Aksi 16 - Jadi Pengganggu Kamu

5.2K 1.1K 246
                                    

Sebelum baca, jangan lupa buat tinggalkan jejak berupa vote dan komentar kalian di sini. Share juga ke media sosial atau teman-teman kamu agar Oceana bisa dikenal lebih banyak orang💛

A/N: Sesuai jadwal. Kamis. YUHUUU! Jangan lupa vote komen dan share-nya ya💞💞💞

Kamu juga bisa follow akun Wattpad atau Instagramku (sephturnus) supaya nggak ketinggalan naskah lainku nantinya hehe.

Selamat baca!

Selamat baca!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****

MERASA SUDAH jarang berkumpul karena kesibukan, Oceana menyetujui ajakan Casya untuk makan siang bersama Milky. Jadi, mereka memutuskan buat turun tangan ke lantai empat yang mana ruangan Milky berada.

Namun, belum ada lima menit, pintu lift di hadapan mereka terbuka. Casya dan Milky syok. Bedanya, Casya mendukung adegan tersebut, sedangkan Oceana? Amit-amit jabang bayi! Jangankan nyaris ciuman di lift, menyaksikan mami papinya saling peluk-peluk padahal angin malam tidak dingin, Ocena pun jengkel.

"Wow! Live nih?" goda Casya.

Oceana mendengkus. "Najis tralala-trilili deh!"

Karena merasa dibohongi, Oceana setuju usulan Casya yang meminta Milky dan Sunday klarifikasi. Jadi, selama makan siang yang harusnya santai-santai, Oceana dan Casya mendadak berubah tukang interogasi. Tidak ada santapan, Oceana cuma memesan kopi sebagai pembasah tenggorokan selagi dia mencecar Sunday soal kelayakan dia berpacaran dengan Milky.

Mereka terbiasa hidup dengan gaya mewah. Uang di dompet, minimal harus merah dan biru. Jika hijau, ungu, atau warna-warna lain yang ada, mereka memutuskan buat menaruhnya di kotak amal yang tersedia di kantor. Namun, apa yang terjadi? Sunday ternyata mampu mengimbangi gaya hidup Milky dua tahunan ini. Catat, dua tahun! Dan selama itu pula Oceana selalu menganggap Milky satu kalangan dengannya. Jomlo.

Wah!

Apa Oceana kesal? Inginnya begitu. Namun, menyaksikan betapa seriusnya Sunday dari jawaban-jawaban yang diberi serta ekspresi semringah Milky, Oceana mengharapkan kebaikan pada mereka berdua.

Semoga mereka emang berjodoh, deh.

Bodohnya, Oceana ikut terkena imbas karena pemikiran soal jodoh. Seperti, kapan jodohnya—dari tangan Tuhan—datang? Bukan hanya itu, Oceana pun suka menerka-nerka bagaimana rupa jodohnya nanti.

Apakah tinggi besar?

Atau punya tahi lalat di bawah mata—seperti obsesi aneh Milky selama ini?

Bagaimana jika jodohnya nanti ternyata lebih pendek darinya? Mau ciuman juga kayaknya aneh banget, masa harus dia yang menunduk? Bukannya semakin intens, yang ada Oceana mengeluh karena lehernya sakit. Astaga!

Pop the QuestionWhere stories live. Discover now