I'll try to make it a good memory

1.8K 142 11
                                    

Anggi's point of view

Aku tersenyum mengingat dimana saat aku berjuang. Berjuang melewati rasa sakitku, berjuang mendapat perhatian dari lelaki yang ku suka, berjuang memberikan hati ku pada orang yang sangat menyayangiku dan berjuang untuk menanggap seorang yang aku sebut sahabat menjadi suami ku.

Ya, Haechan.

Lelaki yang saat ini sedang membantu membenarkan alat permainan yang ada di dalam rumah. Lelaki yang sudah aku cintai sepenuh hati. Dengan rambut yang acak-acakan beserta oli yang menempel di baju putihnya, Haechan menghampiriku.

"Udah selesai?" tanyaku dengan lembut.

Tangan Haechan melayang di atas kepalaku, seperti Haechan akan mendaratkan tangan nya tepat di kepalaku. Sebelum hal itu terjadi, aku buru-buru untuk menghindar. Saat ini, tangan Haechan penuh dengan noda hitam. Aku tidak ingin kotor.

Aku bisa melihat Haechan mendengus kesal. Pasti ia sengaja ingin megotori kepalaku. Aku tertawa pelan hingga menampilkan lesung pipiku.

"Jangan pegang-pegang, tangan kamu kotor." Aku kembali berusaha menghindar tangan Haechan yang ingin menyentuhku.

"Biar solid dong, harus kena semua."

"Gak mau!"

Aku berlari kecil di rumah yang cukup besar ini. Menghindari Haechan yang mendekat ke arah ku dengan memperlihatkan tangan yang terkena noda hitam. Aku merasa geli.

Aku bisa melihat kedua anak laki-laki ku berlari ke arahku. Dengan wajah yang panik, mereka berusaha untuk mencari tau mengapa aku berlari seperti orang ketakutan.

"Mama kenapa?" tanya salah satu dari mereka. Dengan kulit yang putih beserta nada yang terdengar tegas, Minhyung namanya. Anak pertamaku yang sekarang sudah berumur 17 tahun.

Aku terkekeh pelan. "Papah kamu tuh nakal." ucapku sembari melirik ke belakang.

Lalu, satu anak lagi berjaga di belakangku. Anak berumur 13 tahun yang baru saja ulang tahun seminggu yang lalu. Anak itu berusaha untuk menjagaku dari Haechan yang sekarang sudah ada di belakangku dengan jarak beberapa meter.

"Gak boleh, Papa! Mama ketakutan." ucap anak yang berumur 13 tahun itu.

"Kamu kok bela mama?" tanya Haechan dengan wajah cemberutnya. Aku terkekeh pelan.

"Mama kan cantik."

"Tapi kan papa ganteng."

"Aku sukanya yang cantik, bukan yang ganteng."

Aku tertawa kecil bersama Minhyung. Dia persis seperti namanya. Selalu berkata dengan spontan tetapi tepat sasaran. Haechan saja sampai terdiam dan tidak mengucapkan sepatah katapun karena ia kalah.

Semenit kemudian, Haechan ikut tertawa bahkan lebih keras. Mungkin Haechan berpikiran sama seperti ku. Dia sangat mirip. Mungkin karena- tidak, aku tidak akan berusaha mengingat nya lagi.

Tapi sungguh, aku merindukan nya.

Doyoung.

Aku melihat Haechan yang pergi dari hadapan kami dengan wajah santai. Ia memijit tengkuknya yang terasa pegal. Baru saja aku ingin menawari untuk memijatnya, tapi Haechan sudah menyuruh anak ku terlebih dahulu.

"Doyoung, pijitan papa ya, Nak." ucap Haechan.

Ya, anak lelaki yang sekarang sudah berumur 13 tahun, aku memberi nya nama Doyoung. Aku mengharapkan dia bertanggung jawab dan sangat baik seperti Doyoung yang dulu.

Sekaligus, mengingat kalau aku pernah mencintai dan mempunyai 7 cerita penting dengan pria bernama Doyoung.

7 days -DoyoungOù les histoires vivent. Découvrez maintenant