin membuatku dapat melupakan tentang perempuan ular itu.

Hidden LoveWhere stories live. Discover now